Menuju konten utama

Perludem: Suara Perempuan Penting dalam Kontestasi Politik

Perludem menilai pemerintah perlu menjamin akses perempuan serta kelompok marginal, rentan dan minoritas lainnya untuk berpartisipasi dalam politik.

Perludem: Suara Perempuan Penting dalam Kontestasi Politik
Ilustrasi pemilu Indonesia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mendorong pemerintah agar memastikan keterwakilan politik perempuan.

Khoirunnisa menyatakan keterwakilan perempuan dalam kancah politik bukan hanya soal banyaknya jumlah perempuan yang terlibat, namun juga soal aspirasi yang perlu didengar.

“Banyak aspirasi-aspirasi dari gerakan perempuan yang itu bisa disuarakan diadvokasikan ketika perempuan hadir di sana (politik). Suara-suara perempuan ini tentu tidak bisa diwakilkan oleh laki-laki yang ada di DPR,” kata Khoirunnisa di Gedung LBH Jakarta, Rabu (17/5/2023).

Khoirunnisa menambahkan pemerintah perlu menjamin akses perempuan serta kelompok marginal, rentan dan minoritas lainnya untuk berpartisipasi dalam politik.

“Partai politik juga harus malakukan pendidikan politik dan kewarganegaraan yang berperspektif gender," sambung dia.

Menurut Khoirunnisa, parpol harus melakukan pendidikan politik yang sistematis bagi kader perempuan dan memastikan terintegerasinya perspektif gender dalam kepengurusan serta kebijakan partai.

“Serta memastikan keterwakilan kelompok marginal dan minoritas lainnya dalam segala aspek,” tambah dia.

Khoirunnisa menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang mengancam keterlibatan perempuan dalam kontestasi politik dengan mengeluarkan Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10/2023. Hal itu kemudian diikuti dengan Keputusan KPU No 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Dalan aturan tersebut, penghitungan 30 persen jumlah bakal calon anggota legislatif perempuan di setiap daerah akan menghasilkan angka pecahan. Apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, maka penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Jika 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Aturan tersebut, kata Khoirunnisa, justru akan membuat jumlah keterwakilan perempuan dalam politik akan semakin berkurang.

“Di pemilu 2019 lalu baru 20.5 persen (keterwakilan perempuan), apalagi kesempatan jadi calon saja dikurangkan (di tahun ini),” ujar Khoirunnisa.

Belakangan, KPU menyatakan akan merevisi aturan tersebut dan memastikan perhitungan suara bagi caleg perempuan akan tetap dibulatkan ke atas seperti pemilu tahun 2019.

Akan tetapi, penting menurut Khoirunnisa untuk tetap menyoroti konsistensi pemerintah dalam memastikan perempuan bisa mendapatkan hak yang pasti di kancah politik.

Dia menyatakan hingga saat ini belum ada progres dari wacana revisi tersebut, sementara Parpol saat ini telah mendaftarkan bakal calegnya.

“Yang mengecewakan adalah saat uji publik dengan uji sipil berbeda. Ketika uji publik aturannya ke atas, dan pas KPU bertemu DPR aturannya jadi berubah lagi," imbuh Khoirunnisa.

Baca juga artikel terkait KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM POLITIK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan