Menuju konten utama

Perseteruan Buwas vs Enggartiasto: Impor Beras hingga Bawang Putih

Kebijakan impor bawang putih untuk menstabilkan harga jelang Ramadan berbuntut perseteruan antara Dirut Bulog Budi Waseso dengan Mendag Enggartiasto.

Perseteruan Buwas vs Enggartiasto: Impor Beras hingga Bawang Putih
Kementerian Perdagangan melakukan operasi pasar Bawang Putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur Kamis (18/2019). tirto.id/Selfie Miftahul

tirto.id - Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso atau akrab disapa Buwas mengeluhkan adanya seorang menteri yang menghalangi-halangi impor 100 ribu ton bawang putih. Alasannya, izin impor Bulog tak kunjung diberikan hingga April 2019 berakhir.

Buwas pun berkesimpulan seseorang telah membatalkan izin impor itu, meskipun ia tidak mengetahui penyebabnya. Padahal, kata dia, rapat terbatas (ratas) bersama Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian sudah memutuskan menugaskan Perum Bulog mengimpor bawang putih untuk kebutuhan di pasaran.

“Perintah, kan, sudah ada tetapi dibatalkan sepihak. Ya tanya yang membatalkan,” ucap Buwas pada Sabtu (27/4/2019) seperti dikutip Antara.

Keluhan Buwas semakin menjadi-jadi usai ia mengetahui Bulog tak bisa melaksanakan impor, tetapi izin justru diberikan kepada 8 perusahaan importir swasta. Buwas pun menuding sosok menteri yang tak mau ia sebutkan namanya itu berani membatalkan perintah presiden sekaligus mau memicu inflasi.

Kepala Bidang Informasi dan Humas Perum Bulog, Teguh Firmansyah membenarkan pernyataan Buwas yang disampaikan ke salah satu stasiun televisi itu. Hingga saat ini, kata Teguh, Bulog berada dalam posisi menunggu izin impor dikeluarkan.

Namun, kata Taguh, dengan penundaan ini, maka ia menyebutkan sama saja Bulog tidak bisa ikut menstabilkan harga sepanjang Ramadan hingga lebaran mendatang.

“Ada statement seperti itu benar. Kami enggak ikut menstabilkan harga sepanjang lebaran dan Ramadan. Kalau izin impor enggak dikasih, gimana kami melakukan stabilisasi harga bawang putih,” kata Teguh saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (30/4).

Sama halnya dengan Bulog, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pun turut mempertanyakan tertahannya izin impor bawang putih Bulog. Namun, kali ini ia menyebutkan bahwa pihak yang perlu menjelaskannya langsung adalah Kemendag.

“Nah kamu harus tanya ke Perdagangan (Kemendag) itu,” kata Darmin, di kantornya, Jakarta Pusat, pada Senin (29/4/2019).

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan mengatakan, saat ini ia tengah menunggu arahan dari Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, meskipun lembaganya telah menerima pengusulan dari ratas.

Nurwan pun mengatakan tidak mengetahui mengapa arahan dari Mendag Enggartiasto tidak kunjung diberikan. Namun, ia memastikan bahwa tidak ada pembatalan seperti yang dikira oleh Dirut Bulog Budi Waseso.

“Harus tanya Pak Menteri [Enggar]. Kami sudah terima pengusulan. Tapi arahan belum turun dari Pak Menteri untuk diserahkan ke Kementerian BUMN. Setahu saya tidak ada pembatalan,” ucap Nurwan saat dihubungi reporter Tirto, pada Selasa (30/4/2019).

Kendati demikian, Menteri Enggar sempat menyatakan bahwa kuota impor bawang putih 100 ribu ton yang diberikan kepada 8 importir dirasa sudah cukup. Di Istana Negara pada Senin (29/4/2019), Enggar seolah mengatakan Bulog yang mendapat penugasan dianggap tak perlu mengimpor bawang putih lagi.

Nurwan tak membantah soal pernyataan Enggar itu. Nurwan hanya menyebutkan Kemendag sempat menghitung izin impor yang dikeluarkan kementerian kepada delapan perusahaan berkisar 115.675 ribu ton.

Alhasil, bila kebutuhan per bulan hanya 35 ribu ton, kata Nurwan, maka jumlah itu dinyatakan cukup dan upaya stabilisasi harga dapat dilakukan Kemendag berbekal pasokan dari perusahaan swasta yang sudah diterbitkan izin impornya.

“Itu harus ditanyakan ya. Pak Enggar menyatakan begitu. Yang sudah dikeluarkan Kemendag itu kurang lebih 115.675 ribu ton dianggap cukup karena puasa dan lebaran ini kebutuhan per bulan kita 35 ribu ton. Jadi kalau untuk 2-3 bulan ke depan udah cukup,” ucap Nurwan.

Buwas vs Enggar: Bukan Perseteruan yang Pertama

Perseteruan Buwas dan Enggar kali ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya Buwas sempat naik pitam dengan menyebut "matamu" lantaran Enggar tetap memaksakan impor beras saat Bulog mengalami keterbatasan gudang untuk menampung.

Selain Buwas, ekonom senior Faisal Basri juga memiliki catatan terhadap Enggar. Pada Januari 2019, misalnya, ia mengkritik kebijakan impor gula Enggar yang berlebihan dan rentan dimanfaatkan pemburu rente serta tanpa rekomendasi Kemenperin. Faisal juga menyebut Enggar sebagai "lemak" di tubuh pemerintahan Jokowi lantaran memperlambat laju perekonomian.

Pengamat ekonomi politik dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), Abdillah Ahsan menilai persoalan ini bisa jadi dilatarbelakangi ego sektoral.

Ia menduga bila kedua lembaga itu sama-sama memiliki fungsi menstabilkan harga, tetapi salah satunya ingin mengambil panggung sehingga tak melibatkan lembaga lain.

Abdillah mengaitkan ini dengan dekatnya masa pergantian kabinet Jokowi yang semakin dekat. Apalagi keduanya berafiliasi dengan parpol pendukung pemerintah: Enggar adalah kader Nasdem, sementara Buwas dekat dengan PDIP.

“Jadi saya menduga seperti itu. Ini momen pergantian politik. Jadi ingin mendominasi, menjabat lagi. Apalagi mereka, kan, dari partai bukan dari profesional," ucap Abdillah saat dihubungi reporter Tirto.

Kendati demikian, Abdillah menyarankan agar impor bawang putih ini tetap melibatkan Bulog. Sebab, kata dia, bila ada keuntungan yang diperoleh, maka sebagian dari laba itu dapat mengalir ke kas negara ketimbang sepenuhnya ditelan swasta.

Abdillah mengkhawatirkan bila impor sepenuhnya mengandalkan swasta, maka membuka peluang pemburuan rente. Ia mencontohkan impor pangan yang sempat melibatkan salah satu kementerian pada 2013.

“Kita harus mencegah tidak ada transaksi rente kalau dapat impor berapa ton, lalu ada komisi untuk seseorang. Kita tidak mengharapkan itu terjadi. Kalau bisa impor sebaiknya lewat Bulog. Kalau ada keuntungan, ya masuk ke negara," ucap Abdillah.

Sementara itu, peneliti cum dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso menilai langkah Enggar wajar karena tidak bisa dilepaskan dari aturan Kementan Perdagangan, yaitu berupa wajib tanam 5 persen dari total rekomendasi impor.

Menurut Dwi, penugasan impor Bulog yang diberikan tanpa harus menanam justru menjadi batu sandungan dalam masalah ini.

“Kan harus menaati peraturan yang ada. Kalau enggak, dia [Enggar] bisa diprotes. Kan, Kementan ada aturan terkait impor bawang putih ada wajib tanam 5 persen. Gimana Bulog mau impor kalau dia enggak tanam,” ucap Dwi.

Meskipun Darmin selaku Menko Perekonomian telah memberikan lampu hijau untuk mengimpor tanpa terlebih dahulu menanam, tapi Dwi memastikan bahwa hal itu keliru. Sebab, sebelum Bulog dapat memperoleh penugasan impor, kata dia, Kementan harus merevisi aturannya terlebih dahulu.

“Keliru lah [Bulog impor tanpa tanam]. Ubah dulu peraturannya. Misal dalam peraturan ada pengecualian. Kecuali Kementan menerbitkan aturan baru. Wajib tanam dikecualikan buat BUMN, kan, cakep,” kata Dwi.

Baca juga artikel terkait IMPOR BERAS atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz