Menuju konten utama

Profil Bambang Soesatyo dan Rekam Jejak Ketua MPR 2019-2024

Bambang Soesatyo terpilih sebagai Ketua MPR 2019-2024 secara aklamasi. Partai Golkar menyokong Bamsoet di bursa pemilihan ketua MPR setelah ia meredakan polemik dengan kubu Airlangga.

Profil Bambang Soesatyo dan Rekam Jejak Ketua MPR 2019-2024
Ketua MPR Bambang Soesatyo terpilih menutup sidang sidang usai pelantikan pimpinan MPR periode 2019-2024 di ruang rapat Paripurna MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pemilihan Ketua MPR 2019-2024 telah dilaksanakan di Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, pada Kamis malam (3/9/2019). Politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo terpilih secara aklamasi sebagai Ketua MPR periode 2019-2024 di rapat paripurna yang dihadiri 647 wakil rakyat tersebut.

Rapat paripurna itu sempat diskors selama 50 menit setelah Fraksi Gerindra meminta ada waktu untuk lobi-lobi sebelum pemilihan Ketua MPR dilakukan. Gerindra semula berharap sekjen partai itu, Ahmad Muzani terpilih sebagai Ketua MPR. Namun, hampir seluruh fraksi dan Kelompok DPD di MPR, telah mendukung Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo), sebelum pemilihan.

Akhirnya, Gerindra menyatakan ikut mendukung Bamsoet. Ketua Fraksi Gerindra di MPR, Ahmad Riza Patria mengatakan keputusan itu diambil usai ketua umum partainya, Prabowo Subianto berkomunikasi dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Para peserta rapat paripurna pun kemudian kompak menyatakan setuju saat Pimpinan Sementara MPR Abdul Wahab Dalimunthe menegaskan, "Saudara Bambang Soesatyo secara aklamasi terpilih sebagai Ketua MPR RI 2019-2024."

Sebelumnya, pada hari yang sama, Rapat Gabungan Pimpinan Sementara MPR bersama 9 fraksi dan kelompok DPD sudah memutuskan 10 nama pimpinan MPR periode 2019-2024.

Mereka adalah Ahmad Basarah (Fraksi PDIP), Ahmad Muzani (Fraksi Gerindra), Bambang Soesatyo (Fraksi Golkar), Lestari Moerdijat (Fraksi Nasdem), Syarif Hasan (Fraksi Demokrat), Jazilul Fawaid (Fraksi PKB), Hidayat Nur Wahid (Fraksi PKS), Zulkifli Hasan (Fraksi PAN) dan Arsul Sani (Fraksi PPP) dan Fadel Muhammad (Kelompok DPD).

Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengambil sumpah jabatan sepuluh pimpinan MPR yang diketuai Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis malam.

Rekam Jejak Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo (Bamsoet) semula berkarier sebagai wartawan. Pria kelahiran 10 September 1962 ini pernah menjadi Pemred Majalah Info Bisnis dan Harian Umum Suara Karya. Dia tercatat pernah pula menjabat posisi direktur di PT Kodeco Timber dan PT SIMA serta sejumlah perusahaan lainnya.

Pada 2008, ia masuk Partai Golkar dan dipercaya menjabat Wakil Bendahara Umum DPP. Di Pemilu 2009, Bamsoet lolos ke parlemen lewat Dapil Jawa Tengah VII. Dia lalu menjadi anggota Komisi III dan Badan Anggaran. Selain itu, ia pernah aktif di Pansus Angket Bank Century. Pengalamannya di pansus itu, ia tulis dalam bukuSkandal Century di Tikungan Terakhir Pemerintahan SBY-Boediono.

Saat menjadi anggota DPR RI 2009-2014, Bamsoet pernah diterpa tuduhan terkait kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM. Dugaan ini dilontarkan M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Demokrat yang pernah aktif di Komisi III. Nazaruddin memberikan kesaksian bahwa Bamsoet, Azis Syamsuddin dan Herman Herry adalah anggota dewan yang mengetahui soal pengadaan alat simulator SIM.

Pada Februari 2013, ia dipanggil KPK guna memberikan klarifikasi dan keterangan terkait hal itu. Usai dipanggil KPK, Bamsoet membantah tuduhan Nazaruddin. Menurut dia, anggaran simulator SIM tidak menggunakan dana APBN melainkan PNBP. Jadi, tak dibahas di DPR. “Sesuai ketentuan, persetujuan penggunaan dana PNBP itu ada di Kementerian Keuangan,” kata dia seperti dilansir Antara.

Tuduhan Nazaruddin itu tidak membikin karier politik Bamsoet macet. Dia terpilih kembali menjadi anggota DPR pada Pemilu 2014. Di periode ini, Bamsoet sempat menjabat Ketua Komisi III. Akan tetapi, beberapa kali ia juga bersinggungan dengan isu korupsi.

Pada 2017, ia menjadi salah satu legislator yang disorot oleh publik karena masuk di dalam jajaran anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK. Pansus ini menuai kritik karena dinilai berupaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dia pun pernah disebut sebagai salah satu anggota DPR yang mengancam Miryam S Haryani agar tidak memberikan keterangan sebenarnya kepada KPK terkait kasus e-KTP. Bamsoet membantah keras pengakuan Miryam yang disampaikan penyidik KPK Novel Baswedan di salah satu persidangan kasus korupsi e-KTP pada akhir Maret 2017 tersebut.

KPK juga beberapa kali memanggil Bamsoet guna memberi keterangan sebagai saksi di penyidikan kasus e-KTP. Salah satunya terkait penyidikan terhadap tersangka e-KTP Irvanto Hendra dan Made Oka. Dia memenuhi sebagian panggilan KPK, tetapi beberapa kali pernah pula mangkir.

Meski demikian, kasus e-KTP secara tidak langsung turut mengerek karier Bamsoet di DPR. Sebab, ia kemudian menggantikan posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI setelah politikus Golkar itu menjadi tersangka korupsi e-KTP dan ditahan KPK. DPP Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto memilih Bamsoet sebagai pengganti Novanto, pada awal 2018.

Namun, pada akhir masa kerjanya, DPR di bawah kepemimpinan Bamsoet menuai kecaman publik karena kompak menyetujui pengesahan revisi UU KPK. Apalagi, DPR pun berencana mengesahkan sejumlah rancangan beleid bermasalah lainnya, seperti RUU KUHP. Usai demo mahasiswa besar-besaran terjadi, DPR memutuskan menunda pengesahan beberapa RUU itu.

Di sisi lain, usai Pemilu 2019, Bamsoet membidik kursi Ketua Umum Golkar. Ia menjadi penantang terkuat Airlangga di bursa ketua umum Golkar periode 2019-2024. Pendukung Bamsoet pun aktif mendesak DPP Golkar agar segera menggelar Musyawarah Nasional (Munas). Polemik soal Munas ini membikin internal Golkar memanas. Kedua kubu saling mengklaim punya dukungan terbanyak.

Di tengah polemik tersebut, kader Golkar DKI mempersoalkan keabsahan gelar Master of Business Administration (MBA) yang diperoleh Bamsoet dari Institut Manajemen Newport Indonesia (IMNI). Kampus itu tutup sejak 2011. Bamsoet sudah memberikan klarifikasi yang membantah tudingan bahwa ijazah S2 miliknya abal-abal. Klaim itu diperkuat rilis Menristekdikti Mohamad Nasir.

Belakangan, polemik di internal Golkar mereda. Bamsoet mengaku sudah meredakan ketegangan dengan kubu Airlangga. "Jadi melihat situasi, kondisi dan tensi politik yang semakin memanas, saya memutuskan untuk cooling down bersama-sama mas Airlangga," ujar Bamsoet, pada Senin (30/9/2019) lalu.

Sehari kemudian, Golkar memutuskan mengajukan Bamsoet sebagai Ketua MPR. Golkar bahkan mengundang semua pimpinan fraksi di MPR di acara makan siang, 2 Oktober lalu. Ketua Fraksi Golkar, Zainuddin Amali mengakui acara itu sebagai ajang lobi agar Bamsoet terpilih menjadi Ketua MPR.

Data Kekayaan Bambang Soetsatyo

Bamsoet dikenal sebagai politikus yang lumayan tajir. Adapun sesuai data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilansir laman e-LHKPN, Bamsoet memiliki kekayaan senilai total Rp98,01 miliar. Data ini berdasarkan LHKPN yang disetorkan oleh Bamsoet pada Maret 2019 untuk periode pelaporan 2018.

Harta Bamsoet didominasi tanah dan bangunan di Jakarta dan sejumlah kota lain, senilai Rp71,2 miliar. Selain itu, ia mempunyai belasan kendaraan mewah bernilai Rp18,5 miliar. Dia mengoleksi mobil Ferrari, Tesla, Hummer H2 Jeep, Mercedes Benz, Rollsroyce Phantom hingga Lamborghini.

Nilai harta Bamsoet pada 2018 itu melonjak Rp30-an miliar jika dibandingkan data 2016. Di dalam LHKPN yang ia serahkan pada Maret 2016, total kekayaan Bamsoet tercatat senilai Rp62,74 miliar. Harta berupa tanah dan bangunan milik Bamsoet pada 2016 baru senilai Rp38,7 miliar.

Sedangkan menurut data LHKPN periode 2010, harta Bamsoet senilai Rp24,1 miliar. Pada 9 tahun lalu, tanah dan bangunannya baru bernilai Rp8,79 miliar. Harta berupa kendaraan saat itu mendominasi kekayaan milik Bamsoet, yakni mencapai nilai Rp10,47 miliar.

Baca juga artikel terkait KETUA MPR atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Politik
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH