tirto.id - Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik. Regulasi tersebut membatasi impor beberapa produk elektronik, termasuk laptop hingga AC.
Secara rinci, berdasarkan pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan 139 pos tarif elektronik yang diatur, dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS), serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
Produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya.
Pengaturan arus impor ini sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada 2023 yang masih menunjukkan defisit. Serta, pengaturan pembatasan impor juga diterapkan untuk mendorong arus investasi di dalam negeri.
“Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin, Priyadi Arie Nugroho, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (10/4/2024).
Lebih lanjut, Priyadi menyatakan, pihaknya memahami bahwa tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan.
“Perlu diketahui dan ditekankan bersama, bahwa dengan terbitnya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini bukan berarti bahwa pemerintah anti-impor, namun lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.
Dari pemberlakuan tata niaga impor ini, dia berharap produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.
Sedangkan, bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.
“Sementara itu, bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri,” tutur Priyadi.
Berdasarkan data SIINas pada 2023, kapasitas produksi untuk produk AC sebesar 2,7 juta unit dan realisasi produksi sekitar 1,2 juta unit. Artinya, utilisasi produksinya hanya berkisar 43 persen.
Sementara sangat disayangkan, berdasarkan data Laporan Surveyor bahwa impor produk AC pada 2023 menembus angka 3,8 juta unit. Oleh karena itu, diharapkan pengaturan impor ini dapat meningkatkan utilisasi produksi AC di dalam negeri.
"Permenperin tersebut pun disambut baik oleh para produsen elektronika di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya beberapa surat resmi yang diterima pemerintah dari asosiasi produsen di dalam negeri yang menyatakan dukungannya,” kata Priyadi.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), Daniel Suhardiman, mengemukakan bahwa terbitnya regulasi baru harus dilihat dari sisi kepentingan nasional, sehingga Gabel sebagai asosiasi produsen elektronik menyambut baik dan memiliki harapan besar agar regulasi tersebut bisa diberlakukan secara konsisten.
“Memang permasalahan daya saing industri dalam negeri tidak bisa diselesaikan hanya dengan tata niaga impor, masih ada masalah-masalah rumit lainnya seperti lemahnya hilirisasi industri bahan baku dan komponen inti,” ungkap Daniel.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Maya Saputri