tirto.id - Ribuan tahun sebelum Masehi di India tepatnya di Lembah Sungai Indus telah berkembang dua kebudayaan besar, yakni Mahenjodaro dan Harappa.
Dua kebudayaan tersebut dikembangkan oleh suatu bangsa yang dikenal dengan bangsa Dravida.
Dalam perkembangannya, sekitar tahun 1500 SM bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah datang ke Lembah Sungai Indus dengan membawa peradabannya. Saat itu, bangsa Arya membawa pengaruh bahasa, tulisan, teknologi, dan sistem kepercayaan.
Seiring berjalannya waktu, kedua bangsa yang telah hidup bersama melahirkan sebuah sistem kepercayaan yang disebut dengan Hindu.
Kelahiran agama Hindu dapat dikatakan sebagai bentuk percampuran kepercayaan bangsa Dravida dan Arya.
Kemudian, agama Hindu menyebarluas dan terus berkembang di India. Memasuki tahun 500 SM, saat itu berkembang kerajaan-kerajaan Hindu di India.
Salah satu kerajaan yang ada ialah Kerajaan Kapilawastu yang dipimpin oleh Raja Suddhodana. Ia memiliki seorang putra bernama Sidharta Gautama.
Sidharta yang saat itu merasa hidupnya terlalu mewah di dalam istana memutuskan untuk melakukan pertapaan.
Melalui pertapaan tersebut ia mendapat wahyu untuk menyebarkan agama Buddha di India. Sebagai seorang yang mengajarkan dan menyebarluaskan agama Buddha, ia pun dikenal dengan sebutan Buddha Gautama.
Agama Hindu dan Buddha kemudian tersebar luas ke berbagai negara, terutama ke negara-negara belahan Timur termasuk Indonesia.
Masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia tidak belum diketahui secara pasti. Namun, Sudrajat dalam Sejarah Indonesia Masa Hindu Buddha (2012: 3), menyebutkan masuknya Hindu Buddha ke Indonesia mengacu pada penemun prasasti Yupa di Kalimantan Timur tahun 400 M.
Dalam prasasti itu dijelaskan bahwa agama Hindu Buddha telah berkembang di Kalimantan Timur.
Masuknya agama Hindu Buddha di Indonesia diketahui melalui beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli, seperti teori Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Arus Balik.
Tiga teori awal dikenal dengan sebutan penyebaran agama Hindu Buddha ke Indonesia secara pasif, sedangkan teori Arus Balik disebut sebagai teori penyebaran agama Hindu Buddha ke Indonesia secara aktif.
Mengutip laman e-Modul Kemdikbud, teori Arus balik menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama dari orang asing yang datang.
Mereka juga aktif mencari pengetahuan di tanah asal agama hindu dan setelah lulus mereka kembali ke Indonesia untuk berbagi pengetahuan.
Teori Arus Balik, mengatakan bahwa yang telah berperan dalam menyebarkan Hindu di Indonesia adalah orang Indonesia sendiri.
Mereka adalah orang yang pernah berkunjung ke India untuk mempelajari agama Hindu dan Buddha. Di pengembaraan mereka mendirikan sebuah organisasi yang sering disebut sanggha.
Setelah kembali di Indonesia, akhirnya mereka menyebarkan kembali ajaran yang telah mereka dapatkan di India.
Lantas, bagaimana penyebaran agama Hindu Buddha berdasarkan teori Arus Balik? Berikut penjelasannya.
Sejarah Teori Arus Balik
Teori Arus Balik menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu di Indonesia adalah orang Indonesia sendiri, dikutip dari Nur Khosiah dalam Silang Budaya Lokal dan Hindu Buddha (2017: 11).
Masyarakat Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama Hindu dari orang asing yang datang atau membawa agama tersebut.
Mereka juga aktif mencari pengetahuan agama tersebut di tanah lahirnya agama Hindu. Sudrajat menyebutkan, saat itu orang-orang Indonesia mulanya diundang atau datang sendiri untuk mempelajari agama Hindu.
Setelah menguasai agama Hindu, mereka akan kembali ke Indonesia dan menyebarkan pengaruh agama tersebut di Indonesia.
Sudrajat juga menyebutkan, penyebaran agama Hindu berdasarkan teori Arus Balik ini lebih efektif dan dapat diterima.
Hal ini dikarenakan, orang-orang Indonesia jauh lebih memahami kondisi sosial dan adat istiadatnya, sehingga penyebaran agama tersebut dapat berjalan lebih cepat dan mudah.
Tokoh Pencetus Teori Arus Balik
Teori Arus Balik dicetuskan oleh FDK Bosch, ia berpendapat bahwa dalam proses penyebaran agama hindu, orang-orang Indonesia memiliki peranan aktif.
Opininya dikuatkan dengan penemuannya mengenai elemen-elemen kebudayaan India yang ada dalam budaya Indonesia.
Dikutip dari laman museumnusantara.com, FDK Bosch lahir di Transvaal, Afrika Selatan pada tanggal 17 Juni 1887.
Hubungannya dengan Nusantara dimulai pada tahun 1914, setelah memperoleh gelar PhD di bawah bimbingan J. Ph. Vogel, ia direkomendasikan menjadi asisten arkeolog pada Oudheidkundige Dienst atau Jawatan Kepurbakalaan di Batavia.
Sejak saat itu, ia pun mulai fokus terhadap penelitian yang berkaitan dengan sejarah Hindia Belanda maupun sejarah kuno Asia Tenggara.
Dalam perjalanannya sebagai akademisi banyak karya yang telah dihasilkannya. Ia pun meninggal pada 20 Juli 1968 dan dimakamkan di Leiden, Belanda.
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Yandri Daniel Damaledo