tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan tersangka kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian, Ruslan Buton.
"Mengadili, satu menolak permohonan praperadilan pemohon seluruhnya. Dua, membebankan kepada pemohon biaya perkara," kata Hakim Tunggal Praperadilan PN Jaksel, Hariyadi, Kamis (25/6/2020).
Sidang tersebut berlangsung secara tatap muka yang dihadiri oleh kuasa hukum Ruslan Buton serta pihak termohon yakni Direktorat Siber Bareskrim Polri.
Dengan ditolaknya gugatan praperadilan, maka hakim tidak mempertimbangkan petitum yang diajukan pemohon yakni soal penetapan tersangka yang dinyatakan tidak sah.
Hakim menyatakan penetapan tersangka Ruslan Buton sebagai tersangka sah secara hukum.
Hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang diberikan polisi selama persidangan seperti bukti surat T2C hingga T17 yakni semua tahapan dalam penyelidikan yang dilakukan penyidik sebelum menetapkan status tersangka.
"Maka hakim menyimpulkan bahwa pada saat pemohon ditetapkan sebagai tersangka, termohon telah memiliki dua alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi dan ahli serta penyertaan barang bukti lainnya yang sah," kata Hariyadi.
Sementara itu, kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun menyatakan kecewa dengan putusan tersebut. Ia menilai sidang tersebut tidak mengindahkan Putusan Mahkamah Agung, dengan tidak dipertimbangkannya Putusan MA No 21 Tahun 2012 tentang pemeriksaan calon tersangka dan adanya minimal dua alat bukti.
"Hakim tutup mata untuk itu dengan alasan macam-macam tadi. Ini artinya hukum tidak diakui di pengadilan," kata Toni.
Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020). Dalam kasus ini, polisi menyita satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden.
Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5/2020) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020.
Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut dia, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan dalam rekaman suaranya.
Usai merekam suara, pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan