Menuju konten utama

Perlawanan "Singa" Penguasa Angkasa

Lion Air melaporkan Dirjen Perhubungan Udara ke Bareskrim Mabes Polri atas sanksi yang mereka terima. Padahal, kebijakan publik harusnya diselesaikan melalui jalur PTUN. Laporan tersebut mengukuhkan persepsi bahwa Lion Air memiliki “modal” kuat sehingga berani melakukan perlawanan terhadap pemegang otoritas penerbangan sipil.

Perlawanan
undefined

tirto.id - Lion Air memang sakti. Sanksi pembekuan ground handling atau kegiatan pelayanan penumpang dan bagasi di darat yang tinggal sehari diberlakukan tiba-tiba saja “dianulir”. Pembatalan sanksi itu terjadi sesaat setelah Lion Air melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Suprasetyo ke Bareskrim Mabes Polri. Lion merasa tidak terima diberi sanksi. Manajemen merasa Dirjen Perhubungan darat menyalahgunakan wewenang sehingga melaporkannya ke pihak yang berwajib.

"Sudah selesai. Rekomendasinya, izin usaha ground handling akan dicabut apabila dalam sebulan tidak memenuhi persyaratan sesuai yang diinvestigasikan dari tim Ditjen Perhubungan Udara," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Hemi Pamuraharjo kepada tirto.id, Selasa (24/5/2016).

Keputusan mencabut sanksi terhadap Lion memang mengacu pada hasil investigasi dari tim khusus yang dibentuk Ditjen Perhubungan Udara dalam kasus insiden salah antar penumpang internasional ke terminal domestik. Kecerobohan itu menyebabkan ada warga negara asing lolos ke luar bandara tanpa pemeriksaan imigrasi serta bea dan cukai.

Dua maskapai, yakni Lion dan AirAsia, melakukan kecerobohan yang sama hanya dalam rentang seminggu. Lion Air pada Selasa (10/5/2016) malam di Bandara Soekarno Hatta, sementara AirAsia pada Senin (16/5/2016) malam di Bandara Ngurah Rai, Denpasar.

Kemenhub pada Selasa (17/5/2016), segera mengeluarkan surat berisi pemberian sanksi berupa pembekuan kegiatan ground handling bagi Lion dan AirAsia. Sanksi ini sedianya akan berlaku mulai Rabu (25/5/2016), hingga hasil investigasi tuntas.

Hasil investigasi ternyata keluar tiga hari sebelum sanksi diberlakukan. Pada Senin, 23 Mei 216, Kemenhub melakukan pengecekan dan menyatakan investigasi selesai. Selanjutnya, keluar surat yang berisi pencabutan sanksi ground handling tadi.

Meski sanksi tak jadi diberlakukan, Kemenhub mengancam bakal segera mencabut izin ground handling Lion Air dan AirAsia, jika keduanya tak segera memenuhi sejumlah persyaratan seperti ditetapkan oleh tim investigasi dalam rentang 30 hari.

Khusus bagi Lion Air, pihak Kemenhub sebenarnya juga baru saja menjatuhkan sanksi dengan tidak mengeluarkan izin rute baru selama enam bulan, terhitung sejak Rabu (18/5/2016). Sanksi ini dijatuhkan ke Lion setelah sekitar 5.000 penumpang terlantar di lima bandara akibat mogok yang dilakukan para pilot, pada Selasa (10/5/2016).

"Saya tegaskan, kita tidak mengizinkan menambah rute baru selama enam bulan. Buat apa menambah rute baru? Mbok ya perbaiki dulu gitu loh rute yang dia punya sekarang," kata Direktur Angkutan Udara, Maryati Karma, saat jumpa pers di Kantor Kemenhub, pada Kamis (19/5/2016).

Perlawanan Lion

Sebenarnya tak ada hal yang aneh terkait sanksi yang dijatuhkan Ditjen Perhubungan Udara, baik kepada Lion maupun AirAsia. Sebagai pihak yang memiliki otoritas atas penerbangan sipil, wajar jika mereka menjatuhkan sanksi. Namun, persoalan menjadi runyam ketika Lion Air ternyata justru melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Suprasetyo ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Lion Group tak terima diberi sanksi pembekuan rute baru selama enam bulan.

Dalam laporannya, Lion Air menuding Dirjen Suprasetyo menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 421 KUHP dan 335 KUHP. Tak tanggung-tanggung, Lion menuding Dirjen Perhubungan Udara telah melakukan tindakan pidana. Laporan ke Bareskrim juga mereka harapkan bisa menjadi pintu masuk terkait sanksi pembekuan izin ground handling.

Inilah perlawanan Lion terhadap Kemenhub selaku National Civil Aviation Authority atau pemegang otoritas penerbangan sipil di negeri ini. Pengamat penerbangan, Chappy Hakim, pun menggambarkan Lion Air sebagai sebuah meteor di angkasa.

Mantan Kepala Staf TNI AU ini pun menjelaskannya dengan analogi tata surya. Seluruh benda langit seperti bintang, bulan, matahari, semua berputar dan beredar sesuai dengan orbitnya. Inilah yang membuat tata surya sedemikian indah dan harmonis.

“Filosofi itu yang harus diterapkan di bidang apa saja, terutama penerbangan. Tapi ada juga yang tidak tahu posisi, namanya meteor. Itu yang kerjanya nabrak-nabrak. Nah, Lion itulah meteor,” kata Chappy kepada tirto.id , seusai menjadi pembicara dalam seminar nasional kedirgantaraan, di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Halim, Jakarta, pada Sabtu (4/6/2016).

Menurut Chappy, perlawanan Lion merupakan refleksi dari kebiasaan maskapai penerbangan yang kemungkinan besar tidak biasa tunduk pada aturan atau tidak biasa diatur oleh regulator pemegang otoritas penerbangan. Inilah sebuah refleksi kurang memahami rules of the game dunia penerbangan. Lion memiliki pemahaman yang keliru tentang posisinya sebagai operator penerbangan dalam menghadapi otoritas penerbangan.

Perlawanan Lion memang menjadi perbincangan ramai di publik. Banyak yang kemudian mengaitkan perlawanan Lion dengan keberadaan Rusdi Kirana, pemilik Lion, yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Benarkah demikian?

Johan Budi, Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi memberikan klarifikasinya. Mantan Plt pimpinan KPK ini memastikan Rusdi Kirana tidak akan mengintervensi laporan manajemen Lion Air terhadap Kemenhub. “Kalau masalah ini, biar Bareskrim yang melihat apakah ini atau tidak. Saya kira tidak ada hubungannya dengan Pak Rusdi," kata Johan, di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (24/5/2016).

Masih menurut Johan, Lion berhak mengajukan laporan ke Bareskrim. Sebaliknya, Kemenhub sebagai regulator juga mempunyai kewajiban memberi sanksi apabila Lion Air dianggap melanggar aturan.

Punya Modal

Jadi mengapa Lion Air berani melawan? Salah satu “modal” perlawanan Lion adalah fakta bahwa mereka merupakan maskapai dengan pangsa pasar besar di Indonesia. Saat ini, Lion memiliki 93 rute penerbangan domestik dan 2 internasional. Secara total, Lion memiliki 2.142 frekuensi penerbangan.

Lion Group hampir 50 persen menguasai pangsa pasar penerbangan Indonesia. Penerbangan yang mereka lakukan membelah sampai pelosok-pelosok Indonesia, dari Banda Aceh di ujung barat sampai Merauke ujung timur, dari Melonguane di ujung utara hingga Ende di ujung selatan. Mereka menerbangkan 110.000 penumpang dengan 500-600 penerbangan per hari.

Dengan jumlah armada yang besar dan jangkauan yang luas, Lion memang memiliki amunisi ampuh. Beberapa kebijakan internal perusahaan bisa saja membuat Kemenhub kelimpungan. Contohnya, dengan adanya pemogokan pilot pada 10 Mei lalu, Lion menyatakan bakal menunda 227 frekuensi penerbangan domestik dan 10 penerbangan internasional selama sebulan ke depan.

Keputusan Lion ternyata membuat Kemenhub kelimpungan. Maklum, kegiatan mudik Lebaran 2016 bakal segera tiba. Jika benar Lion membekukan 227 penerbangan, tentu bakal mengganggu angkutan mudik lewat udara. "Mudah-mudahan airlines yang lain menambah kapasitas, tambah ekstra flight," ujar Hemi Pamuraharjo.

Jadi siapa penguasa sebenarnya angkasa sipil di negeri ini? “Semoga saya salah menduga jika maskapai justru berada dalam posisi yang mengatur si pembuat peraturan,” kata Chappy.

Baca juga artikel terkait LION AIR atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Indepth
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti