Menuju konten utama

Pembatalan DMO Batu Bara Oleh Presiden Jokowi Dinilai Tepat

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, pembatalan DMO batu bara sudah sesuai dengan nawacita dan konstitusi.

Pembatalan DMO Batu Bara Oleh Presiden Jokowi Dinilai Tepat
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batubara di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (10/1). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/17.

tirto.id - Presiden Joko Widodo akhirnya membatalkan rencana untuk mencabut ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) harga batu bara, melalui rapat terbatas (Ratas) di Istana Negara, Selasa (31/7/2018).

Rapat terbatas tersebut dihadiri oleh 17 pejabat negara, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir, yang tidak hadir dalam Ratas sebelumnya.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, keputusan pembatalan pencabutan DMO Batu bara tersebut sangat tepat.

Fahmy mengatakan bahwa, keputusan Presiden Joko Widodo tersebut telah sesuai dengan Nawacita dan konstitusi.

"Keputusan ini sesuai Nawacita dan konstitusi UUD 1945 pasal 33, dan harus didukung serta dikawal oleh seluruh komponen bangsa," tegas mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut, dalam rilis yang diterima Tirto, Selasa (31/7/2018).

Apabila DMO batu bara dicabut, lanjut Fahmy, hal tersebut dapat membebani PLN dan tidak menutup kemungkinan PLN terancam bangkrut.

“Kalau DMO Batu bara dicabut, PLN, yang semester I/2018 sudah menanggung kerugian usaha sebesar Rp6,49 triliun, akan semakin berat beban biaya sehingga memperbesar kerugian PLN,” tegasnya.

Untuk mencegah kebangkrutan itu, alternatifnya PLN terpaksa harus menaikkan tarif listrik, yang akan memicu inflasi. Tidak bisa dihindari, inflasi itu akan memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang akan memberatkan beban bagi rakyat miskin.

Sebelumnya, Fahmy berpendapat bahwa, rencana pencabutan aturan DMO batu bara justru akan menambah beban BUMN, PT PLN (Persero).

"Jadi, rencana pencabutan aturan DMO itu harus dibatalkan, demi kepentingan yang jauh lebih besar," katanya di Jakarta, Sabtu (28/7/2018).

Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, minimal 25 persen produksi batu bara domestik harus dijual ke PLN.

Sedangkan Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga batu bara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, harga DMO batu bara sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal 70 dolar AS per ton.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan 425 juta ton, sehingga volume DMO sebesar 106 juta ton.

"Dengan harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebesar 104,65 dolar AS per ton, maka kalau seluruh volume DMO sebesar 106 juta ton dijual dengan harga pasar, maka pengusaha batu bara akan meraup tambahan pendapatan 3,68 miliar dolar AS," katanya.

Sebaliknya, lanjutnya, beban PLN akan bertambah 3,68 miliar dolar AS.

"Dengan demikian, pencabutan aturan DMO batu bara ini, hanya menguntungkan pengusaha batu bara saja dan sebaliknya menambah beban PLN selaku BUMN," katanya.

Menurut Fahmy lagi, tambahan subsidi kepada PLN, yang berasal dari iuran penjualan antara 2-3 dolar dolar AS per ton, juga tidak akan mencukupi kenaikan beban biaya PLN akibat pembatalan DMO.

Baca juga artikel terkait BATU BARA atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo