tirto.id - Laporan sementara Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK tidak dapat dinilai sebagai langkah upaya untuk membenahi KPK sebagai aparat penegak hukum.
“Faktor konflik kepentingan dan kesan mencari-cari kesalahan KPK telah tampak begitu kuat dalam kerja-kerja Pansus selama ini,” menurut rilis tertulis Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Kamis (28/9/2017).
Menurut peneliti PSHK Miko Ginting, publik harus terus mendesak DPR tidak memanfaatkan hak kelembagaan demi melindungi anggota DPR yang terjerat kasus yang ditangani KPK.
Dari laporan sementara Pansus Angket, KPK dianggap gagal dalam menjalankan fungsi supervisi dan koordinasi. KPK juga dianggap acap kali mengabaikan nota kesepahaman antara Polri dan Kejaksaan sehingga langkah yang diambil KPK tidak sesuai dengan kesepakatan bersama. Dari hasil sementara Pansus itu juga menyoroti posisi Wadah Pegawai KPK yang dapat mengintervensi Pimpinan KPK.
PSHK menggarisbawahi sejak awal pembentukan Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK sudah bermasalah. Menurut Miko, KPK sebagai lembaga independen yang terlepas dari tiga cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) bukan merupakan objek pelaksanaan hak angket DPR.
"Perlu dipahami bahwa hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat merupakan tiga hak DPR yang dilaksanakan khusus dalam rangka fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif," jelasnya.
Pendapat Pansus bahwa posisi Wadah Pegawai KPK dapat mengintervensi atau melangkahi Pimpinan KPK, menurut PSHK, tidaklah beralasan. Keberadaan Wadah Pegawai KPK memiliki dasar legitimasi kuat sebagaimana tercantum dalam PP No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen dan Sumber Daya Manusia KPK.
Pasal 16 PP tersebut juga mengamanatkan Wadah Pegawai KPK untuk memiliki Dewan Pertimbangan Pegawai yang bertugas memberikan rekomendasi kepada Pimpinan KPK mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian. Artinya, dikatakan Miko, fungsi penyampaian rekomendasi kepada Pimpinan KPK bukan merupakan bentuk melampaui kewenangan karena memang telah dimandatkan oleh PP tersebut untuk dilaksanakan oleh Wadah Pegawai KPK.
Tudingan Pansus bahwa KPK menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi belum optimal, menurut PSHK, juga tidak berdasarkan data.
Menurut Laporan Tahunan KPK 2016, khusus untuk supervisi dan koordinasi pada bidang penegakan hukum, KPK telah menerima 661 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan dan 255 dari Kepolisian. Dalam konteks itu, KPK juga telah melakukan koordinasi terhadap penanganan 163 perkara dan supervisi terhadap 201 perkara. Angka yang sebenarnya jauh melampaui target KPK sendiri.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri