Menuju konten utama

Jurus Sang Singa Menerkam Halim

Lion Air Group memenangkan sengketa pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma melawan PT Angkasa Pura II. Lion bakal merombak Bandara Halim dari kapasitas 4 juta penumpang menjadi 12 juta penumpang per tahun. Tak cukup sampai itu, Lion juga berniat membangun sebuah bandara baru di Lebak, Banten.

Jurus Sang Singa Menerkam Halim
Antara foto/Yulius satria wijaya

tirto.id - Dalam beberapa tahun terakhir, Lion Air Group begitu agresif. Mereka bak singa lapar yang menerkam sejumlah lini usaha untuk menggemukkan bisnisnya. Yang terbaru, Lion Air berhasil "menerkam" Bandara Halim Perdanakusuma setelah menekuk PT Angkasa Pura (AP) II di Mahkamah Agung, pada 3 Maret 2016.

Keputusan MA memang mengejutkan, karena menolak upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT AP II dalam sengketa pengelolaan bandara tersebut. Artinya, MA menyerahkan pengelolaan Bandara Halim kepada pihak swasta, yakni PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS), yang tak lain anak perusahaan Lion Air Group.

Hak pengelolaan Bandara Halim sudah di tangan Lion. Namun, perusahaan tak bisa begitu saja mengelolanya. Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menyatakan pihaknya akan menjalin kerja sama dengan pengelola dari BUMN. "Lion Air Group akan bekerja sama dengan Badan Usaha Bandara Udara (BUBU), seperti Angkasa Pura II atau yang lainnya. Kami tidak ada keinginan untuk mengambil alih," katanya.

Apa yang disampaikan Edward menjadi masuk akal karena dua sebab. Pertama, Lion Air Group memang tak memiliki izin BUBU. Pemilik izin BUBU di negeri ini hanyalah AP I dan AP II. Kedua, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, mengatur bahwa pihak yang boleh mengoperasikan bandara umum hanyalah pemerintah atau BUMN yang didirikan khusus untuk itu. Sementara swasta, boleh saja mengelola bandara umum dengan syarat menjalin kerja sama dengan BUMN tadi.

Lion Air Group sebenarnya sudah lama mengincar Bandara Halim. Perusahaan milik Rusdi Kirana ini, bahkan sudah menyiapkan dana Rp5 triliun untuk mendesain ulang Bandara Halim agar menjadi bandara modern yang mampu menampung 12 juta penumpang per tahun.

Potensi laba dari pengelolaan Bandara Halim pun cukup menggiurkan. Ini dikarenakan Bandara Halim merupakan alternatif yang paling masuk akal setelah Bandara Soekarno Hatta yang standarnya melayani 22 juta penumpang per tahun, sudah mengalami kelebihan kapasitas. Pada tahun 2015 saja, bandara sudah harus melayani hampir 60 juta penumpang per tahun. Tahun 2017, diperkirakan jumlah penumpang bakal mencapai 75 juta per tahun.

Karena itu, bandara alternatif merupakan sebuah keharusan. Pilihan paling dekat adalah Bandara Halim Perdanakusuma. Sudah sejak jauh hari, Lion memperkirakan kapasitas Bandara Halim bisa digenjot dari 4 juta penumpang menjadi 12 juta penumpang per tahun, jika dilakukan renovasi.

Untuk kepentingan itu, Lion menggandeng PT Adhi Karya, BUMN bidang infrastruktur, sebagai pelaksana proyek. Adhi Karya bahkan sudah menawarkan berbagai desain guna mengoptimalkan kapasitas bandara.

Misalnya, membangun parallel taxiway atau jalan penghubung pararel antara landasan pacu dengan fasilitas lainnya di bandara, seperti pelataran pesawat (apron), terminal, atau kandang pesawat (hanggar). Tujuannya, agar landasan pacu bisa segera dikosongkan guna memberi kesempatan pesawat lain terbang atau mendarat.

Tak hanya itu, Adhi Karya juga sudah menggambar fasilitas terminal berupa 17 garbarata atau pintu keluar-masuk penumpang. Termasuk menawarkan pembangunan kawasan parkir dengan konsep underpass, yang di dalamnya bakal ada shuttle bus yang khusus membawa penumpang dari dan ke bandara.

Kandas di Bandara Lebak

Selain mengincar Bandara Halim Perdanakusuma, Lion Air Group sebenarnya juga memiliki impian untuk membangun sebuah bandara baru di daerah Balaraja, Lebak, Provinsi Banten. Tujuannya sama, mengantisipasi lonjakan jumlah penumpang jika Bandara Soekarno Hatta kelebihan kapasitas.

Hebatnya, Lion Air Group tak hanya sekadar ingin membangun bandara. Mereka juga menggagas areal bisnis di proyek Bandara Lebak, yang nantinya berada di atas lahan seluas 5.500 hektare. Nantinya, akan dibangun juga fasilitas bisnis bagi pelaku usaha kecil dan mikro (UKM) serta pelaku usaha kelas menengah. Biaya yang diperlukan untuk membangun Bandara Lebak diperkirakan mencapai Rp10 triliun.

Komisaris Lion Air Group Rusdi Kirana menyatakan, Lion bakal membangun sendiri proyek tersebut, meski tak menutup kemungkinan bakal menggandeng investor lainnya.

Sayangnya, mimpi besar Lion Air Group ini tidak mendapatkan dukungan dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Hasil kajian Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia yang juga dikenal sebagai Airnav Indonesia menunjukkan, jika Bandara Lebak dibangun, maka akan memotong ruang udara Bandara Budiarto yang terletak di Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Padahal, Bandara Budiarto yang dibangun tahun 1952, dipergunakan sebagai sarana belajar oleh para calon pilot siswa Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI). Lembaga pendidikan ini merupakan sekolah kedinasan milik Kementerian Perhubungan.

Jonan pun menyerang Lion. Mantan Dirut PT KAI itu bahkan menyatakan, jika Lion Air Group tetap ingin membangun bandara di Lebak, Rusdi Kirana dipersilakan menggantikannya sebagai menteri perhubungan.

"Kalau Pak Rusdi Kirana menggantikan saya, silakan menutup Bandara Curug. Saya tidak mau suatu hari dianggap sebagai Menteri Perhubungan yang menutup sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STIP)," tegas Menhub Jonan, seperti dilansir dari Antara.

Rusdi Kirana tentu saja meradang akibat pernyataan Menteri Jonan tersebut. Dia pun mengancam melayangkan somasi kepada Jonan atas pernyataannya tersebut.

"Semua pihak mempertanyakan kepada saya, saya tidak pernah mempermasalahkan kalau ditolak, saya juga tidak pernah ingin jadi Menhub," cetus Rusdi.

Rusdi justru mengaku tak mengerti mengapa Jonan menolak. Sebab, Lion Air Group justru berniat baik membangun infrastruktur berupa bandara di Lebak. Dirinya dan Lion juga tak pernah mengusulkan agar Bandara Budiarto ditutup. Sebab, mereka memahami arti penting Bandara Budiarto dan STPI Curug yang sudah melahirkan banyak penerbang.

"Kami tidak pernah mengusulkan untuk menutup sekolah itu karena sangat tidak etis, yang kami minta hanya penanfaatan lahan," katanya.

Buntut ancaman somasi dari anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu, Menteri Jonan pun mengalah dan menarik pernyataan yang dinilai mencemarkan nama baik Rusdi Kirana. Permintaan maaf itu bahkan tertuang secara resmi melalui Menteri Perhubungan Nomor 002/SMS/HAH/XI/15. Akhir perseteruan, sang Singa pun menang dan terus mengaum.

Baca juga artikel terkait LION AIR atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Bisnis
Reporter: Kukuh Bhimo Nugroho
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti