tirto.id - Presiden Prabowo Subianto melantik Brian Yuliarto menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) - menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro. Pengangkatan Brian berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 26P Tahun 2025 tentang Pemberhentian Dan Pengangkatan Menteri Negara Tahun 2024-2029 yang dibacakan oleh Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretaris Negara, Nanik Purwanti.
Satryo Soemantri diketahui menjadi menteri pertama yang di-reshuffle oleh Presiden Prabowo. Ia dikabarkan sempat mengundurkan diri dari Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran karena menganggap jika kerja keras yang telah dilakukannya selama empat bulan menjabat belum memenuhi ekspektasi pemerintah. Belum lagi, selama menjabat sudah banyak kontroversi yang menyeret nama Satryo. Mulai dari didemo ASN, polemik tunjangan kinerja (tukin) dosen, hingga kontroversi isu biaya kuliah naik.
Namun di luar dari kontroversinya, pergantian ini tentu saja menjadi angin segar dan harapan baru bagi banyak pihak yang menginginkan adanya perubahan di tubuh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Tapi perubahan di kursi menteri ini tidak akan cukup jika masalah di internalnya tidak segera ditangani.
Pengamat Pendidikan, Ubaid Matraji, mengatakan paling tidak ada beberapa pekerjaan rumah (PR) besar menanti Brian Yuliarto sebagai Mendikti Saintek yang baru. Dalam jangka pendek, isu efisiensi anggaran dan polemik tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN yang belum terbayarkan, adalah masalah mendesak yang harus segera ditangani pertama.
Mengingat saat ini, ada sekitar 81 ribu dosen ASN di Indonesia. Namun, pemerintah hanya berencana membayarkan tukin bagi sekitar 30 ribu dosen ASN atau satu per tiga dari jumlah total. Dengan kata lain, pemerintah hanya memprioritaskan tukin bagi dosen ASN yang tidak menerima remunerasi.
Hal perlu diatasi kedua adalah soal penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan pemangkasan Kartu Indonesia Pintar (KIP)-Kuliah. Bagi calon mahasiswa dan para mahasiswa, ini tidak bisa ditawar. Sebab mereka bisa putus kuliah jika UKT benar dinaikkan.
“Karena itu jangan potong anggaran subsidi pembiayaan mahasiswa dan juga anggaran KIP Kuliah,” tegas dia.
Selanjutnya, Mendikti Saintek baru harus mengevaluasi dan mengkaji ulang perguruan tinggi yang kental dengan model privatisasi dan komersialisasi seperti saat ini. Sebab ini sangat mempersempit kesempatan akses bagi anak-anak bangsa. “Harus ada evaluasi kebijakan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. PTN-BH yang dirasa sangat menguntungkn kampus, tapi sangat merugikan mahasiswa,” ujar dia.
Ketua Koordinator Nasional Aliansi Dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), Anggun Gunawan, menambahkan, khusus untuk tukin dosen ASN, pihaknya mendesak menteri yang baru untuk memperjuangkan anggaran tukin secara keseluruhan. Bukan justru tukin buat satu per tiga dari keseluruhan dosen ASN Kemendikti Saintek yang sering disampaikan oleh menteri sebelumnya.
Karena, menurutnya tukin secara keseluruhan ini akan menghadirkan keadilan bagi semua dosen ASN di Kemendikti Saintek. Tukin ini setidaknya dapat dapat memastikan agar UKT mahasiswa tidak akan naik serta membuat relasi yang sehat antara Perguruan Negeri Tinggi (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam rekrutmen mahasiswa baru.
Di luar itu, ADAKSI juga mendorong agar menteri yang baru dapat mengatasi masalah kesejahteraan dosen. Sebab, kesejahteraan dosen telah menjadi persoalan dasar yang tidak pernah disentuh oleh pemerintah secara serius.
Seharusnya, kata Anggun, negara membuat regulasi penggajian yang berkeadilan dan bermartabat untuk dosen. Sehingga dosen bisa fokus melakukan pekerjaannya tanpa harus disibukkan dengan mencari tambahan penghasilan di luar kampus tempat mereka mengajar.
“Jadikan standar gaji dosen yang layak di luar negeri sebagai basic regulasi penggajian dosen di Indonesia,” jelas dia kepada Tirto, Kamis (20/2/2025).
Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul, menambahkan bahwa isu kesejahteraan dosen termasuk peningkatan tunjangan kinerja bagi serta kesejahteraan pekerja kampus harus menjadi mandat serius bagi pemerintah. Menurutnya, kebijakan tersebut memiliki peran krusial dalam memastikan kualitas pendidikan yang optimal di Indonesia.
“Tentu berkaitan dengan tunjangan kinerja bagi dosen atau isu-isu kesejahteraan bagi pekerja kampus yang harus menjadi mandat serius,” jelas dia kepada Tirto, Kamis (20/2/2025).
Satria juga menyoroti pentingnya perbaikan akses bagi mahasiswa, terutama dalam hal perluasan skema beasiswa. Kebijakan ini diharapkan dapat membuka peluang lebih luas bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan tinggi.
Tantangan Jangka Panjang
Terlepas dari masalah di atas, Ubaid Matraji, melihat ada beberapa tantangan jangka panjang yang mesti dibenahi oleh Mendikti Saintek yang baru. Salah satu tantangan utama Kemendikti Saintek adalah meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
“Pak Brian perlu merumuskan strategi yang komprehensif untuk meningkatkan mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” jelas Ubaid.
Tidak kalah penting juga yakni pengembangan riset dan inovasi yang menjadi kunci kemajuan bangsa. Menteri Brian, dalam hal ini perlu mendorong pengembangan riset di perguruan tinggi, menciptakan ekosistem yang kondusif bagi inovasi, serta memperkuat sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah.
Terakhir yakni melakukan reformasi birokrasi dan komunikasi publik. Birokrasi di Kemendikti Saintek perlu terus dibenahi agar lebih efisien dan efektif. Karena selama ini isu-isu yang berkaitan dengan Kemendikti Saintek seringkali menjadi perhatian publik.
Maka, ke depan menteri baru perlu membangun komunikasi publik yang transparan dan akuntabel, menjelaskan kebijakan-kebijakan yang diambil, serta merespons kritik dan masukan dari masyarakat.
Di sisi lain, ADAKSI berharap agar menteri yang baru memiliki pola komunikasi yang lebih ramah dan dialogis dengan pihaknya sebagai perkumpulan dosen ASN di lingkungan Kemdikbud Saintek. Mengingat dengan pejabat yang lama pola komunikasi yang dibangun adalah dengan ancaman, sindiran dan intimidasi.
Jangan sampai pergantian atau reshuffle ini hanya mengganti wajah baru saja, tetapi akar masalah yang terjadi serta beberapa PR dan tantangan di atas tidak dapat diselesaikan. Tentu, ini harus dijawab dan dibuktikan oleh menteri yang baru.
Brian Yuliarto sendiri sebelumnya berjanji merampungkan polemik tunjangan kinerja dosen bagi ASN. Janji ini disampaikannya usai Brian dilantik sebagai Mendikti Saintek di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025).
"Iya, nanti kami pelajari semuanya. Kami selesaikan secara cepat bersama-sama," ucapnya.
Akan tetapi, Brian mengaku Kemendikti Saintek tidak akan bekerja sendiri untuk merampungkan polemik tukin ASN. Kemendikti Saintek nantinya akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain untuk merampungkan polemik tersebut.
"Koordinasi begitu dengan stakeholder yang lain ya. Saya kan baru masuk nih soalnya, tentu saya pelajari dengan teman-teman di kementerian. Nanti kita pelajari semuanya, saya baru masuk ini," urai dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan tukin dosen akan tetap dibayarkan pemerintah di tengah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Dia menegaskan hal tersebut direalisasikan dalam waktu dekat usai proses finalisasi Peraturan Presiden (Perpres) rampung.
“Mengenai tukin sedang dalam proses finalisasi perpres yang akan diselesaikan dalam waktu beberapa hari,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Dia merinci setidaknya terdapat 97.735 dosen yang masuk dalam 4 kategori. Dari kategori yang ditentukan, pertama, kategori dosen yang di perguruan tinggi berbadan hukum (PTN-BH).
Menurut Sri Mulyani, dosen dalam kategori ini telah dan terus mendapatkan tukin sesuai standar PTN-BH. Kedua, dosen yang mengajar di perguruan tinggi badan layanan umum (PTN-BLU) yang sudah melakukan sistem remunerasi. Maka dari itu, menurutnya dosen di kategori ini telah mendapatkan tukin.
Untuk kategori selanjutnya, dia mengakui masih ada dosen yang belum menerima tukin dan hak remunerasi, yakni dosen dengan kategori ketiga, Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker). Serta yang keempat dosen ASN di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) yang di bawah naungan Kemendikti Saintek.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang