Menuju konten utama

Bagaimana Nasib Industri Pariwisata NTB Usai Gempa Lombok?

Ketua DPD Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTB, Dewantoro Umbu Joka mengakui bila gempa yang terjadi di Lombok berpengaruh pada sektor pariwisata.

Bagaimana Nasib Industri Pariwisata NTB Usai Gempa Lombok?
Sejumlah wisatawan mancanegara menuruni kapal cepat ketika tiba di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, NTB, Senin (6/8/2018). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter (SR) mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Minggu (5/8/2018) pukul 18.46 WIB. Berdasarkan data BNPB, musibah ini mengakibatkan ratusan orang mengalami luka-luka, dan setidaknya 105 orang meninggal dunia hingga Selasa (7/8/2018).

Gempa yang disebabkan aktivitas Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust ini juga menyebabkan kerusakan sejumlah bangunan dan fasilitas publik. Mulai dari tempat tinggal, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hingga bandara. Sektor pariwisata yang menjadi andalan Provinsi NTB ini pun tak luput terkena imbas.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan hingga Selasa (7/8/2018), terdapat 4.636 wisatawan asing maupun lokal yang berhasil dievakuasi dari tiga lokasi wisata, yaitu: Gili Terawangan, Gili Air, dan Gili Mino.

“Ada 4.636 wisatawan lokal dan asing. Namun, tidak ada pembagian angka wisatawan asing berapa dan wisatawan lokal berapa. Karena ketika evakuasi, kapal terus bertambah. Sulit untuk penghitungan dan akhirnya terlupa,” kata Sutopo saat konferensi pers, di Jakarta, Selasa siang (7/8/18).

Sutopo mengatakan bahwa seluruh wisatawan tersebut dibawa ke tiga pelabuhan menggunakan 11 kapal. Tujuh kapal membawa 3.773 orang ke Pelabuhan Bangsal, tiga kapal membawa 770 orang ke Pelabuhan Benoa, dan satu kapal membawa 193 orang ke Pelabuhan Lembar.

Sesampainya di pelabuhan masing-masing, kata Sutopo, telah disiapkan sejumlah bus dan mobil untuk membawa para wisatawan ke bandara. Sutopo menambahkan, banyak wisatawan yang langsung menuju bandara untuk segera pulang, namun tak sedikit juga yang memilih untuk tetap menunggu di Bali.

Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti saat dihubungi Tirto, pada Senin malam (6/8/2018). Menurut dia, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pariwisata sampai dengan Senin malam, setidaknya ada 2.000 turis asing di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno.

Para turis asing pun berbondong-bondong meninggalkan Lombok. Selain dievakuasi ke Bali melewati jalur laut, kata Guntur, tidak sedikit pula yang memilih untuk pergi dengan menggunakan pesawat. “Kami tawarkan penginapan, tapi sebagian besar memilih bertahan di bandara, meski hotelnya gratis,” kata Guntur.

Menurut Guntur, banyak wisatawan asing yang langsung panik begitu mendengar informasi mengenai potensi terjadinya tsunami. Meski BMKG telah mencabut peringatan dini tsunami pada Minggu malam, namun Guntur menilai kepanikan yang muncul tidak segera mereda.

Ketua DPD Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTB, Dewantoro Umbu Joka tak menampik apabila peringatan dini tsunami itulah yang lantas memengaruhi kepanikan turis. Dewantoro mengatakan para pelaku industri pariwisata di NTB saat ini masih terus meyakinkan turis bahwa tsunami tidak ada.

“Sebenarnya yang bikin panik itu bukan gempanya, tapi adanya peringatan potensi tsunami. Turis yang panik itu yang berada di Gili, sementara mereka yang di [Pantai] Senggigi aman-aman saja,” kata Dewantoro saat dihubungi Tirto, Selasa (7/8/2018).

Dewantoro sendiri mengaku telah memantau langsung ke daerah Senggigi. Ia mengatakan tidak menemukan adanya gelombang turis yang berbondong-bondong check out dari tempat mereka menginap untuk kemudian meninggalkan Lombok.

Lebih lanjut, Dewantoro mengimbau agar pemerintah maupun lembaga yang berkompeten seperti BNPB dan BMKG dapat memberikan informasi yang tepat bagi masyarakat. Sehingga ada kenyamanan dari wisatawan dan juga pelaku industri pariwisata.

“Untuk meyakinkan mereka, pernyataan resmi dari pemerintah itu tidak boleh setengah-setengah,” kata Dewantoro.

Imbauan yang sama juga disampaikan Dewantoro bagi media massa. Menurut dia, pemberitaan yang berpotensi menimbulkan kepanikan dapat langsung berdampak pada geliat pariwisata di NTB. Kendati demikian, Dewanto tidak membantah apabila sampai Senin malam masih ada juga gempa susulan yang mengguncang “Pulau Seribu Masjid” itu.

“Di mana pun, di seluruh dunia, hal seperti ini bisa terjadi. Yang terpenting adalah bagaimana bisa meyakinkan pasar. Memang agak butuh waktu lama untuk pemulihan [industri pariwisata], dan itu enggak gampang,” kata Dewantoro menjelaskan.

Salah satu upaya jangka pendek yang bakal ditempuh ASITA NTB, kata Dewantoro, ialah dengan mempromosikan pariwisatanya kembali. Dewantoro mengatakan dua minggu lagi, ASITA NTB akan mengikuti pameran wisata di Malaysia.

Ia menyebutkan bahwa langkah ini bisa menjadi strategi untuk menggaet para turis asing serta memastikan Lombok aman dikunjungi meski tak ada jaminan gempa tidak kembali mengguncang di lain hari.

“Karena turis di NTB paling banyak dari Malaysia, ini calon pasar kami. Untuk melahirkan kembali pariwisata di NTB perlu kehati-hatian dengan cara mempersuasi, serta semua stakeholders harus satu suara agar pasar tidak bingung,” ujar Dewantoro.

Infografik CI Jumlah Wisatawan NTB

Sementara Ketua Kadin Provinsi NTB Herry Prihatin mengatakan bencana yang baru saja terjadi berada di luar kehendak manusia. Untuk itu, Herry melihat berbagai kerusakan yang terjadi seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai pemicu untuk melahirkan kembali industri pariwisata NTB.

Herry mengatakan seluruh pihak harus bisa belajar dari peristiwa yang terjadi. Salah satunya dengan mengupayakan infrastruktur bagi warga yang lebih tahan gempa ketimbang sebelumnya. “Kami harapkan semua pihak, pemerintah, tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Kita harus membuat rencana yang lebih matang terkait tata ruang, desain gedung, pembangunan hotel, dan sebagainya,” ucap Herry kepada Tirto.

Gempa berskala besar memang tak jarang berdampak cukup signifikan pada perekonomian di suatu wilayah atau negara, tak terkecuali di NTB. Sayangnya, Herry tidak menyebutkan angka, namun dirinya tak menampik apabila nilainya cukup besar.

Pernyataan Herry memang ada benarnya. Setelah gempa bumi mengguncang, pekerjaan rumah yang besar dan berkelanjutan harus dilakukan di NTB. Salah satu contoh yang bisa diteladani ialah seperti yang terjadi di Jepang.

Setelah diguncang gempa berkekuatan 9 SR pada Maret 2011, berbagai pihak di sana saling bersinergi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkan akibat gempa. Jepang sendiri merupakan negara yang cukup sering diterjang gempa. Akan tetapi, setelah peristiwa yang menyebabkan kerusakan parah itu, Jepang malah bisa bertransformasi menuju perbaikan ekonomi yang jauh berbeda ketimbang sebelumnya.

Baca juga artikel terkait GEMPA NTB atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz