Menuju konten utama

Pengusaha Minta Pemerintah Evaluasi Soal UMP 2023 Naik 10%

HIPPI DKI Jakarta meminta Kementerian Ketenagakerjaan mengevaluasi penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2023 dalam aturan baru.

Pengusaha Minta Pemerintah Evaluasi Soal UMP 2023 Naik 10%
Header Cara Cairkan Bansos BST. foto/IStockphoto

tirto.id - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta meminta Kementerian Ketenagakerjaan mengevaluasi penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2023 dalam aturan baru. Diketahui dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 yang diterbitkan pada Sabtu, 19 November 2022 itu menetapkan UMP 2023 naik 10 persen.

Ketua HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, pelaku usaha saat ini masih menaati Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Dia menilai jika ada ada perubahan pengupahan, harus melalui perundingan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah yang kemudian akan digodok di dewan pengupahan.

"Kita akan tetap mengacu kepada peraturan berlaku PP 36/2021 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja dalam hal ini," kata Sarman kepada Tirto, Rabu (23/11/2022).

Menurut Sarman adanya regulasi baru yang dikeluarkan oleh Kemenaker, membuat pelaku usaha tidak memiliki kepastian hukum. Karena bagaimanapun, ketika bicara mengenai upah itu harus melihat dari siapa yang memberi upah dan siapa diberi upah.

Artinya, masalah upah tidak boleh dipandang dari salah satu sudut kepentingan. Harus antara dua-duanya dalam hal ini pengusaha dan pekerja. Di mana kemudian pemerintah baru membuat regulasi yang tepat dan tidak membebani dan merugikan keduanya.

"Jangan sampai istilahnya siapa yang menetapkan siapa yang menggaji. Yang mengetahui kemampuan dunia usaha itu ya pelaku usaha masing-masing," jelas Sarman.

Lebih lanjut, Sarman menuturkan untuk mengetahui kondisi kemampuan dunia usaha masing-masing bisa melihat dari kondisi ekonomi yang ada. Kemudian melihat dari sisi inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan situasi kondisi ada.

"Jadi dalam hal ini saya berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi kembali kebijakan pengupahan ini. Karena kita melihat bahwa kondisi ekonomi saat ini kita tidak mengarang bisa melihat sendiri bagaimana kondisi ekonomi global," jelasnya.

Sarman menyebut, saat ini pelaku usaha tengah mengalami dampak luar biasa, sekalipun pertumbuhan ekonomi kuartal III tumbuh positif di 5,72 persen. Karena faktanya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan garmen.

"Kenapa industri padat karya kita itu masih banyak bergantung order dari buyer luar negeri. Ketika di negara luar katakan lah mengalami kondisi ekonomi akibat krisis global dan ancaman perang, kita liat industri padat karya kita sudah langsung merasakan kekurangan pesanan dan terpaksa PHK atau pengurangan tenaga kerja," katanya.

Dengan kondisi tersebut, dia pun mempertanyakan besaran kenaikan UMP dilakukan oleh pemerintah. Karena hal tersebut akan menjadi tambahan beban bagi pengusaha.

"Saya rasa situasi saat ini harus juga dimengerti oleh pemerintah. Artinya dalam menetap UMP ini harus melihat kondisi riil ekonomi dan pelaku usaha kita agar ada keseimbangan. Bukan semata mata kepentingan pekerja dan buruh tapi ada kepentingan usaha di sana," jelasnya.

Dia pun berharap Kemenaker dapat melakukan perundingan kembali dengan perwakilan pengusaha dan pekerja yang kemudian dimediasi oleh pemerintah. Tujuannya agar dapat merumuskan dan menemukan formula tepat dalam upaya penetapan UMP.

"Catatan harus dengan regulasi UU yang berlaku," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait UMP 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin