Menuju konten utama
Peneliti Politik LIPI:

Permintaan Penundaan Penyidikan Novanto Salah Kaprah

Langkah DPR yang meminta KPK menunda penyidikan terhadap Novanto justru memperburuk citra lembaga legislatif.

Permintaan Penundaan Penyidikan Novanto Salah Kaprah
Puluhan orang dari Aliansi Masyarakat Peduli Golkar (AMPG) menggelar aksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut KPK agar segera menangkap Setya Novanto, Jakarta, Senin (11/9/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Langkah DPR mengirimkan surat untuk menunda penyidikan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP dikhawatirkan memperburuk nama lembaga legislatif tersebut.

Peneliti politik LIPI Syamsuddin Haris menilai, DPR sudah salah kaprah dengan mengeluarkan surat pengajuan penundaan penyidikan. DPR seharusnya tidak perlu terlibat dalam kasus yang mendera Ketua DPR Setya Novanto itu.

"Kasus hukum yang dialami Setya Novanto kan kasus personal yang tidak mesti melibatkan lembaga," tegas Haris di kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia, Jakarta, Rabu (13/9/2017). Haris datang ke kantor Nasdem dalam rangka mendampingi KPK untuk melakukan sosialisasi pemberantasan korupsi di lingkup partai politik.

Menurut Haris, DPR seharusnya mendukung proses hukum Novanto, bukan sebaliknya memperkeruh situasi. Langkah DPR justru memperkuat keyakinan publik bahwa DPR tidak berkomitmen dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi lantaran diduga berusaha melindungi tersangka korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun pun mengungkap hal serupa ketika dihubungi Tirto, Rabu (13/9). Tama meminta DPR untuk menghormati proses hukum yang saat ini tengah ditempuh KPK dan tidak boleh masuk domain perkara pribadi yang menjerat Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

"Jangan kemudian malah menggunakan nama atas nama kelembagaan kemudian dia (Setya Novanto) menggunakan itu untuk mengintervensi proses hukum," ujar Tama.

Tama menilai, saat ini publik sudah menaruh pandangan negatif terhadap langkah DPR yang menggunakan kekuatan politik untuk menjegal KPK. Hal itu terlihat dari berbagai opini publik dan survei selama ini. Apabila DPR terlibat dalam kasus Novanto, situasi itu justru akan memperburuk citra DPR sebagai lembaga legislatif.

"Jangan sampai kemudian hanya mengurusi satu orang yang kemudian sekarang sedang tersandung korupsi, DPR harus mengorbankan kelembagaannya," kata Tama.

Pernyataan Tama ini dilatarbelakangi oleh tindakan Kepala Biro Pimpinan Sekretariat Jenderal DPR RI Hani Tahapsari yang menyampaikan surat kepada KPK, Selasa (12/9). Dalam surat itu DPR meminta agar KPK menunda proses penyidikan Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pimpinan DPR menilai praperadilan adalah hal yang lumrah dalam proses penegakan hukum. Lantaran itu, pimpinan DPR meminta KPK mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum praperadilan yang sedang berlangsung.

Pihak KPK sendiri mengaku sudah menerima surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon tersebut. Namun KPK tidak serta merta mengabulkan permintaan penundaan penyidikan terhadap Setya Novanto. KPK hanya memastikan penyidikan Novanto terus berjalan.

Baca juga artikel terkait KASUS SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH