Menuju konten utama

PKS Buka Opsi Abstain di Pilpres 2019 Jika Kadernya Tak Terpilih

Direktur Pencapresan PKS, Suhud Aliyudin menyatakan, partainya akan membuka opsi abstain di Pilpres 2019, jika kadernya tak dipilih oleh Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.

PKS Buka Opsi Abstain di Pilpres 2019 Jika Kadernya Tak Terpilih
Ilustrasi. Presiden PKS Sohibul Iman bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di DPP PKS, Jakarta, Senin (30/7/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - PKS membuka opsi abstain atau tidak berpihak dalam Pilpres 2019 mendatang, jika kadernya tak dipilih Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto. Hal ini disampaikan Direktur Pencapresan PKS, Suhud Aliyudin.

"(Abstain) itu salah satu opsi yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak memungkinkan. Tapi itu tergantung pembahasan pimpinan DPP dan Majelis Syuro. Kira-kira sikap resmi PKS itu seperti apa ketika ada nama lain yang diusulkan," kata Suhud saat dihubungi, Rabu (1/8/2018).

Saat ini, kata Suhud, PKS sangat serius mengusung Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Seggaf Al Jufri sebagai pendamping Prabowo. Sebab, menurutnya, Salim juga menjadi rekomendasi dari Ijtima Ulama GNPF.

"Ini adalah beban atau amanah yang harus ditunaikan PKS sebagai partai dakwah. Partai umat. Partainya para ulama. Agar rekomendasi itu bisa jadi kenyataan. Jadi posisi kami akan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan itu," kata Suhud kepada Tirto, Rabu (1/8/2018).

Menurut Suhud, keputusan ini diambil PKS lantaran Abdul Somad sebagai sosok lain yang direkomendasikan Ijtima Ulama GNPF telah menyatakan diri tidak bersedia menjadi cawapres Prabowo. Maka, tinggal tersisa Salim untuk diperjuangkan.

"Meskipun kami memang masih berharap Ustaz Somad tidak terburu-buru mengambil keputusan itu karena beliau bisa jadi titik temu kepentingan," kata Suhud.

Suhud pun kemudian mengungkit kesepakatan antara Prabowo dan Salim Seggaf. Bahwa, capres dari Gerindra dan cawapres dari PKS.

"Kami yakin bahwa Pak Prabowo akan mengambil keputusan secara bijak. Artinya mempertimbangkan proses yang panjang dan tidak akan memunculkan ketidaknyamanan dalam koalisi," kata Suhud.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan belum tentu menyepakati hasil Ijtima Ulama. "Rekomendasi itu adalah rekomendasi. Alat. Marilah kita pelajari hasil Ijtima itu, klausul demi klausul," kata Prabowo usai melakukan pertemuan dengan jajaran pengurus DPP dan Majelis Syuro PKS terkait hasil ijtima tersebut di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018).

Sementara, menurut Prabowo, perkara memilih cawapres adalah hal krusial yang tidak bisa ditentukan hanya berdasarkan satu sumber rekomendasi saja. Melainkan, menurutnya, membutuhkan banyak rekomendasi dan masukan dari pelbagai pihak lainnya, termasuk Demokrat yang telah menyatakan berkoalisi dengan Gerindra dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam yang penting di negeri ini.

Dalam hal ini, Prabowo juga menegaskan yang berhak memutuskan cawapres pendampingnya adalah partai politik. Karena, menurutnya, sistem politik di Indonesia menyatakan hanya partai politik yang dapat mengusung capres dan cawapres.

"Kami hargai jajak pendapat dan masukan. Tapi keputusan akhir ada di parpol. Jadi Ijtima pun rekomendasi. Tapi keputusan tetap melalui parpol. Jadi ini harus kami perhatikan," kata Prabowo.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yandri Daniel Damaledo