Menuju konten utama

"Perang" Jokowi Versus SBY di Infrastruktur

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik Presiden Jokowi yang dinilai terlalu berambisi membangun berbagai proyek infrastruktur di saat kondisi ekonomi di Tanah Air sedang lesu. Presiden Jokowi menjawab dengan blusukan ke proyek wisma atlet Hambalang, di Bogor, Jawa Barat, yang mangkrak akibat korupsi. Proyek ini dibangun pada masa pemerintahan mantan presiden SBY. Proyek Hambalang yang mangkrak jadi "perang" antara keduanya.

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menpora Imam Nahrawi (kedua kanan), Menteri PU Basuki Hadimuljono (kiri) serta Staf Khusus Presiden Johan Budi (kedua kiri) meninjau lokasi proyek wisma atlet di Bukit Hambalang, Kab.Bogor Jawa Barat, Jumat (18/3).

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saling mengkritik soal pembangunan infrastruktur. Masalah ini bermula dari kritikan SBY terhadap pemerintahan Presiden Jokowi yang dinilainya terlalu menguras anggaran untuk sektor infrastruktur di saat ekonomi sedang lesu.

"Saya mengerti, bahwa kita butuh membangun infrastruktur. Dermaga, jalan, saya juga setuju. Tapi kalau pengeluaran sebanyak-banyaknya dari mana? Ya dari pajak sebanyak-banyaknya. Padahal ekonomi sedang lesu,” kata SBY, Ketua Umum Partai Demokrat, seperti dikutip Kompas.com, saat menggelar Tour de Java Partai Demokrat, di Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (16/3/2016).

SBY pun mengimbau pemerintah agar mengurangi belanja infrastruktur dengan menundanya pengerjaannya di tahun-tahun mendatang.

“Kalau ekonomi sedang lesu, dikurangi saja pengeluarannya. Bisa kita tunda tahun depannya lagi. Enggak ada keharusan harus selesai tahun ini. Indonesia ada selamanya. Sehingga jika ekonomi lesu, tidak lagi bertambah kesulitannya. Itu politik ekonomi,” ujarnya.

Sampai sehari setelah kritik dilontarkan, tak ada respons dari Istana. Ucapan SBY seolah hanya angin lalu. Barulah pada Jumat, muncul reaksi mengejutkan. Memang tetap tak ada balasan pernyataan dari Presiden Jokowi atau juru bicaranya Johan Budi SP. Jokowi menjawabnya dengan aksi blusukan yang sangat mengena, yaitu di Hambalang.

Pada hari itu, tiba-tiba saja Presiden Jokowi meninjau proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Mega proyek prestisius yang kini terlantar akibat terbelit korupsi itu, dibangun di masa Presiden SBY. Presiden Jokowi tak sendiri. Dia mengajak Johan Budi SP, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Proyek Wisma Atlet Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON), di Hambalang, telah memakan korban para elite Partai Demokrat. Pada 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallaranggeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka.

Setelah meninjau Hambalang, Presiden Jokowi curhat melalui akun Twitternya @Jokowi. “Sedih melihat aset Negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan," tulisnya.

Seperti biasa, Jokowi membuat keputusan cepat. “Yang paling penting penyelamatan aset Negara. Kuncinya di situ dan arahnya akan ke sana. Apapun ini menghabiskan anggaran triliunan," ujarnya, sembari berjanji segera menggelar rapat terbatas guna membahas upaya penyelamatan wisma atlet Hambalang.

src="//mmc.tirto.id/image/2016/06/07/InfografikANggaranInfrastrukturPemerintah2009-2016_ratio-9x16.jpg" width="860" /

Tenggelamkan Prestasi SBY

Persoalan infrastruktur memang menjadi pembeda nyata dalam kebijakan yang diambil oleh Jokowi dan SBY. Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur, SBY menekankan perbaikan ekonomi selama masa kepemimpinannya.

Perbedaan itu bisa dilihat secara nyata, jika melihat anggaran infrastruktur selama lima tahun periode kedua SBY (2009-2014) dan naiknya Jokowi (2015-2016). Pada periode awal naiknya Jokowi (2015), anggaran infrastruktur melenting dari Rp206,6 triliun menjadi 290,3 triliun. Artinya, ada lonjakan hingga 40 persen.

Presiden Jokowi punya alasan jelas untuk fokus pada infrastruktur. Jika infrastruktur tidak segera digenjot, maka pertumbuhan ekonomi hanya bakal berkutat di kisaran 5-6 persen per tahun seperti selama ini. Sementara jika nantinya infrastruktur di berbagai pelosok mulai bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, pertumbuhan ekonomi bisa diharapkan naik ke kisaran 7-8 persen per tahun.

Apalagi faktanya, negeri ini masih miskin infrastruktur, terutama di luar Pulau Jawa. Jalan nasional atau tol yang minim, pelabuhan dan bandara yang minim, hingga listrik yang belum bisa dirasakan oleh seluruh rakyat. Akibatnya, biaya logistik menjadi mahal. Tak perlu heran jika satu sak semen di pedalaman Papua bisa mencapai satu juta rupiah.

Nah, jika kini Presiden Jokowi menggenjot pembangunan infrastruktur, hasilnya nanti bisa menenggelamkan prestasi SBY selama menjabat dua periode. Jika dalam lima tahun pemerintahannya ternyata Jokowi mampu membuktikan sukses membangun berbagai infrastruktur, pastilah muncul pertanyaan kenapa SBY dulu tak melakukannya?

Apakah pemikiran seperti ini yang melatarbelakangi muculnya kritik dari SBY? Entahlah. Jokowi tak pernah melontarkan pernyataan balasan. Dia hanya menunjukkan bahwa dirinya bekerja dan bekerja

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Kukuh Bhimo Nugroho
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Suhendra
-->