tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam pengusiran tiga kontributor dan jurnalis BBC Indonesia yang sedang melakukan peliputan di Papua. Mereka tak bisa melanjutkan aktivitas jurnalistiknya setelah diperiksa polisi di Asmat dan dimintai keterangan petugas imigrasi di Timika, Mimika.
“Kami mengecam pengusiran jurnalis BBC ini. Peristiwa ini juga mengesankan ada ketakutan pemerintah terhadap peliputan media asing soal kondisi Papua," kata Abdul Manan, Ketua Umum AJI Indonesia di Jakarta, Sabtu (3/2/2018).
Kasus terbaru ini, menurut Manan, tidak sejalan dengan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga tahun lalu. Saat menghadiri Panen Raya di Kampung Wameko, Hurik, Merauke, 2015, Jokowi mengeluarkan pernyataan yang intinya menegaskan bahwa Papua terbuka bagi jurnalis asing untuk melakukan peliputan.
Penegasan soal tidak adanya pelarangan bagi jurnalis asing meliput juga disampaikan pemerintah saat Indonesia menjadi tuan rumah peringatan World Press Fredom Day, 3 Mei 2017.
"Kasus terbaru di Papua ini merupakan salah satu indikasi bahwa pemerintah tak serius dengan janjinya untuk lebih membuka akses jurnalis ke Papua," tambah Manan.
Menurut informasi yang dihimpun Bidang Advokasi AJI Indonesia, awalnya tiga jurnalis BBC yaitu Dwiki, Affan dan Rebecca, yang sedang liputan di Asmat itu diperiksa polisi.
Dari pemeriksaan itu diketahui bahwa salah satu jurnalis itu membuat cuitan di akun twitternya, dalam teks dan foto, soal bantuan untuk anak yang mengalami gizi buruk di Asmat berupa mie instan, minuman ringan dan biskuit.
Usai diperiksa polisi, Jumat (2/2/2018 Dwiki terbang ke Jakarta dari Agats, Asmat. Sedangkan Affan dan Rebecca diperiksa di Imigrasi Mimika hingga Sabtu (3/2/2018). Usai pemeriksaan itu Rebecca dan Affan tak bisa melanjutkan liputannya. Keduanya dikawal aparat keamanan menuju Bandara Timika, untuk penerbangannya ke Jakarta, Sabtu pagi.
Berdasarkan informasi yang didapat AJI, tak ada bukti adanya pelanggaran administratif yang dilakukan oleh tiga jurnalis BBC ini. Pelarangan peliputan terhadap jurnalis asing yang sebelumnya terjadi sering kali menggunakan alasan administratif, yaitu tidak memiliki visa jurnalistik.
Sementara Rebecca adalah pemegang visa jurnalis, mempunyai kartu izin peliputan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri dan memiliki izin tinggal sementara (Kitas) di Indonesia. AJI menyesalkan soal cuitan itu menjadi dasar untuk menghalangi aktivitas peliputan jurnalis di Papua.
Selain itu, meskipun tak ditemukan ada pelanggaran administratif yang dilakukan, mereka tak bisa melanjutkan liputannya karena aparat keamanan mengawalnya menuju bandara untuk naik pesawat ke Jakarta.
Data AJI Indonesia menunjukkan ada delapan jurnalis asing yang dideportasi ketika melakukan peliputan di Papua karena tak memiliki visa jurnalistik sepanjang 2017.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Hesthi Murthi mengungkapkan, kasus pengusiran jurnalis BBC juga menunjukkan bahwa aparat negara tidak memahami fungsi pers sebagai alat kontrol sosial seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Kritik yang disampaikan media berdasarkan fakta di lapangan seharusnya disikapi dengan bijak sebagai masukan untuk memperbaiki penanganan campak dan busung lapar di Asmat dan Papua, bukan malah dijadikan dalih untuk membatasi akses jurnalis," ujarnya.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora