tirto.id -
"Mendesak kepada Sdr. Firli Bahuri untuk segera mundur dari jabatannya sebagai ketua KPK sekaligus sebagai komisioner KPK," kata Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam keterangan tertulis, Kamis (23/11/2023).
Dijelaskan Busyro, penetapan tersangka Firli Bahuri merupakan bentuk kepekaan, respons positif, independensi, dan tanggung jawab Polri atas praktek korupsi sebagai kejahatan politik di Indonesia. Oleh karena itu, Polda Metro Jaya patut diapresiasi.
Selanjutnya, Busyro meminta agar adanya evaluasi di KPK supaya menjadi lebih baik lagi.
"Mengingatkan kepada Presiden untuk melakukan koreksi dan evaluasi dalam pembentukan Panitia Seleksi ke depan dilakukan dengan transparan, dan mengedepankan peran serta elemen masyarakat sipil," ucap Busyro.
Lebih lanjut ditegaskannya, aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman diharapkan untuk tidak ragu sedikit pun mengusut kasus dugaan korupsi ini dengan cermat, obyektif. Selain itu, diharapkan tuntutan serta hukuman yang dijatuhkan akan diberikan seberat-seberatnya dan seadil-adilnya.
"Mendesak DPR bersama Pemerintah untuk memetik pelajaran sebesar-besarnya dari kasus ini untuk proses seleksi calon pejabat penegak hukum yang terbebas dari kepentingan politik pragmatis sesaat dan transparan," ungkap Busyro.
Menurutnya, peristiwa ini dan ketidakadilan di Mahkamah Konstitusi harus benar-benar menjadikan titik balik untuk bersama-sama bangkit dari limbah dosa politik yang jelas-jelas telah meruntuhkan muruah kenegaraan dan merugikan rakyat serta melumpuhkan demokrasi.
Peristiwa tersebut juga menjadi pembuktian bahwa praktik korupsi yang selama ini dominan dalam bentuk suap dan gratifikasi semakin meluluhlantakkan sendi-sendi kekuatan negara dari kewajiban utamanya melindungi rakyat dari penderitaan.
Masyarakat, katanya, selalu menjadi korban pemiskinan struktural yang disebabkan langsung oleh state capture corruption. Hal itu juga berdampak buruk pada meluasnya praktik birokrasi nasional yang kleptokratif.
"Selain sektor penambangan, situasi saat ini diperparah oleh intervensi petinggi negara terhadap MK dan KPK untuk kepentingan politik sesaat dan melegalkan dinasti nepotisme keluarga sebagai racun demokrasi dan masa depan kepemimpinan berbasis prinsip meritokrasi, transparansi, dan profesionalisme," ujar Busyro.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Maya Saputri