Menuju konten utama

Saksi Ahli: Inti Persoalan Pidato Ahok pada Kata "Dibohongi"

Dalam kesaksiannya, Muhammad Amin Suma, ahli Agama Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dihadirkan JPU dalam sidang Ahok menyatakan yang dipersoalkan dalam pidato Ahok terletak pada kata-kata "dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51".

Saksi Ahli: Inti Persoalan Pidato Ahok pada Kata
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Persidangan kesepuluh tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengagendakan menghadirkan empat saksi ahli. ANTARA FOTO/Pool/Ramdani.

tirto.id - Dalam kesaksiannya, Muhammad Amin Suma, ahli Agama Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang Ahok menyatakan yang menjadi persoalan dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu itu terletak pada kata-kata "dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51".

"Masalah dibohongi pakai Al-Maidah Ayat 51 atau dibodohi pakai Al-Maidah Ayat 51. Al-Quran itu tidak akan pernah membohongi siapapun," papar Amin saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2/2017), seperti dikutip dari Antara.

Ia pun menyatakan bahwa Al-Quran itu tidak pernah membohongi dan beberapa ulama pun melarang penerjemahan Al-Quran karena penafsirannya bisa berbeda-beda.

"Jangan kan terjemahan, tulisannya juga macam-macam. Oleh karena itu kenapa ada sebagian ulama melarang menerjemahkan Al-Quran," ujarnya.

Menurut dia, dalam sudut pandang agama bahwa yang menjadi persoalan dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu itu adalah adanya kata-kata "dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51".

"Intinya yang jadi masalah adanya kata-kata itu karena Al-Quran tidak pernah membohongi," ucap Amin.

JPU dijadwalkan menghadirkan empat ahli antara lain ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, ahli Bahasa Indonesia Mahyuni dan dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri