Menuju konten utama

Penghuni Rusun: "Harapan Saya Punah"

Problem di tiga rusun yang didatangi reporter Tirto.id beragam. Dari gedung bocor, lift rusak, rawan kejahatan, hingga bangunan tidak ramah anak.

Penghuni Rusun:
Suasana di Rusunawa Rawa Bebek, Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - “Mohon maaf kalau waktu itu saya meninggal di Kampung Pulo, saya ninggalin harta dan rumah ke anak bini saya. Kalau saya mati di sini bakal ninggalin apa? Harapan saya hilang. Harapan anak saya punah di sini,” kata Warji, 49 tahun, warga gusuran dari Kampung Pulo yang kini menempati dan jadi ketua RT 2 Rusun Jatinegara Barat.

Bila anda pergi ke Rusun Jatinegara Barat, dari kejauhan, sekujur gedung tampak artistik, bermotif akar yang menjalar ke mana-mana. Setelah didekati, barulah kentara motif itu ternyata retakan.

Arifin, kepala dinas perumahan dan gedung Pemda Jakarta, menolak jika ada yang menyebut itu sebagai retakan dinding yang bikin bahaya. Dia lebih suka mengistilahkannya “pecah rambut.”

“Kalau pecah rambut, iya. Namanya bangunan, di rumah kita juga gitu, pecah-pecah rambut halus,” katanya kepada Tirto.id.

“Anggaran yang berkaitan dengan Jatinegara Barat itu, kan, masih tanggung jawab Kementerian PU-Pera. Belum kita langsung menangani. Jadi kalau ada kerusakan-kerusakan misalnya besar, ya dilaporkan ke kementerian, kontraktor pelaksana nanti yang tanggung jawab untuk perbaikan-perbaikan,” ujarnya. Kementerian PU-Pera adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Kharirul Anwar, warga gusuran dari Kampung Pulo, mengeluhkan respons lambat pengurus Rusun Jatinegara Barat tentang retakan gedung. Ia menyayakan hal ini tak bisa dianggap remeh. Anwar berujar, retakan itu menjalar ke lapisan dalam, di dinding kamarnya.

Jika hujan mengguyur, airnya merembes. Sejak digusur dari Kampung Pulo pada Agustus 2015 dan ditempatkan di rusun, bila hujan turun, Anwar perlu sedikitnya dua ember untuk menguras unitnya. Dia sudah berkali-kali mengadu ke pihak pengurus rusunawa. Setelah berkali-kali, akhirnya pengelola sudi memperbaiki gedung yang retak tersebut.

“Tetapi tetap saja bocor walau sudah diperbaiki,” kata Anwar. “Bingung juga kita kalau hujan. Kasihan. Itu kamar anak. Sekarang agak mendingan setelah kita tempel pakai lilin. Kasur aja bisa basah karena bocor. Pas tidur enggak nyaman kalau hujan lebat malam hari,” katanya kepada Tirto.id.

Pengamanan Ketat, Lift Macet

Pengelola Rusun Jatinegara Barat memandang curiga kepada wartawan. Saat kami tiba di pintu masuk, seorang petugas keamanan langsung menghampiri dengan berlari. Dia menyita kartu pers sambil bertanya macam-macam, lantas memberi kami kartu pengunjung. Setelah itu dia mengawal kami menemui pihak pengurus, yang memberi izin reportase di lingkungan rusun.

Di depan warung milik Warji, di sayap kiri gedung, seorang satpam yang lain berteriak dari kejauhan meminta kami mendatanginya. Satpam itu menanyakan identitas dan keperluan kami mendatangi rusun. Sesudah kami memberitahu telah diberikan izin melalui surat dari pihak pengurus rusunawa, barulah si satpam itu bersikap lebih ramah.

“Dulu pernah ada wartawan datang ke sini enggak izin pengelola. Setelah itu ada masalah. Kami yang dimarahi,” katanya di balik sikap hati-hati pengurus terhadap pendatang.

Warji tertawa lebar saat kami menceritakan soal pengelola rusun yang bertindak sensitif bila kedatangan wartawan.

Ceritanya, demikian Warji, dua bulan lalu ada jurnalis sebuah situs berita nasional yang mendatangi rusun. Dalam sesi wawancara, Warji tak segan berkeluh kesah mengenai fasilitas rusun yang dibilangnya buruk. Selain soal gedung retak, Warji memberitahu kondisi kamar mandi hunian, seukuran 1,5x3 meter, di mana keran air dan pemancur air susah dijangkau bila penghuni buang air di kloset jongkok. Itu bikin report bagi para lansia dan anak-anak, tanpa ada seorang pun dari luar yang bisa membantu.

“Saya cuma ngomongin fakta itu apa adanya,” kata Warji.

Selang beberapa hari, Rusun Jatinegara Barat didatangi secara mendadak oleh Sumarsono, pelaksana tugas gubernur Jakarta. Imbasnya, dari pemberitaan itu, Sumarsono memarahi pengelola rusun, dan pihak terakhir pun memarahi satpam. Dari sana, tiap ada kedatangan wartawan atau orang luar diperketat.

Berbeda dari tempat lama warga gusuran, yang bebas memelihara ternak, kondisi di rusun tidak memungkinkan untuk itu. Lelucon Warji, peraturan macam itu tidak ditaati warga rusun. Sebab, katanya, ada satu-satunya hewan yang masih bisa dipelihara.

“Semut,” dia bilang, sambil terbahak.

Problem fisik lain di Rusun Jatinegara Barat adalah lift. Setiap bulan, paling tidak ada saja warga rusun yang terjebak di dalam lift, menurut Warji. Padahal jam 9 malam, area rusun sudah sepi. Jika kejadian itu terjadi malam hari, katanya, “tak akan kebayang akan terjebak berapa lama dalam lift.”

Semua warga gusuran dari Kampung Pulo tidak menerima santunan dari pemerintah Jakarta, yang semula dijanjikan.

“Jangankan diganti-rugi maupun mendapat uang kerohiman, fasilitas kasur di dalam hunian rusun saja tidak,” dia berujar. “Fasilitas dari pemerintah enggak ada lagi selain debu bangunan.”

INFOGRAFIK HL Rusun Temuan di rusun

Problem Menumpuk di Rusun

Duma Marhisar, kepala pengurus rusun, mengatakan bahwa Rusun Jatinegara Barat mengalami kelebihan kuota di tiap unit. “Sempat ada lebih 12 orang dalam satu hunian,” katanya. Sekitar Juni, ada 24 unit kamar kosong. Pihak pengelola mengundinya khusus bagi yang kelebihan kapasitas. “Tapi tak semua bisa tertampung,” ujarnya.

“Sekarang ada yang maksimal penghuni 11 jiwa dalam 1 unit,” kata Duma kepada Tirto.id.

Di Rusun Rawa Bebek, masalah unit tempatan juga dialami oleh warga gusuran dari Pasar Ikan. Ada sekitar 164 unit yang dihuni warga Pasar Ikan, tetapi unit tersebut sebetulnya diperuntukkan bagi kalangan miskin yang belum menikah. Karena unit itu bukan khusus untuk warga gusuran—masih dalam proses pembangunan—sehingga biaya sewanya mahal, yakni Rp300 ribu. Tipenya pun tipe studio, tanpa kamar. Di rusun ini ada seorang bocah 3 tahun tewas terjatuh dari lantai 4.

“Itu saudara saya, anak balitanya terperosok,” kata Nando, 37 tahun, kepada Tirto.id.

Selain itu, Jasandi (52), warga gusuran dari Bukit Duri menjelaskan bahwa Rusun Rawa Bebek tidak ramah anak. Sebab, ada saluran air, mengitari setiap sisi gedung, tidak diberi penutup. Jasandi cemas bila sewaktu-waktu ada anak yang terperosok ke dalam saluran selebar 1 meter dan sedalam 1,5 meter itu. Masalah lain baginya: pasokan air tidak layak.

“Bening sih. Tapi yang namanya PAM pakai obat. Kulit kita kenceng kayak lengket. Di sana (Bukit Duri) pakai air Sanyo. Sekarang sih kepenginnya balik di sana. Nyaman di sana. Semuanya deket, serba enak. Airnya juga bagus,” katanya.

Rusun Rawa Bebek juga rentan disatroni maling. Sejauh ini hanya ada lima belas satpam untuk menjaga lahan seluas 18 hektare. “Pernah sekitar 250 keran air yang hilang di kamar-kamar. Satu kamar, kan, 2 keran. Pintu dikunci, mungkin dicongkel,” kata Sobur, satpam rusun.

Hampir seluruh sisi Rusun Rawa Bebek memang hanya dipagari seng proyek pembangunan gedung. Pengerjaan bangunan itu belum selesai, nantinya dipakai untuk warga gusuran dari Pasar Ikan. “Makanya kemarin, kan, kita tambahin pakai kawat-kawat supaya enggak ada yang nyeblos,” kata Arifin, kepada dinas perumahan dan gedung Pemda Jakarta.

Masalah keamanan juga terjadi di Rusun Marunda, yang ditempati warga gusuran dari Kalijodo, Kolong Tol Penjaringan, Pinangsia, Sumur Batu, Pasar Ikan, Rawajati, Warakas, dan kalangan warga miskin. Di rusun ini, warga dari luar bisa bebas keluar-masuk.

Suhariyanti, kepala pengurus Rusun Marunda, dan pegawainya sempat memergoki beberapa bocah tengah mengisap lem secara bergantian di lingkungan rusun. Selain itu, dia pernah menemukan sepasang anak remaja melakukan hubungan seksual. Setelah ditelusuri identitas mereka, ternyata mereka bukan warga hunian rusun.

“Iya, ada,” kata Karjono, warga gusuran dari Kalijodo yang kini jadi satpam rusun, membenarkan cerita Suhariyanti. “Makanya kita sebagai bapak menjaga anak,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait RUSUN atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana & Reja Hidayat
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam