Menuju konten utama

Soal Blackout, Fahri: PLN Harus Akui Kesalahan Desain Listrik di RI

Soal pemadaman listrik di Jabodetabek, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta agar PLN mau mengakui adanya kesalahan pada desain kelistrikan di Indonesia.

Soal Blackout, Fahri: PLN Harus Akui Kesalahan Desain Listrik di RI
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan pembenahan agar tak terjadi lagi peristiwa padamnya listrik secara masif.

Menurut Fahri, yang harus difokuskan ke depannya adalah pembenahan pada sistem antisipasinya agar masyarakat tak menjadi korbannya.

"PLN harus menjelaskan sistem antisipasinya apabila ada hal ini masih terjadi di seluruh titik-titik Indonesia," ujar Fahri saat dihubungi, Senin (5/8/2019).

"Sehingga setiap kematian listrik tidak berakibat secara masif dan mengorbankan begitu banyak konsumen dan juga punya efek-efek yang sangat vital," imbuhnya.

PLN, kata Fahri, juga harus menjelaskan kepada masyarakat secara utuh agar tak terjadi kesalahpahaman dan masyarakat tetap tenang bila masih ada pemadaman listrik.

"Nah, jadi PLN harus menjelaskan apa yang terjadi yang lalu, menjelaskan apa yang sudah terjadi dalam hari-hari ini. Termasuk menjawab tentang kerugian yang dihadapi konsumen," ucap Fahri.

PLN, lanjutnya, juga harus berani mengakui adanya kesalahan pada desain kelistrikan yang ada di Indonesia. Sistem desain yang salah, menurut Fahri, akan berimbas pada distribusi listrik.

Peristiwa padamnya aliran listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang terjadi Minggu (4/8/2019) kemarin mulai pukul 11.48 WIB merupakan salah satu contoh buruknya sistem desain dan distribusi listrik di Indonesia saat ini.

Pasalnya, kerusakan penyebab blackout, kata PLN, adalah gangguan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV yang ada di Ungaran dan Pemalang, namun dampak besarnya justru terjadi di wilayah Jabodetabek.

"Kalau blackout terjadi secara masif karena sistemnya tidak otonom berbahaya sekali. Seharusnya pada titik bencana tertentu dia tidak menyebar sebagai sebab kematian listrik secara menyeluruh," tukasnya.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) awalnya mengatakan, penyebab listrik padam adalah karena gangguan pada gas turbin 1 sampai 6 di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cilegon, Banten dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin di Cilegon.

Namun pernyataan ini diralat. Penyebab blackout, kata PLN, adalah gangguan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran dan Pemalang.

Direktur Pengadaan Strategis 2 Djoko Raharjo Abumanan mengatakan, gangguan transmisi terjadi karena ada kelebihan beban listrik khususnya di Jakarta, Bekasi, dan Banten. Logikanya sama seperti listrik 'jetrek' di rumah.

Selama ini pasokan listrik di Jawa bagian Barat berasal dari tiga pembangkit, yakni pembangkit di Suralaya, Cilegon, dan Muara Karang, plus dari pembangkit di timur Jawa. SUTET Ungaran-Pemalang mengaliri listrik dari pembangkit dari timur Jawa Itu.

Gangguan pada SUTET di dua tempat itu menyebabkan transfer listrik dari timur ke barat Pulau Jawa mengalami kegagalan. Kegagalan ini pada akhirnya menyebabkan gangguan di seluruh pembangkit di sisi tengah dan barat Pulau Jawa.

"Ini langsung kolaps sistem yang ada di sebelahnya. Di beban ini kawatnya langsung turun tegangannya. Kalau dia turun, pembangkit-pembangkit di sisi barat langsung kolaps semua karena dia tidak seimbang," kata Djoko di Kantor PLN Pusat Pengatur Beban (P2B) Gandul, Depok, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019).

Baca juga artikel terkait MATI LISTRIK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno