tirto.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Mohamad Kholid, mendorong ekonomi kerakyatan ala Bung Hatta dihidupkan kembali untuk melawan gempuran barang Cina yang semakin meresahkan.
Murahnya barang yang dijual Cina berujung terancamnya usaha dalam negeri, salah satunya industri tekstil yang merupakan pilar penting dalam perdagangan dunia.
Teranyar, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang sebab gagal membayar utang ke debitur.
Kholid menyoroti Indonesia yang terlalu murah hati kepada produk-produk impor dari Cina. Padahal menurutnya, Cina melakukan predator ekonomi yang menghancurkan pasar domestik Indonesia.
"Kalau kita sebagai anggota DPR diam saja dengan kejadian seperti ini, maka kepada siapa lagi rakyat Indonesia akan berharap. Kita harus melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang merugikan industri kecil.
Kita tidak boleh membiarkan ini Sritex korban, kita harus melakukan kebijakan perdagangan yang adil," kata Kholid dalam ruang rapat Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024).
Kholid menegaskan kejatuhan Sritex jangan dianggap enteng. Namun, kata dia, sebagai peringatan buat bangsa Indonesia. Ia mengatakan pada 1980 sampai 1990 Indonesia salah satu pengekspor utama tekstil.
"Jatuhnya [Sritex] negara kita sedang tidak baik-baik saja. Kita pernah mendapatkan devisa hasil tekstil itu luar biasa, dan saat ini raksasa tekstil itu jatuh. Padahal, ini industri yang liber intensif bukan kapital intensif yang menyerap lapangan pekerja yang begitu banyak," ucap Kholid.
Ia mengatakan kejatuhan Sritex harus menjadi perhatian agar ke depan betul-betul melindungi industri-industri di Indoensia. Politikus PKS itu mencontohkan tembakau Indonesia pernah menjadi global exportir pada 1920 sampai 1950-an. Namun, kini lesu akibat kalah saing di pasar internasional.
"Kita mengalami masa-masa jaya yang luar biasa. Artinya kita perlu ada sebuah terobosan pimpinan. Bagaimana DPR RI kita, harapan baru, Baleg baru ini memberikan terobosan terhadap terhadap perlindungan komoditas strategis ini," tutur Kholid.
Ia mengatakan landscape ekonomi politik global saat ini sudah berubah. Bila dahulu ideologi neoliberalisme dominan, tapi sekarang negara-negara maju menerapkan resource nasionalism.
"Dan kemarin ketika Cina membuat electric vehicle dengan produknya yang masih membanjiri pasar mobil listrik, Amerika Serikat menaikan tarifnya dari 25 persen menjadi 100 persen. Sebelumnya, Trump malah meninggalkan semua kesepakatan di WTO, dia bahkan membubarkan," katanya.
Kholid mengatakan Amerika Serikat sangat proteksionis dengan petani dan industri. Ia pun mendorong agar Indonesia mengubah landscape baru.
"Kalau hari ini masih berbicara tentang liberalisasi diregulasi dan sebagainya terkait konsep perdagangan internasional, sudah out of date, maka paradigma baru kita harusnya memiliki nasionalisme dalam bidang ekonomi," ungkapnya.
Kholid mendorong agar ekonomi ala Bung Hatta dihidupkan kembali yang berorientasi pada kerakyatan.
"Nasionalisme ekonomi itu harus terwujud dari regulasi dari policy dari undang-undang. Nasionalisme ekonomi yang diwariskan oleh Bung Hatta harus hidup kembali pada periode ini, dan itu yang harus kita perjuangkan bersama-sama," tutup Kholid.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi