Menuju konten utama

Perlukah Pemulangan Rizieq Jadi Syarat Rekonsiliasi Usai Pilpres?

Twit Dahnil yang mengusulkan pemulangan Rizieq Shihab jadi salah satu syarat rekonsiliasi antara kubu Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga direspons beragam. Perlukah hal itu dilakukan?

Perlukah Pemulangan Rizieq Jadi Syarat Rekonsiliasi Usai Pilpres?
Presiden Joko Widodo di atas kuda tunggangan didampingi Prabowo Subianto menjawab wartawan, di Padepokan Garuda Yaksa, Desa Bojong Koneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Senin (31/10/2016) siang. FOTO/Rahmat/Humas/setkab.go.id

tirto.id - Rekonsiliasi antara kandidat yang berkontestasi dalam Pilpres 2019 mulai terwujud dalam waktu dekat. Dua kubu baik dari Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tampaknya sudah mulai membuka diri untuk saling bertemu pada Juli ini.

Di tengah dinginnya suasana komunikasi untuk melakukan rekonsiliasi, muncul twit yang ditulis mantan Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam akun Twitternya, @dahnilanzar yang ditulis pada Kamis (4/7/2019).

Dahnil memberikan syarat bila ingin rekonsiliasi terjadi. Salah satu syaratnya adalah memulangkan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab ke Indonesia.

“Ini pandangan pribadi saya, bila narasi rekonsiliasi politik mau digunakan, agaknya yang paling tepat beri kesempatan kepada Habib Rizieq kembali ke Indonesia,” demikian twit Dahnil.

Tak hanya itu, narasi rekonsiliasi politik, kata Dahnil, juga harus disertai dengan berhentinya kriminalisasi terhadap para pendukung Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019. Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu juga meminta dihentikannya narasi yang menstigma kelompok pendukung Prabowo sebagai radikal.

“Stop upaya kriminalisasi, semuanya saling memaafkan. Kita bangun toleransi yang otentik, stop narasi-narasi stigmatisasi radikalis dan lain-lain," tambah Dahnil.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono mengatakan apa yang diutarakan Dahnil itu merupakan pendapat pribadinya. Namun, kata Ferry, keinginan Dahnil itu juga merupakan harapan bagi Prabowo-Sandi, meski bukan syarat utama.

"Itu sih bukan syarat ya, itu kan harapannya membangun keadilan," jelas Ferry kepada reporter Tirto, Jumat (5/7/2019).

Partai Gerindra, kata Ferry, sejauh ini masih membuka keinginan kubu Jokowi-Ma'ruf untuk berekonsiliasi. Sama seperti Dahnil, kata Ferry, ajakan rekonsiliasi politik usai Pilpres 2019 ini tentu ada syaratnya, salah satunya adalah harus bisa mengurangi perpecahan yang terjadi di masyarakat akibat polarisasi yang terjadi saat Pilpres 2019.

“Syaratnya ya niat untuk menjaga NKRI, kemudian harus bicarakan soal hadapi tantangan bangsa ke depan dan mudah-mudahan harapannya bisa meminimalisir fragmentasi sosial di masyarakat yang terbelah," jelas Ferry.

Menurut Ferry rekonsiliasi ini merupakan niat baik yang harus dilakukan untuk membicarakan bagaimana cara agar tak ada lagi perpecahan di masyarakat. Tak hanya itu, ajang rekonsiliasi ini akan dimanfaatkan Prabowo-Sandi untuk memberikan saran kepada Jokowi-Ma'ruf dalam menghadapai tantangan ke depan.

"Rekonsialiasi penting menghadapi tantangan bangsa ke depan," ucap Ferry.

Respons Kubu Jokowi

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga heran dengan syarat yang diutarakan Dahnil Anzar Simanjuntak agar memulangkan Rizieq Shihab dari Arab Saudi ke Indonesia.

Sebab, kata Arya, selama ini pemerintah Indonesia tidak pernah mengusir Rizieq dari Indonesia. Rizieq diketahui meninggalkan Indonesia setelah tersandung kasus dugaan pornografi pada akhir April 2017.

"Enggak pernah diusir oleh pemerintah ke sana, kan beliau sendiri yang pergi dan tinggal di sana. Pemerintah itu enggak pernah usir beliau," ujar Arya saat dihubungi reporter Tirto.

Politikus Partai Perindo itu mengklaim pemerintah Indonesia tak pernah melarang atau mempersulit Rizieq untuk pulang ke Indonesia.

“Kapanpun beliau mau pulang, ya silakan, enggak pernah ada larangan untuk balik ke Indonesia. Dia perpanjang visa, kan, juga diurus pemerintah Indonesia juga," kata Arya.

Arya juga mengklaim bahwa pemerintahan Jokowi tak pernah memperkarakan pendukung Prabowo-Sandi karena perkara politik. Menurut dia, perkara yang ditersangkakan murni karena perbuatan mereka yang melanggar hukum.

"Enggak usah khawatir, tak ada satu pun pendukung Prabowo-Sandi yang dikriminalkan karena politik, semua karena pelanggaran hukum," kata Arya.

Politikus Partai Perindo itu menegaskan tak ada sama sekali hubungan antara rekonsiliasi politik dengan persoalan hukum, apalagi yang membelit pendukung Prabowo-Sandiaga.

"Saya kecewa kalau Dahnil ngomong seperti itu adalah bagian dari rekonsiliasi, karena enggak ada keterkaitannya antara proses hukum dengan proses politik," tegas Arya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga menanggapi keinginan Dahnil Anzar tersebut. Menurut Moeldoko, rekonsiliasi dilakukan untuk membicarakan masalah bangsa dan negara. Bukan hanya perseorangan yang justru bisa mengganggu stabilitas negara.

"Kita bicaranya sekali lagi bicara negara, sepanjang itu hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan negara, national interest harus berpikir lebih panjang, jangan terjebak pemikiran pragmatis nanti menjadi mengganggu sistem negara ini," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Jumat, (5/7/2019).

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz