tirto.id - Komnas HAM mendorong KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk mendengarkan aspirasi publik dengan merevisi Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Pasal ini terkait aturan keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota DPR, DPRD dan DPD.
"Meski demikian, kami mengapresiasi respons KPU, Bawaslu, dan DKPP yang berencana merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023," kata Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Jumat, 12 Mei 2023.
Komnas HAM berpandangan bahwa affirmative action 30 persen bagi perempuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sejalan dengan prinsip perlindungan HAM atas kelompok rentan sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Perempuan adalah kelompok rentan dalam proses pengisian jabatan-jabatan pemerintahan, sehingga memerlukan perlakuan berbeda agar mereka tidak dirugikan selama proses pencalonan. Maka perlindungan atas hak kaum perempuan menjadi kandidat dalam pemilu harus menjadi komitmen bersama antara penyelenggara pemilu dan parpol.
Anis mengatakan komitmen tersebut harus dituangkan dalam regulasi tegas yang akan mengikat parpol untuk mengajukan calon perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dari daftar calon di setiap daerah pemilihan.
Anis melanjutkan bila pemenuhan kuota hanya berdasar niat baik, maka KPU tidak bisa menjatuhkan sanksi jika parpol tidak memenuhi kuota tersebut. Komnas HAM mendorong KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk menindaklanjuti kesepakatan merevisi Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dengan langkah-langkah konkret dan segera.
"Sehingga revisi PKPU dapat diselesaikan sebelum berakhir masa pendaftaran calon pada 14 Mei. Dengan demikian, keterwakilan perempuan dapat dipenuhi oleh parpol, termasuk dengan memperbaiki daftar calon yang sudah diajukan, sebelum tenggat waktu berakhir," terang Anis.
Jika revisi diselesaikan setelah masa pendaftaran berakhir, maka akan menimbulkan komplikasi hukum baru, sebab akan muncul gugatan dari calon-calon yang diganti untuk memenuhi kuota perempuan akibat revisi PKPU.
Revisi PKPU akan lebih memberikan jaminan hukum atas terpenuhinya hak asasi perempuan dalam kandidat pemilu.
KPU sebelumnya memutuskan untuk merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 usai dikritik masyarakat mengenai keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30 persen.
Anggota Dewan Penasihat Perludem Titi Anggraini mengatakan sepantasnya KPU legowo dan bijaksana memutuskan untuk merevisi beleid itu agar kembali sejalan dengan Undang-Undang Pemilu.
"Sikap KPU akan membantu mengakselerasi gejolak publik. Sebab hal itu memang sesuatu yang niscaya diambil sebagai konsekuensi tindakan yang melawan hukum dan bertentangan dengan peraturan di atasnya," kata Titi saat dihubungi, 10 Mei.
Namun masih tersisa persoalan yang tetap perlu diberi atensi, yaitu seleksi penyelenggara pemilu yang sedang berlangsung agar tak meninggalkan apalagi menihilkan keterwakilan perempuan. Titi menyebut di banyak daerah, KPU kerap tidak menyertakan sama sekali keterwakilan perempuan.
Publik pun perlu mengawal agar tidak ada elemen, baik di DPR atau eksternal lainnya, yang menolak atau menghalangi setiap upaya koreksi atas aturan yang menyimpang dari undang-undang.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto