Menuju konten utama

Kenapa Jokowi Tak Tetapkan Gempa Lombok Sebagai Bencana Nasional?

Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah pusat melalui presiden menaikkan status gempa Lombok menjadi bencana nasional dari status bencana daerah.

Kenapa Jokowi Tak Tetapkan Gempa Lombok Sebagai Bencana Nasional?
Warga memindahkan poster Presiden Joko Widodo dari bangunan SDN 2 Kekait yang rusak akibat gempa di Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Minggu (12/8/2018). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

tirto.id - Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali diguncang gempa berkekuatan 7 SR—BMKG merevisi menjadi 6,9 SR— pada Minggu malam (19/8/2018). Berdasarkan data BMKG, tercatat setidaknya ada enam gempa susulan hingga Minggu malam pukul 23.37 dengan kekuatan 5,0-5,8 SR.

Gempa yang terjadi pada Minggu malam itu merupakan ratusan gempa susulan berskala besar dan kecil yang terjadi di Provinsi NTB sejak gempa berkekuatan 7 SR pada 5 Agustus 2018. Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat, hingga 19 Agustus 2018 korban meninggal dunia mencapai 548 jiwa, dari jumlah itu baru terverifikasi baru 471 orang. Selain itu ada ratusan ribu korban lainnya masih berada di posko-posko pengungsian.

Namun, hingga saat ini pemerintah belum menjadikan gempa Lombok, NTB menjadi status bencana nasional. Hal ini membuat sejumlah pihak mempertanyakan mengapa pemerintah belum menaikkan statusnya menjadi bencana nasional? Salah satunya mantan sekretaris Kementerian BUMN Said Didu melalui akun Twitter pribadinya @saididu.

“Bapak Presiden @jokowi dan Bapak Wapres @Pak_JK yth, saya tdk paham apa kriteria status bencana/gempa nasional, tapi melihat penderitaan rakyat di NTB saya yakin rakyat Indonesia setuju bencana di NTB saat ini statusnya diubah menjadi bencana nasional,” demikian twit Said Didu, pada 19 Agustus 2018, pukul 10:56 PM.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan penetapan status bencana nasional pada kejadian di NTB tidak relevan mengingat sudah banyaknya bantuan tenaga yang dikerahkan oleh pemerintah pusat.

“Rumah sakit, Kemensos, Kemenkes, TNI, semua sudah kami kerahkan ke daerah. Tanpa status tersebut, bantuan nasional sudah dikerahkan,” kata Willem saat berada di Lombok. Pernyataan Willem ini telah dikonfirmasi Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

“Status bencana nasional bisa ada jika pemerintah daerah kolaps,” kata Willem.

Jika merujuk pada Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana, terdapat lima variabel bagaimana sebuah bencana bisa dinaikkan menjadi status bencana nasional, yaitu: jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. UU ini mengatur penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. Penetapan

skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota

Kepala Sub-direktorat Penanganan Bencana Alam Kementerian Sosial, Yan Tanana yang saat ini berada di Mataram, NTB mengatakan, hingga saat ini belum ada keputusan pemerintah, apakah akan ada kenaikan status menjadi bencana nasional untuk daerah NTB. Namun, ia mengatakan keadaan sudah bisa dikendalikan oleh pemerintah setempat.

“Hingga saat in belum ada darurat nasional. Melihat keadaan, Pemprov masih bisa meng-cover," kata Yan Tanana saat dihubungi Tirto, Senin pagi (20/8/18).

Namun Yan Tanana mengatakan jika keadaan seperti ini terus berlanjut dan akan terus terjadi gempa yang lebih besar, maka bukan tidak mungkin status akan dinaikkan menjadi bencana nasional. Kendati hingga saat ini Pemprov NTB dan BPBD masih bisa meng-handle keadaan.

Didesak Menjadi Status Bencana Nasional

Menurut Yan Tanana, meski BPBD NTB bisa mengatasi segala situasi pasca-gempa yang terus berlanjut ini, tapi pihak BPBD sendiri merasa kesulitan dan menilai seharusnya NTB sudah bisa naik status menjadi bencana nasional.

“Harusnya sudah masuk status bencana nasional. Keadaan makin memburuk, masyarakat masih traumatik akibat gempa berturut-turut. Apakah memungkinkan status hanya dilihat dari jumlah korban, sementara infrastruktur dan sarana prasaran sudah rusak, serta masyarakat mengalami trauma berlebih?” kata Kepala Bidang Darurat BPBD NTB Agung Pramuja, saat dikonfirmasi Tirto, Senin pagi (20/8/18).

Agung mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran evakuasi dari Lombok Utara hingga Lombok Timur dan melihat keadaan semakin tidak karuan. Hingga saat ini, data yang diperolehnya tercatat setidaknya 70.000 rumah hancur dan terdapat 412.000 orang yang diungsikan.

"Di Sumbawa Barat, rumah yang awalnya retak, sekarang sudah hancur. Di Desa Sajang, Lombok Timur, hanya tersisa satu musala. Dan di Desa Subian, Lombok Timur, sudah rata semua tak ada lagi rumah,” kata Agung.

Infografik CI Mengapa Lombok Belum Jadi Bencana Nasional

Selain keadaan yang makin memburuk, sorotan warga internasional lewat media juga menjadi pertimbangan Agung mengapa status bencana nasional itu perlu ditetapkan di NTB.

"Dunia internasional sudah menyoroti, apa mau pemerintah Indonesia dikatakan tidak gerak cepat dan beres menanggulangi bencana ini? Back up-nya pemerintah pusat sejauh ini sudah sampai mana? Apa bedanya NTB dengan Aceh dan Bantul?” kata Agung.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis mengatakan, pihaknya akan mendesak pemerintah untuk menetapkan NTB sebagai bencana nasional. Apalagi, secara anggaran pemerintah daerah sudah bisa dibilang “lumpuh”.

“Sudah saatnya ditetapkan status bencana nasional, karena jumlah dan cakupan korban sudah banyak,” kata Iskan kepada Tirto, Senin (20/8/2018).

Menurut Iskan, jangan sampai nanti pemerintah dipersalahkan karena terlambat menjadikan gempa Lombok sebagai bencana nasional. Karena dengan status tersebut, kata dia, anggaran akan lebih cepat turun dan respons penyelesaiannya lebih jelas.

Secara penanganan memang tidak jauh berbeda antara bencana daerah dan nasional. Kepala Bidang Darurat BPBD NTB Agung Pramuja mengatakan bila status gempa Lombok dinaikkan menjadi bencana nasional, maka yang pasti anggaran lebih besar. Mengingat setiap instansi pemerintahan nasional akan menganggarkan dari daftar isian pelaksanaan anggaran masing-masing.

“Ini sangat dibutuhkan. Contoh untuk semua sekolah yang telah hancur, jika hanya mengandalkan dana pemerintah daerah, paling hanya bisa dibangun dua sekolah, ini contoh. Tapi jika ada dana nasional, dengan status bencana nasional, akan lebih besar recovery-nya,” kata Agung.

Begitu juga dengan koordinasi. Menurut Agung, status bencana nasional akan lebih luas koordinasinya dengan seluruh instansi pemerintahan yang diperlukan. “Bahkan akan dengan mudah bantuan internasional masuk ke Indonesia,” katanya.

Baca juga artikel terkait GEMPA NTB atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz