Menuju konten utama

Setya Novanto Tak Kooperatif dalam Sidang Bisa Dikenai Kasus Baru

Sikap Setya Novanto selama persidangan kemarin layak disangkakan melanggar pasal 21 UU Tipikor sebagai upaya merintangi proses peradilan.

Setya Novanto Tak Kooperatif dalam Sidang Bisa Dikenai Kasus Baru
Setya Novanto menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12/2017). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Sejumlah ahli hukum pidana dan pegiat antikorupsi merespons keras sikap terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dalam persidangan kemarin. Mereka menilai, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu tengah berupaya tidak kooperatif saat menghadapi sidang perdana kasusnya.

Setya Novanto menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan korupsi e-KTP, Rabu (13/12/2017). Sidang yang dijadwalkan digelar pukul 09.00 WIB itu sempat diskors dua kali karena Ketua DPR non-aktif sempat berkelit ketika Ketua Majelis Hakim Yanto menanyakan seputar identitasnya. Bahkan, mantan Bendahara Partai Golkar ini sempat mengaku sakit saat proses persidangan berlangsung.

Terkait sikap Setnov tersebut, sejumlah pihak sepakat suami Deisti A Tagor itu telah melakukan obstruction of justice (OJ) atau merintangi proses hukum yang berjalan. Novanto pun layak disangka melanggar pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagai upaya merintangi proses peradilan.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai KPK bisa menerbitkan penyelidikan baru terhadap Setya Novanto dengan dasar upaya menghalangi proses hukum dan memenuhi unsur pelanggaran pasal 21 UU Tipikor. Ia menilai, sikap Novanto selama ini telah masuk dalam kategori merintangi proses perkara seperti mangkir dalam pemeriksaan, pura-pura sakit saat diperiksa, hingga berusaha tidak kooperatif dalam persidangan dengan berdalih kurang sehat meskipun dinyatakan sehat saat diperiksa dokter.

"Itu rangkaian perbuatan menjadi alat bukti yang cukup untuk mengarahkan kalau dia menolak peradilan," kata Fickar saat dihubungi Tirto, Rabu (13/12/2017).

Fickar menilai, Setya Novanto tidak akan dikenakan pasal 21 apabila dirinya kooperatif. Menurut Fickar, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu sebaiknya mengikuti proses hukum dengan baik. Ia menilai, seorang tersangka maupun terdakwa masih dilindungi KUHAP apabila dirinya menolak status tersangka atau kooperatif saat pemeriksaan perdana dalam sidang dakwaan. Namun, langkah-langkah yang diambil Novanto selama ini mengarah pada upaya menghalangi penyidikan.

Hal senada juga diungkapkan peneliti ICW Lalola Ester. Senada dengan Fickar, Lola juga berpandangan bahwa Novanto sudah tidak beritikad baik dalam proses hukum yang berjalan. Ia melihat, ada upaya untuk mengganggu proses hukum yang berjalan.

"Itu sebenarnya nunjukin dia nggak punya itikad baik untuk melanjutkan proses hukum dan itu seharusnya dibaca sebagai satu upaya untuk menindak pembacaan dakwaan hari ini karena besok putusan praperadilan," kata Lola saat dihubungi Tirto, Rabu (13/12/2017).

Lola menilai, sikap Novanto dari proses penyelidikan hingga saat menjalani persidangan sudah memenuhi unsur “obstruction of justice”. Namun, menurut peneliti ICW ini, obstruction of justice perlu dilihat waktunya. Dalam runut perkara Novanto, ada dua contoh yang diteliti lebih jauh yakni kecelakaan Novanto dan aksi pura-pura sakit Novanto dalam persidangan.

Kecelakaan Novanto terjadi pada saat proses penyidikan perkara sementara aksi pura-pura sakit Novanto terjadi di persidangan. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan Novanto bisa dikenakan pasal 21 UU Tipikor dua kali.

"Bisa (disangka pasal 21 dua kali). Makanya tergantung KPK nanti konstruksinya gimana. Meskipun menurut pandangan saya sebaiknya dipisahkan karena dia pengaruh nanti kalau misalnya proses penyidikan apa OJ-nya dan penuntutan apa OJ-nya," kata Lola.

Lola menambahkan, langkah Novanto pun juga bisa dijadikan sebagian pertimbangan vonis hakim. Ia berharap hakim bisa memperberat vonis Novanto akibat sikapnya di persidangan.

Sementara itu, KPK sudah memantau terus sikap Setya Novanto. Mereka akan melihat perkembangan perilaku Ketua DPR non-aktif selama persidangan kasus KTP elektronik berlangsung. Namun, KPK belum bersedia menentukan sikap untuk menyangkakan pasal 21 pada mantan Bendahara Umum Partai Golkar.

"Kita tidak boleh marah, dendam. Ini meja pengadilan harus dihadapi dengan sabar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi Tirto, Rabu (13/12/2017).

"Kita fokus dulu pada pokok kasusnya. Semua orang-orang bisa insyaf kapan saja," tutur Saut.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri