tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018 bertekad menuntaskan dua kasus besar yang menyita perhatian publik dan merugikan negara hingga triliunan rupiah. Mengusut tuntas skandal korupsi e-KTP dan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dua kasus besar tersebut akan menjadi resolusi komisi antirasuah pada 2018 ini. Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief berharap, tahun ini pihaknya bisa menuntaskan pengusutan dua kasus tersebut. Selain itu, ia berharap kasus-kasus korupsi lain juga bisa segera naik ke penuntutan.
“Resolusi 2018: Kasus e-KTP dan BLBI bisa diselesaikan tuntas, tindak pidana korupsi korporasi dan korupsi sumber daya alam lebih banyak yang sampai penuntutan,” kata Laode kepada Tirto, Senin (1/1/2018).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang tidak hanya menargetkan kasus e-KTP dan BLBI yang bisa diselesaikan. Ia berharap, semua perkara bisa segera diselesaikan komisi antirasuah selama kasus-kasus tersebut cukup bukti.
Saut menegaskan, KPK tidak akan pilih perkara dan semua akan diselesaikan jika sudah cukup bukti. “Kalau cukup, ya kita packing,” kata Saut kepada Tirto, Senin (1/1/2018).
Menurut Saut, penindakan akan bergerak selayaknya tim di pencegahan. Ia memastikan KPK akan berjalan bersama-sama untuk memberantas korupsi di 2018. Di saat yang sama, Saut mengimbau kepada semua pihak untuk berhenti korupsi dan mau berubah.
“Sudah lah, mari kita berubah, hentikan sekarang juga atau kalau tidak kita akan berpotensi lemah atau lambat menuju kesra yang sustain,” kata Saut.
Selama tahun 2017 kemarin, pengusutan kasus e-KTP dan BLBI cukup menyita perhatian publik. Korupsi e-KTP, misalnya, menjadi sorotan karena melibatkan sejumlah nama yang cukup berpengaruh dan memiliki jabatan strategis di eksekutif dan legislatif, seperti mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
Dalam kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun ini, sejumlah orang yang terlibat kasus telah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan di antaranya sudah mendapat putusan pengadilan. Irman dan Sugiharto (pejabat Kemendagri), Andi Agustinus atau Andi Narogong (pengusaha) sudah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipikor.
Sedangkan Setya Novanto yang disebut-sebut berperan besar dalam kasus e-KTP ini juga sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyatakan, penyidik menemukan bukti permulaan cukup mengenai dugaan korupsi di pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham dalam hal ini Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Penerbitan SKL pada 2004 itu sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BPPN. Sementara Syafruddin menjabat Ketua BPPN periode 2002-2004.
“Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun,” kata Basaria di Gedung KPK, seperti dikutip Antara, Selasa (25/4/2017).
Menurut Basaria, Syafruddin diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi di kasus ini.
Dia dijerat pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun bui dan denda Rp1 miliar.
Alam kasus ini, KPK resmi menahan Syafruddin Arsyad Temenggung, pada Kamis sore (21/12/2017). Syafruddin keluar Gedung KPK, sekitar pukul 15.54. Ia tampak mengenakan rompi oranye yang biasa digunakan para tahanan KPK. Syafruddin mengaku akan patuh dengan proses hukum.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz