tirto.id - Polri telah menangkap 23 terduga pembakaran hutan dan lahan (Karhutla), serta masih mencari apakah ada relasi antara pelaku dengan perusahaan.
"Sebagian besar ini pelaku individu, belum mengarah pada korporasi. Tapi proses penyidikan masih berjalan, apakah ada keterlibatan korporasi," ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Korek api jadi salah satu barang bukti yang disita kepolisian dari tersangka. Motif pelaku membakar hutan, lanjut dia, untuk membuka lahan baru.
"Itu adalah hal-hal yang sifatnya tradisional, kami ingatkan terus pemerintah daerah dan bekerja sama dengan TNI, Polri, tokoh masyarakat setempat untuk mengubah pola masyarakat ketika membuka lahan," kata Dedi.
Pelaku tanpa menyadari membakar lahan gambut sehingga terdapat kekeringan. Cadangan air di titik rawan kebakaran hutan dan lahan pun sangat sedikit di musim kemarau seperti saat ini. Satgas Karhutla pun terus berpatroli untuk mengantisipasi adanya pembakaran lain.
Dedi menyatakan, jika korporasi terbukti menjadi aktor pembakaran hutan dan lahan, maka peran masing-masing jajaran perusahaan akan dicari tahu dan dapat dikenakan sanksi dugaan tindak pidana bahkan pencabutan izin.
"Kalau terbukti perusahaan itu melakukan perbuatan melawan hukum, bisa dicabut izinnya oleh Pemda dan sanksi selain pidana terasa orang per orang, sanksi denda pun akan semakin berat," tutur Dedi.
Ada enam Polda yang disiagakan untuk kasus Karhutla karena rawan titik panas yaitu Polda Riau, Polda Sumatera Selatan, Polda Jambi, Polda Kalimantan Tengah, Polda Kalimantan Selatan dan Polda Kalimantan Barat.
Untuk pemantau, ada jajaran Polda Aceh, Polda Sumatera Utara dan Polda Kalimantan Timur.
Ia menambahkan, hutan yang dibakar sebagian besar berada di kawasan hutan lindung.
"Misalnya masyarakat adat, mereka menganggap tanah itu tanah rakyat. Susah untuk membuktikan tanah itu ilegal atau tidak," ujar Dedi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno