tirto.id - Ketua Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI) Ronida menyebutkan, predatory pricing atau banting harga yang dilakukan pabrik semen merek BUMN Cina, CONCH sudah membuat PT Holcim Indonesia gulung tikar.
Tak hanya itu, dalam waktu dekat salah satu pabrik semen di kawasan Sulawesi juga akan mengalami hal serupa. Sehingga diperkirakan akan ada dua pabrik semen besar yang sudah terkena dampak dari persaingan tak sehat semen produksi Cina.
"Yang di Sulawesi itu berpotensi [bangkrut]. Karena sudah ada PHK, kemudian gajinya juga sudah mulai terhambat. Kita enggak tahu sudah berapa banyak, karena mereka bukan anggota kita. Kebetulan perusahaan ini belum menjadi anggota di federasi kita," kata dia di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).
Ia mengatakan, beberapa kondisi soal PHK dan telat membayar gaji sudah terjadi pada perusahaan semen yang ada di Sulawesi tersebut.
Ronida tidak menyebutkan secara spesifik pabrik mana yang tengah bermasalah tersebut, namun ia menyebutkan inisial persuashaan semen tersebut berinisial BW.
"Ya, kan, bisa dicari ya. Wilayah situ inisial BW. Sudah ada PHK kemudian proses gaji juga sudah mulai tersendat. Saya dengar kondisinya sudah dari tahun lalu," kata dia.
Ada indikasi pabrik semen yang disebut BW tersebut adalah PT Semen Bosowa yang ada di Maros Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Semen se-Indonesia bersama anggota DPR RI terpilih 2019-2024 Andre Rosiade memberikan laporan berupa berkas untuk meminta KPPU segera melakukan penyelidikan dugaan predatory pricing yang dilakukan pabrik semen merek BUMN Cina, CONCH, Senin (26/8/2019) siang.
Kapasitas produksi pabrik semen mencapai 110 juta ton per tahun, sementara konsumsi semen hanya 75 juta ton per tahun.
Produk semen pun menjadi kelebihan pasokan. Menurut Andre, dengan kapasitas berlebih mencapai 35 juta ton per tahun, Indonesia tidak perlu membangun pabrik semen baru sampai 2030.
Kondisi ini kemudian yang membuat sejumlah pabrik semen lokal tidak mengoperasikan semua pabriknya.
Andre menambahkan, dugaan predatory pricing semen prinsipal merek China terjadi terlihat dari penjualan semen yang dihargai lebih murah dari semen lokal di pasaran.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dhita Koesno