Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Teori Waisya: Kelebihan, Kelemahan, & Tokoh Pencetusnya

Apa kelebihan, kelemahan, dan tokoh pencetus Teori Waisya dalam sejarah masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara?

Sejarah Teori Waisya: Kelebihan, Kelemahan, & Tokoh Pencetusnya
Prasasti Peninggalan sejarah Kerajaan Tarumanegara, salah satu kerajaan Hindu yang pernah ada di Nusantara. wikimedia commons/free

tirto.id - Terdapat beberapa teori dalam sejarah dan proses masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara atau yang kemudian dikenal dengan nama Indonesia. Salah satunya adalah Teori Waisya. Lantas, apa kelebihan dan kelemahan serta tokoh-tokoh pencetus atau pendukung Teori Waisya?

Selain Teori Waisya, masih terdapat sejumlah teori lain terkait masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia, yaitu Teori Brahmana, Teori Ksatria, Teori Sudra, dan Teori Arus-Balik. Teori-teori masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara ini dibagi menurut jenisnya, yakni cara aktif dan pasif.

Teori menggunakan cara aktif diartikan bahwa orang Nusantara berangkat ke India melalui jalur maritim dan belajar agama Hindu-Buddha di sana, kemudian menyebarkannya secara aktif di Nusantara. Teori dengan cara aktif ini yang nantinya menjadi latar belakang munculnya Teori Arus-Balik.

Sementara teori dengan cara pasif memiliki pengertian bahwa agama Hindu-Buddha disebarkan di Nusantara melalui orang-orang India atau bangsa lain yang datang ke Nusantara. Penyebaran agama Hindu-Buddha menggunakan cara-cara pasif inilah yang menyebabkan munculnya Teori Brahmana, Ksatria, dan Waisya.

Sejarah dan Penjelasan Teori Waisya: Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Nusantara

Seperti diketahui, dalam ajaran agama Hindu dikenal pembagian kasta dalam strata sosial masyarakatnya. Pembagian kasta tersebut meliputi:

  • Kasta Brahmana: Terdiri dari orang-orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang spiritual atau keagamaan, seperti brahmana, pendeta, resi, guru, dan tokoh terhormat lainnya.
  • Kasta Ksatria: Terdiri dari orang-orang yang berkiprah di bidang pemerintahan atau kemiliteran, seperti raja, keluarga kerajaan, pejabat istana, bangsawan, prajurit, dan sejenisnya.
  • Kasta Waisya: Terdiri dari orang-orang yang telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri di luar pemerintahan, misalnya pedagang, petani, nelayan, pengrajin, atau buruh kelas menengah, dan seterusnya.
  • Kasta Sudra: Terdiri dari orang-orang yang bekerja untuk melayani ketiga kasta di atas atau kaum pekerja kasar, seperti kuli, pembantu, buruh tani, buruh nelayan, buruh rendahan, dan seterusnya.

Dengan demikian, Teori Waisya meyakini bahwa penyebaran ágama Hindu-Buddha ke Nusantara dibawa oleh orang-orang India dari Kasta Waisya. Dengan kata lain, orang-orang India dari kasta Waisya, terutama pedagang, memiliki peran utama dalam melakukan penyebaran ágama Hindu-Buddha di Nusantara.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia: Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia terbitan Kemendikbud (2020), Teori Waisya memberikan peranan utama kepada kaum saudagar asing yang berdagang hingga ke wilayah Nusantara sekaligus menyebarkan ajaran agama Hindu atau Buddha.

Para pedagang dari India yang menjalankan aktivitas niaganya di Nusantara kemudian menjalin relasi dengan kerajaan-kerajaan di wilayah-wilayah yang mereka singgahi. Kaum saudagar ini membawa hadiah berupa barang-barang mewah sehingga mendapatkan jaminan keamanan dan kepercayaan dari raja setempat.

Di samping melakukan kegiatan niaga, para pedagang dari golongan Waisya ini juga menyebarkan ajaran agama Hindu-Buddha kepada masyarakat di berbagai tempat. Interaksi yang cukup intens dengan masyarakat setempat, serta dukungan dari kerajaan, membuat agama Hindu-Buddha lebih mudah diterima.

Kaum saudagar asing tersebut seringkali menetap cukup lama di Nusantara untuk menghabiskan barang dagangan sekaligus menunggu musim yang baik untuk berlayar pulang. Maka, tidak mengherankan jika di sejumlah daerah di Indonesia banyak dijumpai perkampungan India.

Tokoh Pendukung dan Pencetus Teori Waisya

Tokoh peneliti yang diyakini sebagai pencetus sekaligus pendukung utama Teori Waisya terkait masuknya ajaran agama Hindu-Buddha ke Nusantara atau Indonesia adalah Nicolaas Johannes (N.J.) Krom.

Dikutip dari buku berjudul Silang Budaya Lokal dan Hindu-Buddha karya Nur Khosiah (2017), N.J. Krom mengajukan hipotesis yang memberikan peran kepada para pedagang bahwa kaum Waisya inilah yang merupakan golongan terbesar di antara orang-orang India yang datang ke Nusantara.

N.J. Krom kemudian mencetuskan Teori Waisya sebagai antitesis dari munculnya Teori Ksatria terkait masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara. Pendapat yang menyatakan bahwa kaum ksatria adalah golongan yang paling besar ke Nusantara (misalnya melalui penaklukan atau peperangan) disangkal oleh N.J. Krom.

Disampaikan pula oleh N.J. Krom bahwa tidak mungkin masyarakat Nusantara hidup di bawah tekanan seperti yang digambarkan dalam Teori Ksatria. Hal ini mengingat unsur Nusantara dalam budaya yang dihasilkan atas kehadiran ajaran Hindu-Buddha sangat jelas.

Masyarakat lokal, menurut N.J. Krom, ikut berperan aktif dalam proses pembentukan budaya Hindu-Buddha di berbagai wilayah di Nusantara sehingga ajaran dua agama dari India itu dapat beradaptasi, berakulturasi, serta diterima dengan baik.

Teori yang dicetuskan N.J. Krom mendapat dukungan dari Godfried Horiowald Von Faber kendati tokoh ini sebenarnya merupakan pencetus teori lainnya yakni Teori Sudra. Menurut Von Vaber, situasi kurang kondusif yang terjadi di India menyebabkan golongan Sudra menjadi orang-orang buangan.

Orang-orang dari golongan Sudra, yang sebagian besar merupakan bekerja untuk kaum Waisya, kemudian meninggalkan India dan mengikuti tuan mereka ke Nusantara. Golongan Sudra selanjutnya memberikan andil besar terhadap penyebaran budaya Hindu-Buddha di Nusantara menjadi lebih luas lagi.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Waisya

Selain memiliki kelebihan berkat dasar yang kuat, Teori Waisya terkait dengan masuknya ajaran Hindu dan Buddha ke Nusantara juga memiliki kekurangan. Salah satu kelebihan Teori Waisya adalah mendapat banyak dukungan kalangan peneliti atau sejarawan.

Kelebihan lainnya yaitu bahwa orang-orang dari Kasta Waisya memiliki pendekatan dan keluwesan untuk berbaur dengan masyarakat lokal, serta untuk memikat hati raja-raja atau kaum bangsawan, sehingga ajaran Hindu-Buddha dengan lebih mudah diterima.

Sedangkan kekurangan dalam Teori Waisya, seperti disampaikan Desi Fajarwati dalam Keesaan Tuhan dalam Perspektif Pancasila dan Agama-agama di Indonesia (2018), bahwa tidak banyak dari kaum pedagang yang menguasai kitab suci agama Hindu maupun Buddha.

Walaupun orang-orang dari Kasta waisya memiliki pemahaman terkait ágama Hindu atau Buddha, namun para penentang teori ini berpendapat bahwa pengetahuan agama yang terbatas itu tidak akan memberikan pengaruh kuat terhadap masyarakat lokal di Nusantara.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya