Menuju konten utama

Profil Mario Vargas Llosa & Kiprah Peraih Nobel Sastra Asal Peru

Mario Vargas Llosa peraih Nobel Sastra asal Peru meninggal dunia pada Senin, 14 April 2025. Simak profil Mario Vargas Llosa di bawah ini.

Profil Mario Vargas Llosa & Kiprah Peraih Nobel Sastra Asal Peru
Mario Vargas Llosa, penulis pemenang Hadiah Nobel keturunan Peru-Spanyol meninggal dunia pada usia 89 tahun, Senin (14/4/2025). (Photo by Pierre-Philippe MARCOU / AFP)

tirto.id - Peraih Penghargaan Nobel Sastra asal Peru, Mario Vargas Llosa meninggal dunia pada Senin (14/4/2025) waktu Indonesia. Obituari itu seperti disampaikan putra Mario Vargas, Alvaro Vargas Llosa melalui Twitter (X). Mario Vargas Llosa meninggal dunia dalam usia 89 tahun di negara kelahirannya Peru, tepatnya di Kota Lima.

“[Mario Vargas Llosa] meninggal dunia dengan tenang di Lima hari ini (14 April, waktu Indonesia), dikelilingi oleh keluarganya. Kepergiannya akan membuat sedih para kerabat, teman-temannya, dan para pembacanya di seluruh dunia,” tulis Alvaro melalui akun X @AlvaroVargasLl.

Sesuai dengan wasiat, jenazah Mario Vargas Llosa akan dikremasi. Sementara, Alvaro mengatakan bahwa pihak keluarga tidak menggelar upacara pelepasan jenazah Mario Vargas Llosa secara terbuka.

“Ibu kami, anak-anak kami, dan kami sendiri percaya bahwa kami akan memiliki ruang dan privasi untuk melepas kepergiannya bersama anggota keluarga dan teman-teman dekatnya,” tambah Alvaro.

Profil Mario Vargas Llosa Peraih Nobel Sastra Asal Peru

Jorge Mario Pedro Vargas Llosa lahir di Arequipa, Peru, pada 28 Maret 1936. Mario Vargas Llosa dikenal sebagai seorang penulis peraih Nobel Sastra 2010.

Mario Vargas Llosa menghabiskan masa kecilnya di Piura dan kota Cochabamba, Bolivia. Vargas Llosa lahir dari pasangan Ernesto Vargas Maldonado dan Dora Llosa Ureta.

Terjadinya konflik antara ayah dan keluarga dari ibunya, membuat keluarga ibunya dan Vargas Llosa memutuskan berpindah dari Peru selatan ke Cochabamba, Bolivia.

Pada tahun 1945, keluarga Vargas Llosa dari pihak ibu kembali ke Piura di Peru utara setelah kakeknya diangkat menjabat di daerah tersebut.

Kemudian, pada tahun 1946, ayahnya muncul secara tak terduga untuk membawa pergi Vargas Llosa dan ibunya dari dari keluarga sang nenek. Mereka memutuskan berpindah ke Lima.

Ibunya, Dora Llosa Ureta berasal dari keluarga intelektual dan seniman elit, banyak di antaranya juga penyair atau penulis. Kakek dari pihak ibunya memiliki pengaruh besar bagi Vargas Llosa.

Kedatangan ayahnya menjadi hal yang mengejutkan bagi Mario Vargas Llosa. Sebab, sejak kecil ia percaya ayahnya telah meninggal dunia. Namun, kebohongan yang diucapkan itu ternyata hanya untuk menutupi perpisahan mereka yang menyakitkan.

Pertemuan dengan ayahnya menjadi titik tolak dalam kehidupan Mario Vargas Llosa. Pasalnya, bersama keluarga ibunya, Mario Vargas Llosa dibesarkan dengan pola asuh yang memanjakan.

Sementara, saat hidup bersama ibu dan ayahnya, Mario Vargas Llosa dididik dengan seorang ayah yang otoriter. Suatu hari, ayahnya mengetahui Vargas Llosa menulis puisi, yang ia kaitkan dengan homoseksualitas.

Ayahnya kemudian mengirim Vargas Llosa ke sekolah militer, Leoncio Prado, pada tahun 1950-1951 untuk meredam ambisi sastranya melalui disiplin militer.

Keberadaannya di sekolah militer menjadi inspirasi Vargas Llosa menulis The Time of the Hero (1963). Novel yang mengutuk kekuasaan yang sewenang-wenang dan tidak adanya hukum yang kuat untuk mengatur kehendak penguasa yang terjadi di Peru.

Namun, Vargas Llosa berhasil memberontak terhadap ayahnya. Ia tidak hanya mengejar karier sebagai penulis, tetapi juga menikahi saudara dari pihak ibu, Julia Urquidi, yang sebelas tahun lebih tua darinya.

Pernikahan tersebut pada akhirnya kandas, dan menginspirasi Vargas Llosa untuk menulis novelnya Aunt Julia and the Scriptwriter, yang diterbitkan pada tahun 1977.

Dilansir dari laman The Nobel Prize, Vargas Llosa juga memiliki pengalaman melakukan perjalanan ke hutan Amazon. Ia menyaksikan penduduk asli atau masyarakat adat di hutan Amazon menjadi minoritas yang mengalami penjarahan dan ketidakadilan dari para penjajah, misionaris, dan petualang, yang memaksakan keinginannya terhadap penduduk asli.

Perjalanan Vargas Llosa di hutan Amazon novelnya yang berjudul novel-novel seperti The Green House (1966), Captain Pantoja and the Special Service (1973), The Storyteller (1987) dan The Dream of the Celt (2010).

Karya Vargas Llosa

Dalam dunia Pendidikan, Vargas Llosa belajar hukum dan sastra di Universitas San Marcos. Pada tahun 1958, Vargas Llosa memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi pascasarjana di Spanyol di Universidad Complutense de Madrid.

Ketika beasiswanya berakhir pada tahun 1960, Vargas Llosa dan istrinya Julia Urquidi pindah ke Prancis. Di sana, Vargas Llosa bertemu dengan penulis Amerika Latin lainnya, seperti Julio Cortázar dari Argentina, yang menjalin persahabatan dekat dengannya.

Pada tahun 1963, Vargas Llosa menerbitkan "The Time of the Hero" yang mendapat banyak pujian di Spanyol dan Prancis. Namun, buku itu tidak diterima dengan baik di Peru karena kritiknya terhadap lembaga militer.

Akademi Militer Leoncio Prado dalam sebuah upacara publik, membakar 1.000 eksemplar buku "The Time of the Hero".

Kemudian, pada 1966 Vargas Llosa menerbitkan novel kedua yang berjudul "The Green House". Novel ini mengantarkan Vargas Llosa menjadi salah satu penulis Amerika Latin terpenting pada generasinya.

Pada titik inilah namanya ditambahkan ke dalam daftar "Latin American Boom" sebuah gerakan sastra tahun 1960 atau 1970 yang juga mencakup Gabriel García Márquez, Cortázar, dan Carlos Fuentes.

Novel ketiganya, "Conversation in the Cathedral" (1969) membahas korupsi kediktatoran Peru Manuel Odría dari akhir tahun 1940 hingga pertengahan tahun 1950.

Pada tahun 1970, Vargas Llosa beralih ke gaya yang berbeda dan nada yang lebih ringan dan lebih satir dalam novel-novelnya, seperti "Captain Pantoja and the Special Service" (1973) dan "Aunt Julia and the Scriptwriter" (1977), yang sebagian didasarkan pada pernikahannya dengan Julia

Pada tahun 1965, Vargas Llosa menikah lagi, kali ini dengan Patricia Llosa. memiliki tiga orang anak: Álvaro, Gonzalo, Morgana dan mereka bercerai pada tahun 2016.

Vargas Llosa terus menerbitkan karyanya bahkan saat ia mulai terlibat dalam politik, termasuk novel sejarah, "The War of the End of the World" (1981). Vargas Llosa juga menulis tentang pencalonannya menjadi presidem dalam memoarnya tahun 1993 "A Fish in the Water."

Pada tahun 2005, ia dianugerahi Penghargaan Irving Kristol dari American Enterprise Institute. Pada tahun 2010, ia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam bidang sastra. Pada tahun 2011, ia diberi gelar bangsawan oleh Raja Spanyol Juan Carlos I.

Karier Politik Vargas Llosa

Saat menempuh pendidikan di Universitas Nasional San Marcos, Vargas Llosa mulai mengembangkan ideologi politik kiri selama kediktatoran Odría.

Diketahui, Vargas Llosa bagian dari sel Komunis yang pernah mendukung sosialisme Amerika Latin, khususnya Revolusi Kuba, menurut ThoughtCo.

Namun, pada tahun 1970-an, Vargas Llosa mulai melihat aspek represif dari rezim Kuba, khususnya dalam hal penyensoran terhadap penulis dan seniman. Ia mulai mengadvokasi demokrasi dan kapitalisme pasar bebas.

Pergeseran ideologi ini membuat hubungannya dengan sesama penulis Amerika Latin menjadi tegang, yaitu García Márquez. Bahkan, Vargas Llosa pernah memukul García Márquez pada tahun 1976 di Meksiko dalam pertengkaran yang ia klaim terkait dengan Kuba.

Pada tahun 1987, Vargas Llosa mengorganisasi protes ketika Presiden Alan García saat itu berupaya menasionalisasi bank-bank Peru. Sebab, Vargas Llosa merasa pemerintah juga akan berupaya mengambil alih kendali media.

Aktivisme ini menyebabkan Vargas Llosa membentuk sebuah partai politik, Movimiento Libertad (Gerakan Kebebasan), untuk menentang García.

Pada tahun 1990, partai ini berkembang menjadi Frente Democrático (Front Demokratik), dan Vargas Llosa mencalonkan diri sebagai presiden tahun itu. Ia kalah dari Alberto Fujimori pada saat itu.

Baca juga artikel terkait PROFIL atau tulisan lainnya dari Sarah Rahma Agustin

tirto.id - Edusains
Kontributor: Sarah Rahma Agustin
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Dicky Setyawan