Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Provinsi Jawa Tengah dan Alasan HUT Berubah 19 Agustus

Apa alasan HUT Jawa Tengah berubah menjadi menjadi 19? Berikut sejarah provinsi dan penjelasannya.

Sejarah Provinsi Jawa Tengah dan Alasan HUT Berubah 19 Agustus
Lawang Sewu, salah satu bangunan bersejarah yang terletak di seberang Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) memutuskan bahwa hari ulang tahun (HUT) Jateng berubah menjadi tanggal 19 Agustus.

Keputusan perubahan tanggal HUT Jateng diresmikan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan DPRD Provinsi Jateng pada 19 Juni 2023.

Alasan mengapa HUT Jateng berubah menjadi tanggal 19 Agustus berkaitan dengan peristiwa sejarah provinsi tersebut. Peristiwa sejarah yang dikaitkan dengan perubahan ini adalah sejarah pengangkatan Gubernur Jateng yang pertama.

Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2004 hari lahir Provinsi Jateng adalah 15 Agustus 1950. Jika dihitung berdasarkan Perda terdahulu usia Jateng baru 73 tahun pada 2023.

Namun, menyusul ditetapkannya Perubahan Propemperda Nomor 7 Tahun 2004, hari lahir Jateng tersebut tak lagi berlaku. Pemprov Jateng sepakat bahwa hari lahir Jateng bertepatan dengan tanggal 19 Agustus 1945.

Melalui penetapan tanggal yang baru ini, usia Jateng resmi bertambah 5 tahun menjadi 78 tahun pada 2023.

“Hari Jadi Jawa Tengah berubah dari tanggal 15 Agustus menjadi 19 Agustus, maka besok ulang tahun berbeda,” kata Ganjar usai Rapat Paripurna Masa Sidang Ketiga DPRD Jateng di Semarang, seperti yang dikutip dari rilis Pemprov Jateng, Jumat (18/8/2023).

Kenapa Hari Jadi Jateng Berubah 19 Agustus?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada alasan sejarah yang mendasari perubahan tanggal HUT Jateng dari 15 Agustus menjadi 19 Agustus.

Menurut Ganjar Pranowo, berdasarkan penelusuran sejarah hari lahir Jateng bersamaan dengan hari lahir Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim), yaitu pada 1945.

“Kenapa dalam Perda No 7/2004, Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah adalah 15 Agustus 1950. Lebih muda Jateng dibanding 'saudara' di Jabar maupun Jatim," katanya seperti yang dikutip dari Antara.

Hal inilah yang menyebabkan Pemprov melakukan pemeriksaan ulang terkait sejarah hari lahir Jateng penentu HUT yang sebenarnya.

Ditambah, acuan peristiwa kelahiran Jateng, yaitu pengangkatan Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro sebagai gubernur, juga terjadi pada 1945.

Awalnya, berdasarkan dokumen lama Sejarah Hari Singkat Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah yang diterbitkan oleh Pemprov Jateng, Pandji Soeroso menjabat sebagai Gubernur sejak 5 September 1945.

Namun, belakangan diketahui bahwa pengangkatan Pandji Soeroso sebagai Gubernur Pertama Jateng jatuh pada 19 Agustus 1945.

"Kalau membaca sejarah pengangkatan Gubernur Pertama Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro itu pada 19 Agustus 1945. Ini perlu diluruskan,” lanjut Ganjar.

Menyusul temuan itu, Pemerintah RI mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 11/2023 itu ditetapkan bahwa tanggal 19 Agustus ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Tengah.

Gubernur Jateng hadiri Festival Bunga Bandungan 2023

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (kiri) menyapa warga saat mengikuti Karnaval Festival Bunga Bandungan 2023 di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (13/8/2023). ANTARA FOTO/Aji Styawan/nz.

Sejarah Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah atau Jateng merupakan provinsi yang terletak tepat di tengah Pulau Jawa, berbatasan langsung dengan Provinsi Jabar, Jatim, dan DI Yogyakarta.

Sejarah provinsi ini sudah berlangsung sejak zaman prasejarah. Berikut ini catatan sejarah Provinsi Jateng sejak zaman prasejarah, era dinasti Hindu-Buddha, masa Kerajaan Islam, masa penjajahan, hingga akhirnya merdeka:

1. Sejarah Provinsi Jawa Tengah masa Prasejarah

Kehidupan di Provinsi Jateng diperkirakan sudah berlangsung sejak zaman prasejarah. Hal ini dibuktikan lewat temuan berbagai bukti kehidupan prasejarah di situs Sangiran yang terletak di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Situs Sangiran diketahui menjadi lokasi ditemukannya banyak bukti prasejarah, seperti fosil manusia, binatang purba, dan bekas-bekas kebudayaan kuno manusia di wilayah tersebut.

Menurut Moh. Oemar, dkk dalam Sejarah Daerah Jawa Tengah (1994) para ilmuwan yakin bahwa Provinsi Jateng sudah dihuni oleh manusia sejak awal abad ke-8 Masehi atau di zaman paleolitikum (zaman batu tua).

Kendati demikian, belum ada kejelasan terkait siapa suku bangsa yang pertama kali mendiami wilayah ini. Namun, yang jelas para ahli percaya bahwa suku bangsa tersebut 600.000 tahun yang lalu mendiami wilayah sekitar sungai Bengawan Solo.

Dugaan sementara manusia yang mendiami wilayah Jawa Tengah pertama kali adalah pithecanthropus erectus. Fosil manusia purba ini ditemukan pertama kali oleh peneliti asal Belanda, Eugene Dubois di dekat Trinil, Jatim.

Meskipun berbeda Provinsi, situs Trinil lokasinya tak jauh dari Sangiran dan lokasi temuan fosil tersebut masih di sekitar aliran sungai Bengawan Solo.

Temuan fosil pithecanthropus erectus memperkuat dugaan peneliti bahwa sosok inilah yang pertama kali mendiami Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah.

2. Sejarah Provinsi Jawa Tengah masa Kerajaan Hindu-Buddha

Catatan sejarah Provinsi Jateng juga diwarnai pengaruh kerajaan Hindu-Buddha. Ini dibuktikan lewat temuan berbagai prasasti, bangunan sejarah, hingga candi di berbagai wilayah Jateng.

Sumijati Armosudiro, dkk. dalam Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya (2008) ada dua asumsi terkait siapa yang menempati wilayah Jateng pada masa Hindu-Buddha.

Asumsi pertama menyebut bahwa ada dua dinasti yang menempati Jawa Tengah selama pengaruh Hindu-Buddha. Kedua dinasti yang dimaksud termasuk Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra.

Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra merupakan pecahan dari Mataram Kuno. Dinasti Sanjaya merupakan kerajaan Hindu yang memimpin di wilayah Jateng bagian utara, sedangkan Syailendra beraliran Buddha yang memimpin di Jateng bagian selatan.

Menurut Armosudiro, dkk. asumsi ini berdasarkan temuan dua prasasti peninggalan Syailendra dan Sanjaya di wilayah Jateng. Prasasti pertama adalah prasasti Kalasan yang merupakan peninggalan Wangsa Sanjaya tertanggal tahun 778 M.

Sedangkan, di wilayah Jateng juga ditemukan beberap Prasasti yang menyebut nama raja-raja keturunan Syailendra, seperti prasasti Abhayagiriwihara 792 M, prasasti Kelurak 782 M, hingga prasasti Kayumwungan 824 M.

Sementara itu, asumsi kedua diungkapkan oleh sejarawan Boechari. Ia percaya bahwa dinasti yang menempati Provinsi Jateng hanya dinasti Syailendra. Hal ini merujuk temuan candi-candi di wilayah Jateng dipengaruhi kebudayaan Buddha.

3. Sejarah Provinsi Jawa Tengah masa Kerajaan Islam

Setelah masa Hindu-Buddha, wilayah Jawa Tengah mulai dipengaruhi kebudayaan Islam. Masuknya Islam di Jateng diduga berlangsung bersamaan dengan berdirinya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Adapun pusat Kesultanan Demak terletak di daerah Bintara, yang ada di muara Sungai Demak. Raja pertama Kesultanan Demak bernama Reden Patah.

Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Islam berkembang pesat di tanah Jawa karena menjadi tempat dakwah para Wali Songo. Pada masa kejayaan Kesultanan Demak, wilayah Jawa Tengah unggul dari sektor perdagangan.

Kesultanan Demak berhasil menguasai Bergota, sebuah pelabuhan milik kerajaan Mataran Kuno yang berada di antara Demak dan Jepara. Melalui pelabuhan ini, aktivitas ekspor impor wilayah Jateng berkembang pesat.

Hal ini turut menarik minat Portugis untuk membuka aktivitas perdagangan di wilayah Malaka, termasuk Demak. Sayangnya, kedatangan Portugis justru diiringi dengan perang yang menewaskan Pati Unus, alias Pangeran Sabrang Lor.

Kesultanan Demak juga runtuh akibat intrik politik yang melibatkan para petingginya sehingga terjadi pemberontakan antar internal kerajaan.

Bukti bahwa masa Kerajaan Islam pernah mendiami wilayah Jawa Tengah dapat terlihat dari arsitektur bangunan kuno dan berdirinya banyak masjid di wilayah tersebut.

4. Sejarah Provinsi Jawa Tengah masa penjajahan

Usai runtuhnya Dinasti Hindu-Buddha dan Kesultanan Islam, wilayah Jateng dijajah oleh bangsa Eropa. Dikutip dari situs Pemprov Jateng, penjajah mulai datang ke Indonesia, termasuk wilayah Jateng pada abad ke-16.

Pada saat itu, wilayah Jateng masih dipimpin oleh Kerajaan Mataram Islam. Namun, kedatangan Belanda menyebabkan perselisihan di antara internal kerajaan sehingga terjadi perpecahan.

Berdasarkan Perjanjian Gianti tahun 1755, Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Kraton Kasunanan di Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta.

Sejak saat itu, Kerajaan Mataram perlahan-lahan kehilangan pengaruhnya sehingga kepemimpinan tertinggi dipegang oleh Belanda.

Selama masa pemerintahan Belanda, jalur transportasi dan perdagangan Indonesia, termasuk Jateng dibuka secara luas. Belanda menjadikan Pelabuhan Semarang sebagai jaringan perdagangan internasional hingga ke Tiongkok dan Eropa.

Jumlah pendatang ke wilayah Jawa pun semakin banyak, mulai dari bangsa Tiongkok, Arab, hingga India. Penjajahan Belanda berlangsung selama ratusan tahun, hingga akhirnya Belanda diusir oleh Jepang pada 1942.

Sejak saat itu, Jateng dipimpin oleh pemerintahan Jepang hingga Perang Dunia II berakhir pada 1945.

5. Sejarah Provinsi Jawa Tengah setelah kemerdekaan

Usai pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, Pemerintah RI mengangkat Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro sebagai Gubernur Pertama Jateng.

Setelah kemerdekaan, wilayah Jateng masih belum stabil sepenuhnya. Bahkan masih di tahun yang sama, rakyat Jateng masih harus berjuang melawan serangan dari tentara Jepang yang masih ingin menaruh pengaruh di Jateng.

Peristiwa bersejarah pasca-kemerdekaan di Jateng salah satunya Pertempuran Lima Hari Semarang. Pertempuran tersebut menewaskan ribuan rakyat Semarang.

Ada juga peristiwa Pertempuran Ambarawa yang terjadi ketika rakyat Indonesia melawan pasukan Inggris. Pertempuran yang terjadi selama Oktober hingga Desember 1945 itu menewaskan 2.000 tentara Indonesia dan 100 tentara Inggris.

Usai kondisi Indonesia lebih kondusif, pada 1950 Pemerintah RI melakukan pemekaran pada setiap provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Tengah.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1950, Jateng ditetapkan sebagai Provinsi dengan yang terdiri dari 29 Kabupaten, 6 Kota, 537 Kecamatan, 759 Kelurahan, dan 7.809 Desa.

Baca juga artikel terkait SELEKSI MANDIRI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dhita Koesno