Menuju konten utama

Ringkasan Kisah Perang Badar, Sejarah, dan Hikmahnya

Perang Badar adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi di bulan Ramadhan. Ketahui ringkasan perang Badar, penyebab, dan hikmahnya.

Ringkasan Kisah Perang Badar, Sejarah, dan Hikmahnya
Ilustrasi Perang Badar. Perang Badar adalah perang penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan. tirto.id/Sabit

tirto.id - Perang Badar adalah salah satu peristiwa sejarah penting dalam sejarah Islam. Pasalnya, perang melawan kaum kafir Quraisy ini terjadi pada bulan Ramadhan.

Oleh karenanya, dalam Perang Badar, pasukan Islam berperang dalam keadaan berpuasa. Rasa lapar dan haus tidak menghalangi para sahabat untuk berjuang menegakkan panji Islam di awal masa kenabian Rasulullah SAW.

Saat itu, jumlah pasukan Muslim jauh lebih sedikit dibandingkan kaum Quraisy, yang hampir tiga kali lipat lebih banyak. Namun, pasukan Islam tetap meraih kemenangan telak.

Ringkasan Sejarah Perang Badar

Kisah Perang Badar terjadi tepatnya pada tanggal 3 Maret 624 Masehi. Melihat penanggalan masehi, hal ini mungkin menimbulkan pertanyaan, Perang Badar terjadi pada tahun berapa hijriah?

Apabila dikonversikan ke penanggalan Islam, Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 hijriah. Cerita Perang Badar cukup menarik dan berkesan karena saat perang ini terjadi, merupakan tahun pertama umat Islam diwajibkan puasa di bulan Ramadhan.

Awalnya, penyergapan pada kafilah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ekspedisi dagang dari Suriah. Penyergapan tersebut penting karena menjadi simbol politis dari pengaruh Islam di tanah Arab.

Namun, setelah kaum Quraisy mengetahui rencana tersebut, mereka mengerahkan 1.000 pasukan. Sejak awal, Nabi Muhammad SAW merencanakan pengerahan pasukan muslim buat penyergapan biasa, bukan demi perang besar. Oleh karena itulah, jumlah pasukan Perang Badar dari pihak Islam saat itu tidak banyak, hanya 313 orang.

Lantas, Perang Badar terjadi di mana? Sesuai namanya, Perang Badar adalah perang yang terjadi di Kota Badar yang terletak di provinsi Madinah atau Arab Saudi bagian barat.

Ketika melihat besarnya tentara Makkah beserta banyaknya persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat-alat tempur yang lengkap, Nabi Muhammad SAW sempat menangis dan lalu bermunajat, dengan membaca doa:

“Ya Allah, jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.”

Nabi Muhammad SAW kemudian merancang strategi perlawanan. Beliau menjejerkan tentaranya dalam formasi rapat, sekaligus memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai guna memutus pasokan air ke pasukan Quraisy.

Strategi lainnya adalah mengawali perang dengan pertempuran jarak jauh. Ketika pasukan Quraisy bertolak untuk menyerang, pasukan Islam tidak segera menyambutnya dengan duel fisik langsung, melainkan lebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan.

Setelah itu, baru mereka menghunus pedang dan bertempur satu lawan satu. Pertempuran Badar diriwayatkan tidak berlangsung lama. Diperkirakan hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk memporak-porandakan pertahanan bala tentara Quraisy.

Tentara Islam kemudian memanfaatkan kekacauan tersebut untuk memenangkan perang. Jadi, meskipun jumlah pasukan Perang Badar jauh lebih sedikit, umat Islam meraih kemenangan berkat strategi Rasulullah SAW.

Penyebab Perang Badar

Penyebab utama Perang Badar adalah upaya pasukan Islam untuk menyergap kafilah dagang Quraisy, Abu Sufyan. Namun, kaum Quraisy melihat rencana ini sebagai ancaman terhadap kehormatan mereka, sehingga memutuskan untuk berperang.

Dalam bukunya, Muhammad: Prophet for Our Time (2006), Karen Amstrong menulis bahwa Abu Sufyan kemudian mendengar kabar, kaum muslimin bermaksud menyerang kafilahnya.

Akhirnya, Abu Sufyan mengambil rute berbeda, bertolak menjauhi jalur pantai Laut Merah dan mengirim utusan untuk berangkat duluan ke Makkah demi meminta bantuan.

Mendengar bahwa umat Islam akan menyerang kafilah Abu Sufyan, kaum Quraisy Makkah menjadi berang. Rencana penyergapan oleh pasukan muslim Madinah itu dinilai menodai kehormatan kaum Quraisy.

Maka itu, kabilah-kabilah di Makkah segera memasok bala tentara dengan jumlah total 1000 orang guna menghadapi pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Di antara pasukan Quraisy itu, bahkan terdapat kerabat Rasulullah SAW dari kabilah bani Hasyim, seperti paman nabi, Abbas bin Abdul Muthallib, Hakim (sepupu Khadijah), dan sebagainya.

Siapa Saja yang Terbunuh di Perang Badar?

Dengan strategi yang rapi, setelah tengah hari 50 pemimpin suku Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal, sedangkan sisanya melarikan diri. Di pihak Muslim, korban syahid berjumlah 14 orang.

Di akhir perang, pasukan Muslim berhasil mengalahkan 1.000 tentara Quraisy dan mendapatkan rampasan perang berupa 600 persenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta kafilah dagang Abu Sufyan.

Kesuksesan ini tak terlepas dari peran tiga panglima yang ditunjuk Rasulullah. Siapa 3 panglima yang dipilih Rasulullah SAW pada Perang Badar?

Ketiga panglima Perang Badar adalah yakni Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, mereka gugur dalam peperangan.

Hikmah Peristiwa Perang Badar

Hikmah Perang Badar adalah menunjukkan pentingnya strategi, keteguhan iman, dan jihad melawan hawa nafsu. Hal ini sebagaimana diterangkan Rasulullah dalam sebuah hadis.

Sekembalinya dari Badar, dalam perjalanan pulang, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hadis yang sangat penting, "Kita baru kembali dari Jihad Kecil (peperangan Badar) dan menuju Jihad Besar."

Para sahabat keheranan. Perang Badar yang sangat menentukan nasib umat Islam hanya dianggap oleh Rasulullah SAW sebagai Jihad Kecil. Menanggapi hal itu, sahabat pun bertanya:

“Apakah jihad yang lebih besar itu, Wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Jihad melawan hawa nafsu.”

Menundukkan hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh karena itu, hikmah dari Perang Badar adalah ketegaran berjihad melawan hawa nafsu sendiri di bulan Ramadan.

Kendati demikian, sebenarnya saat terjadi Perang Badar, ada rukhsah atau keringanan bagi umat Islam untuk tidak berpuasa Ramadhan. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa'id Al-Khudri dalam hadis berikut:

"Kami berperang bersama Rasulullah SAW ... di antara kami ada yang berpuasa, ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa,” (H.R. Ibnu Mulaqqin).

Baca juga artikel terkait SEJARAH ISLAM atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Edusains
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Ibnu Azis & Ibnu Azis