Menuju konten utama

Saat PKS Meninggalkan Kasus Korupsi Nur Mahmudi

Nur Mahmudi, pendiri & presiden pertama PKS, ditinggalkan oleh barisan elite partainya sekarang justru ketika ia membutuhkan.

Saat PKS Meninggalkan Kasus Korupsi Nur Mahmudi
Ilustrasi Nur Mahmudi, pendiri dan mantan presiden PKS. tirto.id/Lugas

tirto.id - “Kembalikan jati diri bangsa dengan membiasakan makan dan minum memakai tangan kanan.”

Sepenggal kalimat itu sempat jadi bahan pergunjingan pada 2012. Kalimat itu tertulis pada baliho besar yang tersebar di beberapa sudut Kota Depok, bersanding dengan foto Nur Mahmudi Ismail yang mengenakan baju merah sembari merentangkan tangan.

Kebijakan aneh Nur Mahmudi itu jadi santapan empuk media. Komentator menilai kebijakan sang wali kota yang memimpin Depok sejak 2006 itu tidaklah substansial. Meski begitu, ia bersikukuh menerapkannya.

Kebijakan unik lain dari doktor bidang sains dan teknologi pangan ini pernah menggagas "One Day No Rice" dan "One Day No Car". Ia mengimbau warga Depok tidak makan nasi setiap Selasa demi "mengupayakan diversifikasi pangan." Ia juga menganjurkan para PNS dan warga Depok untuk sehari dalam seminggu tak memakai mobil.

Pendiri dan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera ini memimpin Depok selama dua periode. Ia juga menjadikan Depok sebagai dinasti PKS. Wali Kota Depok saat ini, Mohammad Idris alias Idris Abdul Shomad, adalah kader PKS dan wakil Nur Mahmudi saat periode kedua.

Namun, partai yang dibesarkan oleh Nur Mahmudi agaknya berpaling muka ketika ia dalam masa paling sulit saat ini: menjadi tersangka pada kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Jalan Nangka pada 20 Agustus lalu.

PKS tak memberikan pendampingan hukum secara khusus untuknya. Ketua DPP PKS Ledia Hanifa, secara pribadi, menawarkan bantuan kepada Nur Mahmudi, "tapi beliau sudah punya pengacara sendiri."

Beda Perlakuan dengan Korupsi Luthfi Hasan Ishaaq

Fahri Hamzah, dalam satu cuitan di Twitter, menyebut perlakuan PKS terhadap Nur Mahmudi "tidak mencerminkan kebersamaan."

"Jangankan bantuan hukum, pernyataan pun tak ada," tulis Fahri dalam cuitan pada 30 Agustus lalu atau dua hari setelah media memberitakan Nur Mahmudi dijadikan tersangka. (Fahri termasuk barisan politikus PKS yang disingkirkan oleh kelompok Sohibul Iman, Presiden PKS saat ini, yang berimbas ia tak lagi diajukan sebagai calon anggota legislatif pada 2019.)

Perlakuan itu berbeda saat PKS jadi bulan-bulanan ketika Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap kuota impor daging pada 2013. Saat itu Luthfi menjabat Presiden PKS.

Sejawat Luthfi di PKS seketika bereaksi keras. Fahri Hamzah termasuk salah satu yang berani "pasang badan" membela Luthfi, bikin dia jadi "musuh publik" karena mendorong citranya sebagai politikus yang bermulut kasar terhadap KPK, lembaga negara yang paling dipercayai publik Indonesia.

PKS sebagai institusi pun membentuk tim investigasi internal untuk mencari tahu motif penangkapan presidennya. Hidayat Nur Wahid, politikus senior PKS, saat itu menyampaikan kemungkinan ada "konspirasi zionis" untuk menumbangkan PKS—ucapan yang memancing olok-olok.

Elite-elite PKS termasuk di antara para politikus di Senayan yang membangun framing bahwa KPK melakukan tindakan tebang pilih dalam kasus korupsi.

Luthfi Hasan sendiri akhirnya divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti menerima suap Rp1,3 miliar menyangkut penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR dan Presiden PKS.

Infografik HL Indepth Depok

Kontribusi Nur Mahmudi untuk PKS

Perlakuan PKS yang membiarkan kasus korupsi Nur Mahmudi Ismail, sebagaimana yang dituduhkan Fahri Hamzah, seakan menafikan jasa sang pendiri PKS. Selain presiden pertama Partai Keadilan (kini PKS), Nur Mahmudi adalah Menteri Kehutanan di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Selepas tak menjabat menteri, Nur Mahmudi masih aktif di PKS. Ia bisa mengamankan suara PKS di Depok. Pada pemilihan umum legislatif 2004, PKS berhasil memperoleh 12 kursi legislatif—terbanyak saat itu—dari 45 kursi.

Pada 2006, ia berhasil merebut jabatan Wali Kota Depok dari Badrul Kamal, seorang birokrat yang pernah menjadi Wali Kota Administratif Depok. Nur Mahmudi menjadi Wali Kota Depok pertama yang dipilih lewat pemilu.

Pada pemilihan legislatif 2009, PKS hanya mendapatkan 11 dari 50 kursi di DPRD Kota Depok—kalah dari Partai Demokrat yang mendapatkan 16 kursi.

Meski begitu, Nur Mahmudi tetap berjaya dan berhasil memenangkan duet PKS: terpilih sebagai Wali Kota pada 2011 berpasangan dengan Mohammad Idris, seorang kader PKS. Setelah sepuluh tahun, Nur Mahmudi juga memastikan Idris memenangi pemilihan Wali Kota Depok periode 2016-2021, yang melanjutkan dinasti PKS.

Kontribusi Nur Mahmudi bagi PKS di Depok ini dibiarkan sepi oleh elite PKS saat ini. Sekarang Nur Mahmudi dibiarkan sendiri, menghadapi kasus korupsi yang mungkin bisa membawanya ke penjara.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PENGADAAN LAHAN atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam