Menuju konten utama

Polemik Draf RUU Sisdiknas yang Menghapus Tunjangan Profesi Guru

Satriwan menilai tidak adanya pasal TPG akan berdampak pada jutaan guru dan keluarga yang harus mereka tanggung biaya hidupnya.

Polemik Draf RUU Sisdiknas yang Menghapus Tunjangan Profesi Guru
Sejumlah guru honorer membawa poster dan spanduk saat menggelar unjuk rasa di kantor PGRI, Desa Siron, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat (17/9/2021). ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.

tirto.id - Nasib guru semakin terpuruk dan sengsara dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Sebab, pasal tentang Tunjangan Profesi Guru (TPG) telah hilang di dalam RUU tersebut.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim mengatakan, pihaknya telah mencermati dengan seksama isi RUU Sisdiknas, khususnya pasal mengenai guru. P2G pun telah membandingkan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

“Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia,” kata Satriwan melalui keterangan tertulis, Senin (29/8/2022).

Satriwan menjelaskan dalam draf RUU Sisdiknas pada Februari 2022, Pasal 118 ayat 2 dan draf RUU Sisdiknas pada Mei di Pasal 102 ayat 3, masih jelas tercantum secara eksplisit pasal mengenai “Tunjangan Profesi Guru.”

Namun anehnya, kata Satriawan, dalam draf RUU Sisdiknas yang diserahkan ke Badan Legislatif (Baleg) DPR RI pada Agustus 2022 yang kini menjadi RUU Prolegnas Prioritas, ternyata pasal tentang TPG Guru dihilangkan.

Satriwan menerangkan, dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul “hak guru mendapatkan Tunjang Profesi Guru.” Pasal ini hanya memuat klausul “hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial.”

Pasal 105, guru berhak memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen pemerintah secara eksplisit, jelas mencantumkan pasal mengenai “Tunjangan Profesi Guru.”

Dalam Pasal 16, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Tunjangan profesi diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh sekolah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Merugikan & Buat Guru Kecewa

Satriwan menilai, dengan tidak ada pasal tentang TPG akan berdampak pada jutaan guru di Indonesia dan juga keluarga yang harus mereka tanggung biaya hidupnya.

“RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG seperti mimpi buruk bagi jutaan guru, calon guru, dan keluarga mereka” kata Satriwan yang berprofesi sebagai guru SMA ini.

Selain itu, dengan tidak adanya tunjangan akan berdampak pada kesejahteraan guru yang selama ini mengharapkan pendapatan tambahan di luar gaji. Sebab, gaji yang diterima oleh para guru, terutama honorer sangatlah rendah.

“Sekolah swasta menengah enggak semua bisa memberikan biaya yang layak karena SPP rendah. Mereka sangat berharap dari tunjangan. Guru honorer lebih miris, karena mereka tidak diberikan gaji yang layak dan manusiawi," tuturnya.

Dengan minimnya kesejahteraan dan penghargaan yang diberikan pemerintah melalui tunjangan, Satriwan khawatir tidak ada lagi anak muda yang ingin menjadi guru.

“Mereka anak muda yang baru lulus karena tidak mau jadi guru, karena guru tidak menjanjikan kesejahteraan," ujarnya.

Satriwan pun menyayangkan dengan terdapat perubahannya draf RUU yang awalnya diserahkan ke Baleg DPRD RI pada Februari dengan draf final pada Agustus ini. Menurutnya, hal ini dapat dibilang dengan istilah korupsi pasal.

“Permintaan kami, Kemdikbudristek dan Baleg mohon cantumkan kembali hak-hak guru seperti TPG secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas sebagaimana sangat detil dimuat dalam UU Guru dan Dosen," tuturnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi. Ia menilai dihapusnya pasal tunjangan profesi guru benar-benar mengingkari logika publik serta menafikkan profesi guru dan dosen.

Dengan dihapuskannya tunjangan, kata dia, hal itu telah melukai rasa keadilan para pendidik.

“Ini sama saja matinya profesi guru dan dosen," kata Unifah melalui konferensi pers secara daring, Senin (29/8/2022).

Dirinya menuturkan guru maupun dosen sudah mau mengajar meskipun tingkat kesejahteraan sangat rendah. Para guru bertahan karena prinsip mengabdi dan mencintai Tanah Air.

Oleh karena itu, kata dia, PGRI mendesak agar Kemendikbudristek mengembalikan pasal mengenai tunjangan profesi guru di dalam RUU Sisdiknas.

“Tunjangan profesi ini wajar sebagai bentuk penghargaan dan keadilan yang diperjuangkan terus menerus,” kata Unifah.

Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda meminta kepada Kemendikbud untuk memastikan kembali bahwa tunjangan profesi guru tetap ada dalam RUU Sisdiknas.

“Prinsipnya Komisi X akan memastikan tunjangan profesi harus tetap ada, terutama buat guru honorer, swasta, non-ASN yang memiliki gaji minim," kata Huda kepada reporter Tirto, Senin (29/8/2022).

Kemendikbud Klaim Tetap dapat Tunjangan

Menjawab protes tersebut, Kemendikbudristek mengklaim guru akan tetap mendapatkan tunjangan profesi di dalam RUU Sisdiknas.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril mengklaim, RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru.

“RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Iwan melalui konferensi pers secara daring, Senin (29/8/2022).

Iwan menjelaskan, RUU Sisdiknas juga mengatur bahwa guru ASN yang sudah mengajar, namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi sesuai Undang-Undang ASN.

“Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang," ucapnya.

Sedangkan untuk guru non-ASN yang sudah mengajar, namun belum memiliki sertifikat pendidik, pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

“Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,” ucapnya.

Sementara itu, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Taufik Basari mengatakan, RUU Sisdiknas saat ini merupakan satu dari empat RUU dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024. RUU ini diusulkan oleh pemerintah untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 pada 24 Agustus 2022.

Politikus Partai NasDem itu pun menyatakan, pihaknya mengkritisi poin-poin yang ada di RUU Sisdiknas yang dinilai bermasalah dan minim partispasi publik.

Oleh karena itu, dia menyatakan Baleg DPR RI akan mempelajari hal-hal yang menjadi keberatan publik mulai dari proses penyusunannya hingga poin-poin substansi yang ada di dalamnya.

“Kami akan mempelajari dan mendalami usulan RUU ini sekaligus akan menghimpun masukan dan keberatan dari masyarakat,” kata Basri melalui keterangan tertulis, Senin (29/8/2022).

Baca juga artikel terkait REVISI UU SISDIKNAS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz