Menuju konten utama

Seto Mulyadi: RUU Kesehatan Belum Lindungi Anak dari Iklan Rokok

LPAI menilai RUU Kesehatan belum secara tegas mengatur larangan promosi, iklan dan sponsor rokok.

Seto Mulyadi: RUU Kesehatan Belum Lindungi Anak dari Iklan Rokok
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang dikenal Kak Seto berpose usai wawancara khusus di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU

tirto.id - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR RI, belum komprehensif dalam melindungi anak dari paparan promosi, iklan dan sponsor rokok.

“Anak masih rentan menjadi target industri rokok dengan tersebarnya iklan rokok di mana-mana, promosi rokok yang menargetkan anak-anak,” kata Seto dalam konferensi pers daring, Jumat (14/4/2023).

Seto menyatakan RUU Kesehatan memang mengatur rokok sebagai zat adiktif dalam dalam Pasal 154 dan 158. Namun, belum secara tegas mengatur larangan promosi, iklan dan sponsor rokok.

“Mohon dipastikan aturan yang tegas mengenai hal tersebut. Dengan RUU Omnibus Law Kesehatan ini kami berharap pemerintah mengatur pembatasan, pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di Indonesia demi kepentingan terbaik masyarakat dan juga anak-anak Indonesia,” jelas Seto.

Seto menilai implementasi pengawasan rokok terutama dalam regulasi kawasan tanpa rokok (KTR) di daerah juga perlu menjadi perhatian bersama. Ia menyatakan rokok begitu rentan terpapar pada anak-anak dan memberikan dampak yang buruk.

“Oleh karena itu, betapa pentingnya kita untuk memahami bahwa rokok itu sangat memberikan dampak yang buruk kepada anak bahkan sejak masih dalam kandungan. Stunting adalah salah satu bahaya nyata yang dapat kita lihat,” tambah Seto.

Sementara itu, Perwakilan Duta Anak Nasional 2022 Alya Eka Khairunnisa, menyatakan iklan dan promosi serta sponsor rokok sangat dekat ditemukan di sekitar anak-anak. Pengawasan pada rokok menurutnya masih kurang tegas sehingga, paparan rokok pada anak di lapangan masih terus terjadi.

“Untuk menjadi generasi yang diharapkan, kami butuh kesehatan juga kesempatan. Bukan dininabobokan candu industri racun berbahaya. Diendapkan, mati tanpa suara,” tegas Alya.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi perokok anak usia 10 – 18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018). Angka ini tidak sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan Pemerintah, agar dapat menurunkan angka prevalensi perokok anak sebesar 5,4% (2015-2019).

Mewakili Komnas Pengendalian Tembakau, Tubagus Haryo Karbyanto menyampaikan jika Indonesia ingin mencapai generasi emas 2045, maka Pemerintah perlu hadir dalam membenahi masalah perokok anak dengan serius.

“Yaitu dengan melakukan pelarangan secara komprehensif iklan, promosi dan sponsor zat adiktif rokok dan memasukkannya dalam RUU Kesehatan yang sekarang sedang dibahas. Jika tidak maka pada 2045 kita akan memanen generasi cemas yang sakit-sakitan,” tegas Tubagus.

Baca juga artikel terkait RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri