Menuju konten utama
Tirto & NU Online

Ramadan ala Rasulullah Kala Perang Badar dan Pembebasan Makkah

Nabi Muhammad dan para sahabatnya mengalami dua peperangan yang terjadi pada Ramadan. Mereka menjalani puasa di saat yang teramat sulit.

Ramadan ala Rasulullah Kala Perang Badar dan Pembebasan Makkah
Ilustrasi Perang Badar. tirto.id/Sabit

tirto.id - Puasa Ramadan mulai disyariatkan di tahun kedua hijriah. Sepanjang hidupnya, Rasulullah bertemu dengan sembilan kali bulan puasa.

Menurut Imam Abu Ja’far al-Thabari dalam kitab Tarîkh al-Thabarî: Tarîkh al-Umam wa al-Mulûk, puasa Ramadan mulai disyariatkan di tahun yang sama dengan diubahnya arah kiblat salat, dari menghadap Baitul Maqdis (Yerusalem) ke arah Baitul Haram (Kakbah). Para ulama sepakat peristiwa tersebut terjadi di tahun kedua hijriah, tapi mereka berbeda pendapat soal rincian waktu diubahnya kiblat.

Imam Ibnu Ishaq mengatakan perpindahan kiblat terjadi di bulan Syakban sekitar delapan belas bulan pascahijrah. Imam al-Waqidi menyatakan perpindahan kiblat terjadi saat duhur di hari Selasa di pertengahan bulan Syakban. Sementara Imam Qatadah berpendapat perpindahan kiblat terjadi enam belas bulan pasca-hijrah.

Nabi Muhammad dan para sahabatnya mengalami dua peperangan yang terjadi pada Ramadan, yaitu Waq’atul Badr (Perang Badar) dan Fathu Makkah (Pembebasan Makkah).

Perang Badar terjadi di bulan Ramadan di tahun pertama umat Islam diwajibkan berpuasa. Mengenai hari atau tanggalnya, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat Perang Badar terjadi di hari kesembilan belas bulan Ramadan. Dalam riwayat lain dikatakan Perang Badar terjadi di hari Jumat pagi, hari ketujuh belas Ramadan.

Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadan telah disyariatkan satu bulan sebelum Perang Badar terjadi. Karena menurut banyak riwayat, syariat wajibnya puasa turun di bulan Syakban.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan dari banyak umat Islam. Tiga di antaranya adalah:

1.) Apakah puasa Ramadan telah disyariatkan ketika Perang Badar terjadi?

2.) Apakah Rasulullah dan para sahabatnya tetap berpuasa?

3.) Apakah di sela-sela kesibukan berperang para sahabat masih mencari malam lailatul kadar?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa disimak dalam artikel berikut ini.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Ivan Aulia Ahsan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Zen RS