tirto.id - Amerika Serikat (AS) pernah mengalami depresi besar atau the great depression (malaise) pada 1929 hingga 1939. Depresi tersebut merupakan yang terpanjang dan paling parah dalam sejarah industri Barat.
Dampak depresi besar ini memicu kehancuran pasar saham dan PHK besar-besaran. Pada masa ini tingkat pengangguran sangat tinggi dan tunawisma di mana-mana.
Depresi ekonomi merupakan periode kemerosotan ekonomi yang parah dan panjang sehingga berdampak pada beberapa negara secara bersamaan. Menurut Forbes depresi ekonomi memang jarang terjadi pada suatu negara, namun jika terjadi akan berdampak sangat besar.
Sejarah Depresi Besar atau Krisis Malaise di AS
Melansir Bussines Insider periode malaise terjadi ketika AS mulai memobilisasi untuk Perang Dunia II. Sebelumnya, antara tahun 1922 hingga 1929 produk nasional bruto (PDB) AS tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata 4,7 persen dan pengangguran turun menjadi 3,2 persen.
Total kekayaan di AS naik menjadi dua kali lipat, meskipun yang sebagian besar dipengaruhi oleh orang-orang terkaya. Masyarakat AS juga mulai berinvestasi secara besar-besaran.
Para konsumen berbelanja di luar kemampuan mereka dan perusahaan memproduksi secara berlebihan untuk memenuhi permintaan. Jutaan lapangan pekerjaan dibuat untuk memenuhi kebutuhan perang.
Lembaga keuangan menjadi sangat aktif, khususnya dalam spekulasi pasar saham. Hal ini memicu banyak kasus di mana lembaga menciptakan anak perusahaan yang menawarkan sekuritasnya sendiri. Pialang diam-diam menjual sahamnya dan terjadi konflik kepentingan yang sangat jelas.
Kemudian, pada Kamis, 24 Oktober 1929 terjadi peristiwa "Kamis Hitam" (Black Thursday). Ketika pasar saham dibuka sudah terjadi penurunan 11 persen yang memicu penjualan panik dari para investor.
Hal itu diperburuk karena mayoritas saham yang dijual dibeli dengan margin atau pinjaman yang dijamin dengan hanya sebagian kecil nilai saham.
Akibatnya, penurunan harga semakin tajam dan memaksa lebih banyak investor melakukan penjualan. Puncaknya pada November harga saham AS yang diukur dengan indeks Cowles turun 33 persen sehingga menurut Britannica disebut sebagai Great Crash of 1929.
Setelah peristiwa Great Crash investasi bisnis turun tajam dan konsumen menahan diri untuk membeli barang tahan lama. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dan memicu banyak perusahaan melakukan PHK.
Selanjutnya, di tahun 1930 terjadi kepanikan perbankan di AS. Para deposan kehilangan kepercayaan pada solvabilitas bank, sehingga menuntut bank untuk melikuidasi dana mereka secara tunai.
Bank yang biasanya hanya menyimpan sebagian kecil dari simpanan sebagai kas cadangan harus melikuidasi pinjaman untuk mendapatkan uang tunai. Proses likuidasi yang tergesa-gesa ini menyebabkan banyak bank tutup.
Sistem jatuh dengan sendirinya dan kerugian berlanjut bahkan pada 1930, 1931, dan 1932. Puncaknya, pada musim dingin 1933 terjadi peristiwa nasional "hari libur bank" yang dicetuskan oleh Presiden Franklin D. Roosevelt. Pada hari tersebut semua bank tidak boleh beroperasi dan menjalankan proses likuidasi tanpa izin.
Amerika Serikat mulai melakukan ekspansi moneter pada 1933 dan berlangsung sangat dramatis. Jumlah uang yang beredar saat itu mencapai 42 persen hingga tahun 1937.
Ekspansi moneter merangsang pengeluaran dengan menurunkan suku bunga dan membuat kredit lebih banyak tersedia. Harapannya upaya tersebut dapat menciptakan inflasi, bukan deflasi, sehingga dapat menciptakan keyakinan bagi para peminjam untuk melakukan transaksi.
Upaya ekspansi moneter ini mendorong pemulihan AS dengan pendorong pinjaman. Pengeluaran konsumen untuk bisnis dan barang-barang sensitif bunga seperti mobil, truk, dan mesin juga meningkat.
Di tahun 1937 pemulihan AS dihentikan oleh resesi lain yang terjadi mulai Mei 1937 hingga Juni 1938. Salah satu sumber resesi adalah keputusan Federal Reserve untuk meningkatkan persyaratan cadangan.
Keputusan tersebut diambil karena adanya kekhawatiran bahwa ekonomi dapat mengembangkan ekses spekulatif, yang memicu jumlah peredaran uang terhenti dan jatuh lagi. Ini merupakan kontraksi besar kedua sebelum pemulihan AS.
Baru di tahun 1939, setelah resesi terjadi PDB riil di AS meningkat di atas level sebelum peristiwa depresi. Kemudian, empat tahun sebelum perang berakhir pada 1941, PDB pulih sekitar 10 persen dari jalur tren jangka panjang.
Penyebab Depresi Besar atau Krisis Malaise di AS
Menurut Bussines Insider ada beberapa hal yang dinilai sebagai penyebab depresi besar atau malaise di AS, yaitu:
- Ledakan spekulatif dan penjualan panik yang memicu jatuhnya harga saham.
- Kelebihan pasokan dan produksi berlebih, khususnya pada sektor pertanian dan industri. Hal ini mengakibatkan penurunan harga yang mengurangi keuntungan perusahaan bahkan memicu kerugian.
- Permintaan akan barang-barang rendah sehingga memaksa perusahaan memotong ongkos produksi dan PHK.
- Pengangguran tinggi memicu masyarakat tidak memiliki kemampuan membeli.
- Kebijakan salah yang dikeluarkan oleh Federal Reserve.
- Pemerintah lambat menanggapi krisis ekonomi. Ini terjadi di era Presiden Herbert Hoover.
Dampak Depresi Besar atau Krisis Malaise di AS
Periode malaise di AS memicu banyak krisis di seluruh lapisan masyarakat. Berikut beberapa dampak yang diakibatkan oleh era depresi besar tersebut:
- Pasar saham anjlok, investasi tidak pasti, dan industri goyah.
- Banyak pekerja yang diberhentikan sehingga meningkatkan pengangguran.
- Masyarakat AS yang mengambil kredit terhimpit banyak utang.
- Tingkat penyitaan aset naik drastis.
- Produksi negara turun.
- Petani gagal panen dan terpaksa membiarkan hasilnya membusuk di ladang.
- Kelaparan dan kemiskinan.
- Jumlah tunawisma melonjak.
Editor: Iswara N Raditya