tirto.id - Sastrawan Okky Madasari menghadiri sidang ketujuh gugatan Surat Keputusan (SK) Rektor Univesitas Sumatera Utara (USU) Nomor 1319/UN5.1.R/SK/KMS/2019 tentang pemecatan 18 Anggota Pers Mahasiswa Suara USU, pada Rabu (2/10/2019) lalu.
Ia hadir sebagai saksi ahli dari pihak penggugat untuk menyampaikan pandangannya terhadap cerpen yang dipermasalahkan Rektor USU Runtung Sitepi yang membikin 18 anggota pers mahasiswa Suara USU dipecat.
"Betul saya hadir. Jadi kemarin itu sidang ketujuh, saya sebagai saksi ahli dari pihak penggugat, dalam rangkaian sidang saya adalah saksi ahli pertama yang memberi kesaksian," kata Okky saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (3/10/2019) siang.
Okky mengaku menjadi saksi ahli dalam kapasitasnya sebagai penulis dengan sembilan karya sastra, juri berbagai penghargaan sastra dan lomba kepenulisan di Indonesia dan Singapura, dan juga terkait latar belakang pendidikan yang fokus pada sosiologi sastra untuk S2 dan cultural censorship untuk S3.
Dalam persidangan, Okky menjelaskan bahwa cerpen karya Yael Stefany Sinaga tidak mengandung pornografi seperti yang dituduhkan rektor. Ia menganggap cerpen tersebut adalah bagian dari ekspresi kreativitas dan ekspresi intelektual yang harus didasarkan pada kebebasan. "Kebebasan berekspresi tidak boleh diberangus, lebih-lebih oleh universitas," kata Okky.
"Saya jadi tahu banyak dokumen resminya. Seperti surat pemecatan rektor betul-betul mengatakan cerpen itu pornografi, jadi yang dituduhkan adalah tentang pornografinya. Saya dengan kapasitas saya, saya ingin menilai bahwa tidak ada pornografi dalam cerpen itu. Karena tujuan cerpen itu juga tak searah dengan seksualitas. Tidak untuk merangsang," kata Okky.
Okky juga mengaku sempat memeriksa berkas eksepsi pada sidang kedua dan ketiga. Ia mengaku dalam berkas tersebut para tergugat hanya memfokuskan pada diksi-diksi seperti "sperma" dan "memasukkan batang", bukan konteks besar cerita pendeknya.
"Padahal cerita utamanya bukan tentang itu. Namun hanya itu [diksi-diksi] yang mereka [tergugat] soroti. Dalam eksepsi juga ditulis bahwa cerpen lebih kepada curahan hati sang penulis, dan mengungkit-ungkit Suara USU periode sebelumnya yang sempat memberitakan isu LGBT," katanya.
Okky berencana akan menghadiri lagi sidang berikutnya pada Kamis (10/10/2019) mendatang karena belum selesainya keterangannya dalam sidang.
"Dari lubuk hati terdalam, saya berharap Rektor USU menyadari kekeliruannya dan segera menganulir surat keputusan yang dibuat agar sidang ini tidak perlu dilanjutkan. Tidak seharusnya perdebatan atas sebuah karya dilakukan di ruang sidang. Mari lanjutkan perdebatan itu di ruang kelas. Dukunglah mahasiswa berekspresi melalui karya. Rektor dan universitas seharusnya bangga memiliki mahasiswa-mahasiswa kreatif, kritis, dan pemberani seperti mereka," tulis Okky dalam Instagramnya yang diunggah Kamis pagi.
Sidang perdana atas gugatan Surat Keputusan (SK) Rektor Univesitas Sumatera Utara (USU) Nomor 1319/UN5.1.R/SK/KMS/2019 tentang pemecatan 18 Anggota Pers Mahasiswa Suara USU dilaksanakan pada 14 Agustus lalu. Sidang berlangsung berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sumatera Utara dengan agenda sidang pembacaan berkas.
Yael mengatakan, sejak keluarnya SK Rektor tersebut pada 25 Maret silam, Suara USU terus melakukan upaya agar SK tersebut dicabut. Tetapi tidak membuahkan hasil, hingga Suara USU menempuh jalur hukum.
Pada 5 Juli lalu, Yael Stefani dan Pemimpin Redaksi SUARA USU Widya Hastuti bersama Perhimpunan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) mengajukan gugatan ke PTUN.
Pengajuan gugatan ini ditempuh sebagai jalan akhir mengembalikan SK kepengurusan Suara USU 2019.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Widia Primastika