Menuju konten utama

Berbagai Cara Kurir Menyelundupkan Narkoba

Narkoba dibungkus di dalam nenas, menyaru sebagai wortel, bahkan dikirim secara massif dalam kapal selam bikinan rumahan!

Berbagai Cara Kurir Menyelundupkan Narkoba
Gambaran bagaimana narkoba diselundupkan menggunakan nanas. FOTO/Istimewa

tirto.id - Dalam industri perdagangan narkoba, manusia bisa serupa bidak catur. Para raja adalah pemimpin kartel. Kita bisa menyebut Pablo Escobar, Joaquin "El Chapo" Guzman, juga Amado Carillo Fuentes. Di sekelilingnya, para menteri hingga kuda, adalah orang-orang kepercayaan. Yang menjadi bidak tentu saja para kurir.

Para kurir adalah orang paling depan yang menghadapi bahaya. Kalau penyelundupan narkoba terbongkar, kurirlah yang akan ditangkap. Bukan orang kepercayaan, apalagi pemimpin kartel.

Salah satu kisah menarik sekaligus tragis tentang kehidupan kurir narkoba bisa ditengok di film American Made, film rilisan 2017 yang dibintangi oleh Tom Cruise sebagai Barry Seal. Ia adalah pilot yang kemudian menjadi penyelundup kokain milik kartel Medellin, dan kemudian menjadi agen pemerintah AS.

Pada awalnya, ada keraguan untuk menyelundupkan kokain. Tingkat bahayanya lebih besar ketimbang penyelundupan ganja seperti yang biasa ia lakukan. Namun, godaan uang tentu saja lebih bisa mengambil alih. Suatu ketika ia bertemu langsung dengan sang raja Medellin, Pablo Escobar. Ia dan beberapa anak buahnya meminta Seal menerbangkan lima ratus kilogram kokain.

"Dalam sekali jalan?"

"Banyak tanya. Lakukan saja."

Menjadi kurir memang tampak menyenangkan dari luar. Uangnya melimpah. Seal hidup berlebihan. Uang yang tak sanggup ditampung, dimasukkan ke bank, juga dikubur di pekarangan. Sebagai pilot, metode penyelundupan kokain yang dilakukan oleh Seal jelas memakai pesawat terbang.

Di era 1970 dan 1980-an, menyelundupkan narkoba dengan pesawat terbang maupun speed boat bisa dibilang modus canggih. Sebelumnya, kebanyakan penyelundupan melalui jalur darat. Namun, seiring waktu, para kartel menemukan metode lain untuk menyelundupkan narkoba. Beberapa seringkali tak terbayangkan.

Dua tahun sebelum memasuki 1990, penjaga pantai di Boca Raton, Florida, menemukan kapal selam kecil yang dikontrol dengan remote. Kapal selam mini sepanjang 6,4 meter ini ditemukan berada di dalam air. Penemuan ini menghebohkan, karena kapal selam itu seperti buatan sendiri, bukan pabrikan.

"Selama 27 tahun dalam bisnis kapan selam, aku tak pernah sekalipun melihat yang seperti ini," ujar Kevin Peterson, manajer H.A Perry Foundation Inc., sebuah perusahaan pembuatan kapal selam.

Namun, baru pada 2006, kapal selam yang dipakai untuk menyelundupkan kokain berhasil ditangkap. Saat kapal selam sepanjang 15 meter itu ditangkap, ia membawa empat orang penumpang, sepucuk AK-47, dan tiga ton kokain.

Penyelundupan kokain dengan memakai kapal selam sudah lama terdengar, tapi tak pernah terlihat bentuknya. Karena itu, para penegak hukum di AS menyebut kapal selam ini sebagai Bigfoot—makhluk raksasa di pegunungan Himalaya yang terus menerus diceritakan, tapi tak pernah satu kalipun terlihat wujudnya.

Laporan David Kushner untuk The New York Times pada 2009 menyebut kapal selam ini dibuat manual di tengah hutan Kolombia. Sejak pertama tertangkap, pihak penegak hukum terus waspada terhadap metode ini. Hasilnya, lebih banyak kapal selam yang tertangkap. Pada 2009, pihak penegak hukum AS mendeteksi 60 kapal selam yang diduga dipakai kartel kokain. Namun tak banyak yang tertangkap.

The Economistmenuliskan betapa liatnya menangkap kapal selam penyelundup ini. Dalam kondisi tangki bahan bakar penuh, ia bisa menempuh jarak 3.200 kilometer. Kapal selam ini juga licin berkat badan kapal yang kecil, membuatnya teramat lincah.

Kapal selam dianggap punya persentase tinggi keberhasilan menyelundupkan narkoba. Diperkirakan hanya 14 persen kapal selam yang berhasil ditangkap, sisanya berhasil lolos. Pada 2009, diperkirakan ada 70 kapal selam yang berhasil menyelundupkan narkoba dengan nilai masing-masing $500 ribu dolar. Satu kapal selam bisa memuat dua hingga lima ton kokain. Metode penyelundupan dengan kapal selam diperkirakan berperan mengekspor 30 persen kokain dari Kolombia.

Tapi tak semua penyelundupan narkoba memakai metode canggih seperti kapal selam. Kebanyakan malah menggunakan cara yang tampak polos tapi sebenarnya menunjukkan perpaduan kecerdikan, kelicikan, juga ketegaan.

Para bos kartel narkotika di Nigeria, misalnya. Mereka punya pasukan kurir yang disebut sebagai "para penelan". Mereka akan menelan hingga 150 balon berisi narkoba. Sekali jalan, para kurir ini bisa mendapat $15 ribu. Kurir tidak hanya terdiri dari orang dewasa, tapi juga remaja dan anak-anak. Pada 2003, remaja berusia 16 tahun dan 12 tahun nyaris tewas saat balon berisi heroin di tubuhnya meledak.

Penggunaan tubuh sebagai medium penyelundupan narkoba punya beberapa cara. Selain dipak dalam balon dan ditelan, ada pula kasus perempuan yang meletakkan kokain dalam implan payudara. Kasus terbaru terjadi saat petugas di bandara Frankfurt, Jerman, menemukan bekas sayatan yang masih baru di bawah dada seorang perempuan Kolombia. Setelah diperiksa, ditemukan satu kilogram kokain.

Infografik Adu Lihai Kartel VS Polisi

Yang juga sering dipakai para kartel adalah menyembunyikan narkotika dalam buah atau sayur. Di Texas, mariyuana dikemas seperti bentuk wortel, dan dilapisi lakban berwarna oranye. Sehingga jika dilihat sekilas, ia memang tampak seperti wortel.

El Chapo juga punya cara yang sistematis. Ia membeli tanah di Guadalajara dan membangun pabrik pengalengan. Di sana, kartel Sinaloa pimpinannya memproduksi ribuan kaleng jalapeno bermerek Comadre Jalapenos. Cabai jalapenos itu tentu saja diisi kokain. Kaleng-kaleng tersebut kemudian dikemas dalam kemasan vakum, dan dikapalkan ke ribuan toko serba ada—yang dimiliki oleh orang Meksiko—di California.

Buah dan sayur yang sering dipakai adalah semangka, kelapa, hingga mentimun. Semuanya adalah jenis buah yang rongganya bisa dikerok dan diisi narkotika. Terbaru, sekira 745 kilogram kokain ditemukan di dalam nanas. Dari luar, nanas itu tampak seperti nanas pada umumnya. Masih lengkap dengan kulit dan daun. Namun ketika kulitnya dibuka dan isinya dicungkil, tampak isinya: plastik berisi kokain.

Meski berisiko amat besar, bisnis penyelundupan narkoba terus berjalan karena perputaran uang yang kencang nan bernilai fantastis. Menurut Global Financial Integrity dalam laporanTransnational Crime and the Developing World (2017), perdagangan narkoba di dunia diperkirakan bernilai $426 miliar hingga $652 miliar.

Di sisi lain, kemiskinan mendorong orang untuk sukarela menjadi kurir narkotika. Di Nigeria, pendapatan per kapita per tahun adalah $2.100. Sedangkan menjadi kurir narkotika bisa mendapatkan $15 ribu sekali jalan. Di Kolombia, kemiskinan menjadi alasan utama orang rela menjadi kurir.

Tentu para kurir ini pula yang kena sikat saat segala penyelundupan itu terbongkar. Mereka adalah pion yang dikorbankan, menjadi pihak yang kena "makan" saat ada sergapan.

Tak banyak yang beruntung seperti Gary Tovar. Sejak akhir 1960, ia sudah aktif sebagai kurir mariyuana. Selagi menjalani karier sebagai kurir dan distributor mariyuana di California, ia menjalani bisnis sebagai promotor musik di bawah bendera Goldenvoice. Ia beberapa kali membuat konser band-band rock seperti Public Image Ltd, Siouxsie and the Banshees, Dead Kennedy, Bad Religion, Nirvana, dan Red Hot Chili Peppers.

Sebagai kurir dan bandar mariyuana, Tovar tertangkap pada 1991. Pengadilan menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara. Lepas dari tahanan, ia kembali menjalani karier di bidang promotor musik. Berkat jaringan yang luas, bisnisnya sukses. Pada 1999, Goldenvoice membuat Coachella Festival, dan Tovar menjadi konsultan.

Sisa kurir lain berakhir seperti Bary Seal: tewas dibunuh kartel. Jika tak menemui ajal di tangan kartel, ya akan menemui ajal di negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati seperti Indonesia. Yang tak dihukum mati, harus siap menghadapi hukuman penjara belasan hingga puluhan tahun, bahkan seumur hidup.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani