tirto.id - Perdana Menteri India, Narendra Modi, kini tengah menghadapi gejolak cukup besar di negaranya. Pangkalnya: kebijakan penarikan mata uang 500 dan 1000 rupee yang diumumkan secara mendadak pada 8 November lalu.
Kebijakan tersebut langsung memantik kepanikan di tengah-tengah masyarakat India. Ratusan ribu warga berbondong-bondong mendatangi bank dan ATM untuk menukar atau menarik uangnya. Ribuan warga lainnya memilih untuk memborong emas atau aset lainnya untuk mengamankan hartanya. Warga India dicekam ketakutan karena uang mereka terancam menguap tak berbekas.
Kondisi itu nyatanya tidak membuat Narendra Modi bergeming. Pemerintahnya terus saja melanjutkan kebijakan itu tanpa basa-basi. Ia yakin bahwa kebijakan ini adalah resep terampuh untuk membunuh korupsi yang menggejala di India.
Di sisi lain, Modi menegaskan kebijakan ini adalah cara pemerintahannya untuk membela rakyat kecil India. Ia berdalih kebijakannya ditujukan untuk memukul masyarakat menengah ke atas yang seringkali terlibat korupsi dan mengemplang pajak.
Satu hal sudah tersurat dari tindakan Modi: pemerintahnya telah mendefinisikan sasarannya dengan jelas, yaitu para orang kaya di India.
Golongan kaya vs. kaum miskin
Modi selalu menyiratkan bahwa perang terhadap korupsi di India selalu diarahkan kepada golongan kaya di negara itu. Di sisi lain, Modi juga menggarisbawahi bahwa perang terhadap korupsi akan menolong kaum tak berpunya dan kelas menengah di India.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Modi dalam merespons kebijakan penarikan 500 dan 1000 rupee tersebut.
“Kebijakan ini diluncurkan pemerintah untuk memberdayakan rakyat miskin India. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah selalu berpihak kepada mereka,” papar Modi dalam pidato resminya pada 8 November lalu.
Dalam kesempatan yang sama, Modi tidak lupa untuk menyindir keterlibatan golongan kaya dalam epidemi korupsi yang menggejala di negerinya.
“Beberapa orang telah menyalahgunakan jabatan mereka untuk melakukan korupsi. Sementara, India juga masih memiliki orang-orang jujur yang berkomitmen untuk memeranginya,” tandas Modi.
Dalam kesempatan berbeda, saat berpidato di depan masyarakat Uttar Pradesh, Modi menegaskan bahwa langkahnya ini sudah tepat. Seperti diberitakan Hindustan Times, Modi menyatakan bahwa kebijakan penarikan mata uang akan membuat “rakyat miskin bisa tidur nyenyak, sedangkan mereka yang menyembunyikan uang-uang haram terpaksa harus membeli obat tidur."
Modi menjamin kebijakan-kebijakan antikorupsinya memang didasarkan kepada apa yang dibutuhkan dan dirasakan oleh rakyat miskin India. Ia mengaku paham betul tentang hal itu, karena Modi sendiri memang berasal dari kalangan miskin India.
“Saya sudah terlatih untuk membuat kadak [sejenis tea pekat dan pahit] sejak kecil, dan saya paham jika rakyat miskin memiliki tekad seperti kadak, sementara golongan kaya hanya akan mencicipi rasa pahitnya,” tandas Modi.
Belakangan, ketika situasi India kian memanas setelah pemerintah kesulitan menyediakan uang bagi warga miskin yang akan menarik dananya, Modi tampil untuk memohon pengertian mereka. Ia menyadari kebijakannya ternyata malah berdampak buruk kepada masyarakat miskin alih-alih terhadap golongan kaya.
“Saya menyadari kesulitan anda akibat penarikan uang 500 dan 1000 rupee ini.[...] Saya ikut prihatin atas situasi ini, oleh karena itu, saya akan berusaha semampu saya untuk menghentikan kesulitan ini. Namun, prinsip saya tak berubah: saya tidak akan membiarkan siapapun mencuri uang yang semestinya menjadi hak rakyat India!,” tandasnya seperti dikutip The Guardian.
Seakan tak cukup mengumbar janji, Modi bahkan mengaku siap dipenjara apabila kebijakan ini terbukti lebih banyak melahirkan mudarat dibandingkan manfaat.
“Saya hanya minta 50 hari bagi rakyat saya untuk bersabar. Berikan saya waktu hingga 30 Desember. Setelah itu, jika ada kesalahan yang anda temukan dalam niatan atau tindakan saya, saya siap untuk menerima hukuman apapun dari negara!” ujarnya seperti dikutip Indian Express.
Pertaruhan popularitas Modi
Modi adalah sosok yang memiliki popularitas sangat baik di India. Seperti dilansir oleh Bloomberg, Modi terpilih sebagai perdana menteri dengan mandat elektoral terbesar selama 30 tahun terakhir. Hal ini disebabkan kepiawaian Modi dalam menerjemahkan kemuakan publik India atas isu korupsi dan inflasi yang menggerogoti pertumbuhan ekonomi negara ini yang luar biasa.
Ia dianggap sebagai figur yang teruji dan terbukti sukses menangani korupsi dan isu-isu ekonomi lainnya semasa masih menjabat di negara bagian Gujarat. Selama bertahun-tahun memangku berbagai posisi di Gujarat, Modi mampu mengubah negara bagian itu menjadi salah satu wilayah dengan perekonomian terbaik di India. Hal inilah yang membuat publik masih memercayai sosok Modi hingga saat ini.
Kebijakan penarikan rupee secara mendadak terjadi di saat popularitas Modi terus menanjak. Menurut hasil riset Pew Research pada September lalu, sebagian besar rakyat India masih memiliki pandangan positif atas kinerja Modi yang menjabat sejak 2014. Inilah salah satu faktor penting yang mendorong Modi untuk berani mengeksekusi kebijakan kontroversial ini dalam waktu mendadak.
Sejumlah 81 persen rakyat India merasa puas atas kepemimpinan Modi. Angka ini memang turun dari 87 persen pada tahun lalu, namun persentasenya masih menunjukkan angka yang signifikan. Di hadapan pendukung partainya sendiri, Bharatiya Janata Party (BJP), sejumlah 82 persen masih menyatakan kinerja Modi memuaskan.
Modi juga masih cenderung populer di kalangan penduduk perkotaan maupun penduduk pedesaan India. Masih berdasarkan data Pew Research, sejumlah 57 persen rakyat perkotaan India menganggap kinerja Modi “sangat memuaskan”; 25 persen menyatakan “memuaskan”; 8 persen menyatakan “kurang memuaskan”; dan 7 persen menyatakan “sangat tidak memuaskan”.
Persentase nyaris sama juga didapatkan dari penduduk pedesaan. Sebanyak 57 persen penduduk menilai kinerja Modi “sangat memuaskan”; 23 persen menilai “memuaskan”, 10% menilai “kurang memuaskan; dan 6 persen menilai “sangat tidak memuaskan”
Opini publik yang berkembang terhadap Modi juga sangat positif. Sejumlah 56 persen responden menilai Modi “peduli terhadap kehidupan saya”, sementara 49 persen menilainya “sanggup menuntaskan pekerjaannya”.
Popularitas Modi dan pemerintahannya pascakebijakan penarikan rupee pun sejauh ini belum menurun. Kondisi ini dapat dilihat dari hasil pemilihan suara sela pada 22 November lalu. Dalam pemilihan yang memperebutkan empat kursi parlemen dan 10 kursi dewan di enam negara bagian itu, partai pendukung Modi, BJP, masih sanggup menangguk hasil memuaskan.
BJP sukses mempertahankan tiga kursi parlemen di Assam, menang di Arunchal Pradesh dan West Bengal, serta menangguk vote share yang tinggi secara keseluruhan.
Hasil ini makin menambah sikap optimistis dari Modi. Dalam waktu dekat, ia telah merencanakan gebrakan antikorupsi tahap kedua yang menyasar aset-aset “benaami” milik orang-orang kaya India. “Benaami” adalah istilah untuk menyebut sebuah properti yang dibeli menggunakan nama orang lain. Metode ini lazim digunakan oleh orang kaya India untuk menimbun aset atau mencuci uang haram mereka.
Undang-undang Benaami yang baru sebenarnya sudah diberlakukan sejak 1 November lalu. Namun, pelaksanaannya belum benar-benar digenjot oleh Modi. Setelah kebijakan demonetisasinya lulus dari ujian publik, Modi tampaknya akan segera beralih memburu aset-aset “benaami” ini. Dan, lagi-lagi, Modi tak lupa menyisipkan narasi rakyat miskin di dalam kebijakan ini.
“Pemerintah akan segera mengambil langkah tegas untuk menangani properti “benaami”. […] Aset “benaami” adalah milik negara ini. Pemerintahan saya berkomitmen bahwa langkah ini harus kami ambil sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam membantu rakyat miskin, dan saya pastikan akan melakukannya,” tandas Modi kepada Indian Express.
Rakyat miskin India pun kini tengah menantikan gebrakan berikutnya dari sang “perdana menteri rakyat miskin” Narendra Modi.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Maulida Sri Handayani