Menuju konten utama

Sri Lanka Kerek Suku Bunga, Ada Dampaknya ke RI?

Krisis kenaikan suku bunga Sri Lanka tidak akan banyak berdampak pada tanah air.

Sri Lanka Kerek Suku Bunga, Ada Dampaknya ke RI?
Seseorang mengibarkan bendera Sri Lanka pada demonstrasi menuntut pembebasan untuk para demonstran yang ditahan polisi karena menghalangi pintu masuk ke Sekretariat Presiden Sri Lanka, di tengah krisis ekonomi negara tersebut, di Kolombo, Sri Lanka, Senin (20/6/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS /Dinuka Liyanawatte/hp/RAP)

tirto.id - Bank Sentral Sri Lanka menaikkan suku bunga fasilitas pinjaman berdiri (LKSLFR=ECI) sebesar 100 basis poin menjadi 15,50 persen pada Kamis (7/7/2022) waktu setempat. Kenaikan ini menjadi tertinggi sejak dua dekade terakhir.

Terkait hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan suku bunga di Sri Lanka menandakan negara berkembang saat ini sedang dalam tekanan berat. Namun, secara dampak belum terasa bagi Indonesia.

"Dampaknya secara langsung kecil [ke Indonesia]," ujarnya kepada Tirto, Jumat (8/7/2022).

Meski dampaknya kecil kenaikan suku bunga tersebut berujung pada persepsi risiko investor asing terhadap emerging market. Hal ini karena inflasi naik disertai kenaikan suku bunga adalah pertanda permintaan secara agregat alami kontraksi.

"Perlu kewaspadaan juga spillover effect Sri Lanka ke negara mitra dagang utama Indonesia terutama India, Pakistan dan Bangladesh," ujarnya.

Sementara itu dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE), Piter Abdullah menjelaskan Indonesia tidak memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan Sri Lanka. Baik di sektor keuangan maupun sektor perdagangan sehingga krisis kenaikan suku bunga negara tersebut tidak akan banyak berdampak pada tanah air.

"Tidak akan mengurangi ekspor Indonesia yang artinya tidak berdampak ke neraca perdagangan Indonesia," ungkap Piter.

Mengutip data ditjenpi.kemendag.go.id, perdagangan Indonesia-Sri Lanka tahun 2021 mencapai 433,2 juta dolar AS. Ekspor sebesar 379,9 juta dolar AS, impor sebesar 53,3 juta dolar AS dan surplus sebesar 326,5 juta dolar AS.

Produk ekspor utama Indonesia ke Sri Lanka 2021 diantaranya adalah : Coconut (Copra) Oil 70,6 juta dolar AS, Natural Rubber 32,7 juta dolar AS, Semi-finished Products of Iron or Non-Alloy Steel 30,1 juta dolar AS, Portland Cement 22,3 juta dolar AS, dan Unmanufactured Tobacco 16,9 juta dolar AS.

Sementara impor utama Indonesia dari Sri Lanka 2021 yakni Knitted or Crocheted Fabrics 5,1 juta dolar AS, Warp Knit Fabrics 4,6 juta dolar AS, Other Knitted or Crocheted Fabrics 4,6 juta dolar AS, Crustaceans, Molluscs 2,7 juta dolar AS, Brassieres Girdles, Corsets 2,6 juta dolar AS.

Sedangkan Investasi Sri Lanka di Indonesia pada tahun lalu terdiri dari lima proyek. Adapun nilainya hanya di bawah 1 juta dolar AS. Kemudian dari sisi utang, lanjut Piter, kondisi Indonesia jauh berbeda dengan Sri Lanka. Pengelolaan utang Indonesia dinilai cukup baik. Bahkan hal ini diakui oleh lembaga-lembaga internasional.

"Disiplin fiskal kita sangat terjaga, Indonesia tidak pernah bermasalah memenuhi kewajiban pembayaran cicilan bunga dan pokok utang," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral, P Nandalal Weerasinghe mengatakan, kenaikan suku bunga tersebut merespon kenaikan inflasi yang tak terkendali. Inflasi sudah menyentuh rekor tahun ke tahun sebesar 54,6 persen di Juni dan diperkirakan tembus 70 persen.

"Kami akan bekerja untuk mengelola inflasi sebanyak mungkin tetapi langkah-langkah lain seperti transfer tunai juga akan diperlukan untuk memberikan bantuan kepada orang miskin," katanya seperti dikutip Reuters, Jumat (8/6/2022).

Baca juga artikel terkait SRI LANKA BANGKRUT atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin