tirto.id - Komnas HAM menjawab tentang tudingan pihak kuasa hukum korban kematian enam laskar FPI soal kesan "jual beli nyawa" dalam kasus investigasi ini.
Komisioner Komnas HAM Chairul Anam mengatakan, hasil penyelidikan Komnas HAM yang diungkapkan Jumat (8/1/2021) adalah konstruksi peristiwa saat kejadian. Ia pun menyayangkan pihak FPI berusaha menunggu pengejar yang berujung maut.
"Terkait konstruksi peristiwa secara seperti pada release, ada situasi eskalasi rendah, sedang dan tinggi. Bahkan ada momentum menjauh dan kabur oleh 2 mobil laskar FPI. Sangat disayangkan yang dipilih ada menunggu, sehingga terjadi eskalasi tinggi," kata Anam saat dikonfirmasi, Sabtu (9/1/2021).
Anam pun tidak mempersoalkan keluhan pihak kuasa hukum yang ingin kasus diproses dengan UU 26 tahun 2000. Ia menerangkan setiap pihak bebas memiliki pandangan hukum dan wajar bila ada perbedaan pendapat.
"Namun ketika memahami peristiwa dengan faktanya, seyogyanya itu dijadikan batu pijak analis hukum atau pandangan hukum," kata Anam.
Anam mengatakan, Komnas HAM prihatin atas pihak-pihak yang menjadi korban kekerasan. Ia berharap penanganan kasus kematian enam laskar FPI bisa berjalan transparan di masa depan.
"Tugas kita selanjutnya memastikan proses akuntabel dan transparan. Ini akan menjadi pembelajaran kita semua sebagai bangsa agar ke depan lebih baik," kata Anam.
Komnas HAM merilis hasil penyelidikan tentang insiden kematian enam laskar pengawal pentolan FPI Rizieq Shihab pada 7 Desember 2020 lalu. Komnas HAM memaparkan hasil rekonstruksi insiden penguntitan hingga proses kematian keenam laskar.
Dalam rilis tersebut, Komnas HAM menyatakan kasus kematian 6 laskar sebagai pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM tersebut perlu ditangani dengan pendekatan hukum pidana agar terang.
"Tidak boleh hanya dilakukan hanya internal. Harus penegakan hukum pengadilan pidana,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Jumat (8/1/2021).
Komnas HAM juga merekomendasikan agar penegak hukum mendalami dan melakukan memproses hukum terhadap orang-orang yang terdapat di dalam dua mobil Avanza Hitam B 1759 PWQ dan Avanza Silver B 1278 KGD; mengusut kepemilikan senjata api; serta meminta aparat memproses perkara ini secara akuntabel, objektif, transparan dan sesuai dengan HAM.
Sebelumnya, menurut perwakilan tim kuasa hukum Hariadi Nasution dalam rilis kepada Tirto, Sabtu (9/1/2021), menyebutkan "Komnas HAM RI terkesan melakukan “jual beli nyawa”.
Ia menjelaskan, di satu sisi, Komnas HAM memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap dua korban lewat konstruksi narasi tembak-menembak yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan karena selain hanya dari satu sumber, juga banyak kejanggalan dalam konstruksi peristiwa tembak menembak tersebut.
"Pada sisi lain, Komnas HAM RI “bertransaksi nyawa” dengan menyatakan 4 orang sebagai korban pelanggaran HAM," kata Hariadi Nasution.
Hariadi pun berpendapat rekomendasi Komnas HAM yang berhenti pada status pelanggaran HAM serta meminta kasus keenam anggota laskar itu diproses hukum pidana. Sebab, kata Hariadi, Komnas HAM sebaiknya merekomendasikan kasus kematian keenam laskar itu dengan pendekatan hukum hak asasi manusia sesuai UU 26 tahun 2000.
"Bila Komnas HAM RI konsisten dengan konstruksi pelanggaran HAM, maka seharusnya Komnas HAM RI merekomendasikan proses penyelesaian kasus tragedi 7 Desember 2020 di Karawang lewat proses sebagaimana diatur dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, karena menurut kami peristiwa tragedi 7 Desember 2020 yang terjadi di Karawang, adalah jelas pelanggaran HAM berat," kata Hariadi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri