tirto.id - Presiden Prabowo Subianto akan menyerahkan proyek-proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, dan sebagainya, untuk digarap oleh pengembang-pengembang swasta. Pernyataan ini sekaligus menjadi jawaban atas diskursus bahwa pemerintahannya tengah menghentikan pembangunan banyak proyek infrastruktur.
“Saya ingin memberi peran yang lebih besar kepada swasta. Ada yang mengatakan saya menghentikan proyek-proyek infrastruktur, tidak benar. Saya tidak menghentikan, saya mengubah. Infrastruktur akan sebagian besar saya serahkan kepada swasta untuk membangun," kata Prabowo dalam acara Penutupan Munas Konsolidasi Persatuan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Menurutnya, pengembang swasta lebih berpengalaman mengerjakan proyek-proyek infrastruktur besar ketimbang pemerintah melalui perusahaan-perusahaan BUMN Karya. Selain itu, swasta sebagai penanggungjawab proyek infrastruktur juga dinilai lebih efisien dan inovatif.
Oleh karena itu, ke depan, proyek-proyek pembangunan akan mulai ditawarkan kepada swasta dengan beberapa skema, salah satunya skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Dengan begitu, pembangunan pun tidak hanya bergantung pada APBN.
“Berkali-kali saya katakan, nanti pemerintah yang penting dan inti-inti yang menyangkut perlindungan rakyat dan sebagainya. Yang bisa dikerjakan swasta, biar swasta, berkembang dan bekerja semuanya,” tegas Prabowo.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menyambut baik rencana pemerintah untuk memberikan lebih banyak proyek infrastruktur kepada swasta. Sebab, itu akan memperluas kesempatan swasta untuk berpartisiasi dalam pembangunan infrastruktur nasional.
Kendati demikian, penerapan langkah itu diakuinya masih butuh perencanaan dan perhitungan yang matang. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga membutuhkan tata kelola yang baik.
“Tentu kami mengerti untuk bisa melakukan permintaan Presiden tersebut, mesti dihitung secara matang, tata kelola yang baik. Kami menyanggupi, banyak sekali pengusaha-pengusaha, yang besar, yang menengah, yang kecil. Kami yakin Kadin bisa berpartisipasi dengan pemerintah pada program-program tersebut,” jelas Anindya kepada awak media usai Munas Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Selain Kadin, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) juga menyambut baik rencana pelibatan sektor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur nasional. Tak hanya akan memberikan dampak baik kepada pengusaha saja, pelibatan swasta dinilai akan dapat memberikan efek berganda yang bisa mendorong ekonomi nasional tumbuh lebih tinggi.
“Dengan adanya wacana ini, semoga menjadi penyemangat bagi kontraktor swasta untuk kembali bangkit dan berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi negeri,” ucap Sekjen Gapensi, La Ode Saiful Akbar, melalui keterangan tertulis, dikutip Jumat (17/1/2025).
Selain itu, pelibatan swasta juga dinilai akan semakin meningkatkan kapasitas dan kompetensi kontraktor swasta. Hal itu diharapkan dapat mengurangi jurang finansial yang terlalu besar antara kontraktor swasta dan BUMN Karya.
Apalagi, selama ini dominasi BUMN Karya dalam proyek infrastruktur pemerintah telah banyak membunuh usaha kontraktor swasta.
“Sudah saatnya pemerintah melibatkan kontraktor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur penting untuk menggerakan roda perekonomian,” tambah La Ode.
Prioritas Lain Prabowo
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, ada dua golongan infrastruktur. Pertama, infrastruktur untuk pengembangan wilayah yang kadang harus dibangun, walaupun belum terlalu siap secara ekonomis. Kedua, infrastruktur yang secara bisnis sudah sangat siap dan mempunyai potensi pendapatan tinggi sebagai pengembalian investasi.
Dari kedua jenis itu, infrastruktur untuk pengembangan wilayah mutlak dilakukan pemerintah melalui BUMN Karya. Dengan pendanaan seluruhnya berasal dari APBN, pengembangan wilayah juga harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.
“Sulit swasta dilibatkan untuk infrastruktur seperti ini. Kecuali, karena kepentingan swasta yang membutuhkan infrastruktur tersebut. Contoh, developer besar yang punya lahan ribuan hektar perlu exit-entry toll. Masa pihak swasta yang 100 persen membiayai biaya konstruksinya?” kata Bambang kepada Tirto, Jumat (17/1/2025).
Swasta baru dapat dilibatkan dalam proyek-proyek infrastruktur yang memiliki potensi keuntungan besar. Sebab, bagaimanapun swasta perlu mencapai profitabilitas tertentu dalam pembangunan yang dilaksanakannya.
“Semakin potensial infrastruktur tersebut, akan semakin banyak swasta yang mau ikut investasi. Contohnya, jalan tol di daerah-daerah padat lalu lintasnya,” lanjut dia.
Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur harus tetap berjalan dengan didukung pemerintah. Apalagi, semua proyek infrastruktur datang dari pemerintah dan persetujuan proyek pun harus melalui pemerintah. Sedangkan, swasta hanya bisa mengusulkan.
“Kalau 100 persen diserahkan ke swasta, takutnya jadi lambat. [Dengan pendanaan terbatas] nanti hanya infrastruktur yang punya nilai ekonomis saja yang akan terbangun. Akan terkonsentrasi di kota-kota besar saja,” imbuh dia.
Sementara itu, pakar tata ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, tak heran jika pemerintah memutuskan untuk menyerahkan proyek infrastruktur kepada swasta. Pasalnya, lima tahun ke depan, fokus pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka lebih condong pada pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan dan energi, serta penguatan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dengan berbagai fokus yang menguras APBN itu, pelibatan swasta menjadi jalan tengah supaya pembangunan infrastruktur tetap berjalan dan anggaran negara tidak semakin tertekan.
“Berbeda dengan masa pemerintahan Pak Jokowi yang dalam 10 tahun itu memang fokusnya ke pembanguanan infrastruktur. Nah, mungkin ini hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pak Prabowo. Bila melihat pelayanan infrastruktur baik jalan, pelabuhan, bandara, kemudian fasilitas lainnya, itu kurang dioptimalkan,” kata Yayat saat dihubungi Tirto, Jumat (17/1/2025).
Dalam hal ini, infrastruktur belum membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia merata sampai ke daerah. Hal ini terlihat dari masih adanya 6.100 desa tertinggal dan 4.363 desa sangat tertinggal pada 2024.
“Kesannya memang infrastruktur kita mahal, tapi output-nya itu tidak seperti yang diharapkan. Misalnya, pembangunan jalan tol Sumatra itu bagus, kemudian pembangunan banyak bandara dan pelabuhan. Tetapi, bagaimana upaya untuk mengoptimalkan pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan wilayah dan ekonomi itu belum banyak bergerak,” imbuh Yayat.
Sama halnya dengan Bambang, Yayat menilai bahwa dalam soal pembangunan infrastruktur, pengembang swasta akan sangat mempertimbangkan nilai bisnis dari pembangunan yang dilakukan. Karena itu, pemerintah pun jangan menyalahkan swasta jika nantinya pembangunan akan fokus pada daerah-daerah yang menjadi pusat ekonomi seperti Pulau Jawa.
Selain itu, pembangunan untuk mendukung program hilirisasi juga dinilai akan masif dilakukan swasta ke depan. Sebab, pemerintah saat ini sedang giat mendorong hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah dari berbagai komoditas.
“Dengan dibangunnya pabrik-pabrik, kawasan industri, seperti jalan ke pelabuhan, bandara yang mungkin tidak berkembang secara maksimal. Nah, itu bisa masuk dia [pengembang swasta]. Dan swasta bisa mengusulkan. Jadi, solicited dan unsolicited. Jadi, sesuatu yang tidak terprogram, tapi kalau swasta mau membiayai mau-mau,” jelas Yayat.
Dengan pengalaman dan inovasi yang dimiliki kontraktor swasta, dia yakin infrastruktur yang terbangun akan lebih bagus dan bernilai ekonomi tinggi. Hal ini, misalnya, telah terlihat dari pembangunan Bandara Dhoho Kediri oleh anak usaha PT Gudang Garam Tbk.
Tak hanya membuka dan mengoperasikan bandara, Gudang Garam bahkan menggandeng beberapa maskapai penerbangan untuk meramaikan bandara tersebut, di antaranya Citilink, Super Air Jet, Lion Air, dan Batik Air.
“Gudang garam dengan tanah luas, kemudian bangun bandara. Dia dapat keuntungan dari land value catcher. Kemudian, dia bekerja sama dengan Lion Air secara B2B. Jadi, sama sekali tidak mengganggu APBN,” tambahnya.
Pembangunan Luar Jawa
Pembangunan infrastruktur oleh swasta bakal terkonsentrasi di Jawa dan pusat-pusat ekonomi lainnya. Hal itu memang wajar mengingat pengembang swasta punya pertimbangan profitabilitas.
Meski begitu, untuk memastikan pembangunan merata sampai ke pelosok negeri, Yayat menyarankan agar pembangunan dilakukan dengan memperhatikan pengembangan kawasan, khususnya di wilayah timur Indonesia dan daerah-daerah tertinggal lainnya.
Sebagai contoh, saat program cetak sawah di Merauke rampung dilakukan, pemerintah dapat membangun infrastruktur penunjang di daerah sekitarnya. Dengan begitu, secara perlahan daerah penyangga Merauke juga dapat ikut terbangun.
“Coba masuk untuk pelabuhan khusus untuk pangan. Nanti untuk bangun jalan,” ucap dia.
Head of Regional Planning Division Institut Pertanian Bogor (IPB), Ernan Rustiadi, menilai bahwa pembangunan infrastruktur dapat menjadi lebih efisien dan produktif jika mekanisme pasar persaingan usaha bekerja dengan baik.
Untuk itu, pemerintah perlu memastikan bahwa proses lelang proyek dan persaingan usaha berjalan transparan, bebas dari kolusi, kartel, dan praktik lancung lainnya.
“Nilai proyek infrastruktur nasional umumnya bernilai sangat besar dan rawan jadi sumber rente pihak yang berkentingan di luar yang seharusnya,” jelas Ernan dalam pesannya kepada Tirto, Jumat (17/1/2025).
Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga harus bersih dan bekerja profesional serta bebas kepentingan.
“Di sisi lain, BUMN Karya bisa lebih berfokus pada proyek-proyek infrastruktur yang tidak diminati swasta, rintisan, dan nonprofit,” tandas Ernan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menilai bahwa kolaborasi antara BUMN Karya dan swasta merupakan hal yang penting dan seharusnya memang dapat saling melengkapi dalam mendorong pembangunan infrastruktur nasional.
Apalagi, proyek-proyek infrastruktur membutuhkan anggaran besar yang akan lebih ringan jika ada kerja sama antara BUMN Karya dan swasta. Namun demikian, harus ada pembagian yang jelas terkait proyek infrastruktur apa yang dapat dikerjakan swasta dan mana yang dapat dikerjakan BUMN Karya.
“Kita ingin proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, apalagi infrastruktur yang besar di sana-sini. Ini membutuhkan pengerjaan atau proyek-proyek yang benar-benar bisa tepat sasaran. Harus efisien, tidak boleh ada kebocoran,” jelas AHY saat ditemui usai Perayaan Natal Bersama Kemenko Infra di Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2025).
Selain itu, pembangunan infrastruktur juga harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi dan menyeluruh. Dus, proyek-proyek dapat berjalan dengan optimal dan anggaran efisien.
“Pendekatannya memang harus menyeluruh, terintegrasi. Karena, kalau tidak bisa jadi, infrastruktur yang besar tadi anggarannya, begitu jadi tidak terlalu optimal karena tidak terintegrasi,” tandasnya.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi