tirto.id - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali melarang pelaku usaha khususnya toko modern dan ritel memberikan uang kembalian setelah transaksi dengan permen. Alasannya, pengembalian dengan permen memicu kecilnya pemasukan uang logam kembali ke BI. Padahal uang logam itu juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
"Nanti akan kami surati karena itu (kembalian dengan permen) tidak boleh dan dilarang. Kasihan masyarakat juga," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Senin (18/4/2016).
Dewi menuturkan biasanya ritel-ritel dan toko modern itu melakukan pengembalian dengan permen untuk transaksi dalam bentuk pecahan kecil atau uang logam seperti Rp100, Rp200 dan Rp500.
Oleh karena itu, kata Dewi, pihaknya akan melakukan survei dan mengambil sampel pengembalian uang dengan permen di sejumlah lokasi.
Menurut data BI selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap uang logam di Bali sangat tinggi. Bahkan pada 2015, mencapai 97,2 juta keping dengan nominal mencapai Rp41,8 miliar atau naik 30 persen jika dibandingkan tahun 2014 mencapai Rp32,1 miliar.
Namun, Dewi menyatakan selama ini tidak ada aliran uang logam masuk dari perbankan ke BI. Hal serupa terjadi di masyarakat. Menurut catatan BI masyarakat sangat sedikit menukarkan atau menyetor uang logam ke perbankan.
Dari survei BI, hanya 38 persen menggunakan uang logam untuk transaksi sedangkan 62 persen lainnya menyimpan dan mengumpulkan uangnya di tempat khusus seperti celengan, laci dan tempat tertentu.
(ANT)