tirto.id -
Padahal sejak awal, OSO tak memenuhi syarat dikarenakan tengah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018, calon anggota DPD tidak boleh merangkap posisi sebagai pengurus partai politik. Aturan itu berlaku sejak putusan dikeluarkan pada 23 Juli 2018.
“Kenapa diloloskan? Kenapa KPU lalai? Tidak memeriksa bahwa OSO tidak memenuhi syarat,” ujarnya saat di Plaza Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (30/12/2018).
Menurutnya, Bawaslu juga melakukan kelalaian sebagai pengawas pemilu lantaran mengabaikan syarat-syarat yang tidak dipenuhi oleh OSO.
“Apakah sudah bekerja dengan baik? Sudah sesuai kinerjanya dengan UU [Undang-undang] atau tidak? Maka harus dicermati oleh Bawaslu,” ucapnya.
Feri mengatakan, padahal sebelumnya sudah ada calon DPD lainnya yang berasal dari partai politik sudah mengundurkan diri sebanyak 203 orang. Namun, hanya OSO satu-satunya yang menyerahkan syarat pengunduran diri.
“Menurut hukum administrasi Negara, kalau tidak terpenuhinya syarat maka batal dari pencalonan calon, dia dianggap tidak pernah ada di pencalonan,” katanya.
Nama OSO sempat dicoret dari Daftar Calon Tetap calon anggota DPD karena putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin (23/7/2018). Isinya melarang rangkap jabatan pengurus partai politik dengan anggota DPD. Sampai sekarang OSO tak memberikan surat pengunduran dirinya dari partai politik.
OSO kemudian melakukan gugatan uji materi terkait PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat syarat pencalonan anggota DPD ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
MA mengabulkan gugatan uji materi OSO dan membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut. Di satu sisi, putusan MK juga masih berlaku.
KPU hingga kini belum memutuskan nasib OSO dan belum memberi kepastian apakah OSO bisa mendaftar sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah atau tidak.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri