tirto.id -
Menurutnya, kesimpulan atau persepsi masyarakat bahwa kondisi jalan tersebut retak tidak sepenuhnya benar. Sebab, yang terjadi adalah mengendurnya karet penghubung antar beton jalan dan hal itu wajar belaka lantaran umur jembatan yang sudah tua.
"Gini loh ya, kalau ada beton yang renggang itu kan biasanya diisi karet. Ini karetnya yang mau diganti. Karena kalau liat flyover semuanya kan enggak rapat. Karena dengan panas dingin itu kan dia muai, nyusut, muai, nyusut," ujarnya di Kementerian PUPR, Kamis (27/12/2018).
Menurut Basuki, renggangnya karet penghubung antar beton jalan layang tersebut disebabkan oleh penyusutan yang dipengaruhi faktor cuaca. Karena itu lah, menurut dia, flyover tersebut tidak berbahaya setelah karet penghubung antar beton tersebut diganti.
"Di pembangunan flyover LRT itu kan pasti ada gininya [renggang], nah, itu diisi, itunya lepas jadi kelihatannya renggang, difoto diviralkan," tuturnya.
Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Sugiyartanto menambahkan bahwa kerusakan karet penghubung di flyover Cengkareng tidak disebabkan oleh kapasitas jalan yang berlebihan (over load).
Menurut Sugiyartanto, struktur penghubung jembatan yang tidak rapat itu hanya perlu sedikit perbaikan dengan penggantian bearing penghubung.
Ia juga menyampaikan bahwa penggantian berbaring wajar sebab sudah pernah dilakukan sebelumnya.
"Kalau renggang itu kan melorot atau retak atau terjadi defleksi atau lentur nggak ada, itu masih dalam batas wajar bahwa penggantian elastomir atau karet penghubung antar lantai tadi adalah normal," jelasnya.
Saat ini, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR tengah melakukan pembongkaran karet penghubung agar kerenggangan yang terlihat seperti retakan itu tidak membahayakan pengguna jalan. Untuk sementara, jalan layang tersebut ditutup dan baru dibuka kembali dua pekan ke depan setelah perbaikan selesai.
"Nanti dibongkar bearing-nya, diganti peletakannya lah sekaligus diganti elastomir antar lantai, jadi itu diganti peletakannya hubungan antar lantai penghubung itu ada karet penghubungnya," tutur Sugiyartanto.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri