Menuju konten utama

Simak, Ini Ketentuan Turunan UU HPP Klaster PPN dan PPnBM

Kemenkeu menerbitkan ketentuan-ketentuan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) klaster PPN barang dan jasa, serta PPnBM.

Konsumen melintas di antara mobil yang ada di dealer Auto2000 Sudirman, Menara Astra, Jakarta, Selasa (21/9/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan ketentuan-ketentuan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) klaster Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Ketentuan dan penyesuaian ini dilakukan seiring Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap PPN Barang dan Jasa dan PPnBM, Jumat (2/12/2022).

"Dengan telah diundangkannya UU HPP maka perlu dilakukan penyesuaian pengaturan PPN barang dan jasa serta PPnBM,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor dikutip dari Antara, Kamis (8/12/2022).

Ketentuan dan penyesuaian yang dilakukan yaitu mengenai tarif, cara menghitung. Kemudian penggunaan besaran tertentu serta penunjukan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.

Pengaturan dalam PP Nomor 44 Tahun 2022 dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama, substansi baru. Kedua, substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya yaitu PP Nomor 1 Tahun 2012. Ketiga, serta substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya.

Untuk substansi baru meliputi empat pokok penting. Pertama, mengenai pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM tertuang pada pasal 5.

Pihak lain yang dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antara pihak yang bertransaksi paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik.

Kemudian PPN atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM, walaupun melakukan transaksi dengan pemungut PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A tersebut.

Pokok kedua, substansi baru menyangkut pengaturan lebih lanjut terkait Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Meliputi pemberian cuma-cuma BKP/JKP tertera pada pasal 6.

Kemudian pada pasal 8 penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun non operasional. Pengaturan lebih lanjut terkait BKP atau JKP, tertulis pada pasal 10 juga termasuk pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur.

Kemudian pada pasal 12, penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang menyerahkannya. Lalu pada pasal 15, dijelaskan pokok penting ketiga substansi baru adalah pengaturan terkait penggunaan besaran tertentu.

Sementara itu, pada pasal 28 tertulis, pokok penting keempat yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya disamakan dengan faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak dokumen dibuat tidak diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.

Sementara untuk substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya terdapat pada pasal 4. Meliputi lima aspek yaitu aspek pertama mengenai pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

Aspek kedua yaitu terdapat pada pasal 6. Dijelaskan penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP yaitu meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Lalu pada pasal 9, penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang.

Sementara itu, aspek ketiga yaitu penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM terdapat pada pasal 17. Sedangkan aspek keempat terdapat pada pasal 17 ayat 2 yaitu penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan.

Pada pasal 21 dijelaskan aspek kelima dari substansi ini mengenai penentuan kurs menteri keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain rupiah. Untuk substansi terakhir dalam PP Nomor 44 Tahun 2022 yaitu yang tidak berubah dari PP sebelumnya meliputi pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Substansi yang tidak berubah juga tertera dalam pasal 8, mengenai pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP yang meliputi penyerahan JKP di dalam daerah pabean. Lalu pada pasal 13, pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham (Pasal 11) serta jenis barang dan jasa yang tidak dikenai PPN.

Tak hanya itu, substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya juga tentang pengaturan DPP PPN atau PPN dan PPnBM serta penghitungan PPN dan PPnBM terkait nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM.

Kemudian juga tentang penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan, hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut, tempat pengkreditan pajak masukan serta penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM.

Substansi terakhir yang tidak berubah sekaligus mengenai ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak. Faktur pajak dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak faktur pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak serta pengaturan lebih lanjut terkait PKP pedagang eceran.

Baca juga artikel terkait PPNBM

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Editor: Intan Umbari Prihatin
-->