Menuju konten utama

PWYP Minta Pemerintah Evaluasi Kewajiban DMO Industri Batu Bara

Pemerintah diminta untuk berani memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang gagal memenuhi kewajiban DMO.

PWYP Minta Pemerintah Evaluasi Kewajiban DMO Industri Batu Bara
Sejumlah alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Minggu (8/4). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

tirto.id - Pemerintah membatalkan rencana pencabutan kebijakan kewajiban pengalokasian batu bara (Domestic Market Obligation/DMO) untuk pembangkit listik yang dioperasikan PT PLN. Dengan adanya pembatalan tersebut, maka 25 persen dari produksi batu bara tetap diwajibkan untuk PLN.

Peneliti Koalisi Publish What You Pay (PWYP), Rizky Ananda menilai pembatalan tersebut harus menjadi momentum untuk mengevaluasi pelaku industri batu bara dalam memenuhi kewajiban DMO.

Rizky mengatakan, penertiban pemenuhan DMO dapat menekan eksploitasi sumber batu bara dalam negeri. Oleh karenanya, pihaknya mendorong pemerintah untuk berani memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang gagal memenuhi kewajiban DMO.

"PWYP Indonesia terus mengingatkan pemerintah untuk tidak membuat kebijakan yang justru memicu eksploitasi besar-besaran batu bara di Indonesia," ujar Rizky di Jakarta pada Rabu (1/8/2018).

Sebelumnya, pemerintah menilai bahwa pencabutan kewajiban DMO akan membuka lebar pintu ekspor batu bara. Namun, PWYP justru menilai hal tersebut dapat memicu eksploitasi batu bara secara besar-besaran.

"Alih-alih membuka lebar pintu ekspor batu bara, seharusnya pemerintah fokus melakukan pembenahan terhadap tata kelola industri batu bara. Mulai dari 710 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berstatus non clean and clear (Maret 2018)," ujar Rizky.

Selain itu, ia juga mendesak pemerintah untuk menertibkan pelaku usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba) yang masih memiliki piutang terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Data PWYP pada Juli 2018, piutang itu mencapai Rp4,5 triliun.

Rizky juga meminta pemerintah untuk menindak tegas para pelaku usaha batu bara yang telah menyalahgunakan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. Data PWYP pada Desember 2016, ada 631 ribu hektar konsesi batu bara di kawasan hutan lindung dan 212 ribu hektar konsesi batu bara di kawasan hutan konservasi.

"Perlu diketahui juga bahwa data Juni 2018 menunjukkan kepatuhan pelaku usaha dalam menempatkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang itu masih rendah. Baru 60 persen dari total IUP minerba yang menempatkan dana jaminan reklamasi dan hanya 14 persen yang menempatkan dana jaminan pasca tambang," terangnya.

Baca juga artikel terkait DMO BATU BARA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto