Menuju konten utama

Pengamat Nilai Rektor UIN Berlebihan Soal Cadar

Sikap Rektor UIN soal cadar dinilai bersifat subjektif karena perbedaan ideologis.

Pengamat Nilai Rektor UIN Berlebihan Soal Cadar
(Ilustrasi) Seorang muslimah di Latvia memakai Niqab di dalam bus pinggiran ibukota Riga. Pemerintah setempat melarang cadar yang menutupi wajah yang dikenakan oleh perempuan Muslim dari ruang publik. FOTO/Reinis Hofmanis

tirto.id - Kebijakan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Dede Rosyada terhadap dosen perempuan yang menggunakan cadar dinilai berlebihan. Pengamat pendidikan Budi Trikoryanto menganggap cadar merupakan wujud ekspresi keimanan seseorang melalui pakaian. “Tidak boleh dilarang-larang sejauh tidak mengganggu orang lain,” kata Budi kepada tirto, Senin (1/8).

Budi menolak argumentasi Dede bahwa cadar dapat mengganggu pola komunikasi saat mengajar. Menurutnya jika argumentasi itu benar, mestinya pihak universitas menyediakan fasilitas yang dapat mengatasi hambatan itu bukan malah memberikan opsi mengundurkan diri.

“Kan ada teknologi mic wireless yang bisa digunakan yang harusnya disediakan jika ada dosen bercadar untuk memfasilitasi agar si dosen bisa melaksanakan ekspresi keagamaannya sesuai yang dia imani,” ujar Budi.

Budi justru menilai sikap Dede bersifat subjektif yang dilatar belakangi perbedaan ideologi. “Mungkin ada indikasi aliran radikal yang tidak disukai oleh si rektor. Dalam dunia akademis saya rasa kita tidak perlu menyinggung masalah radikalisme dalam mengajar farmasi. Tidak ada kaitannya,” katanya.

Sebelumnya Dede mengaku pernah memberikan pilihan kepada seorang dosen perempuan terkait penggunaan cadar saat mengajar. Pilihan itu adalah sang dosen tetap bisa mengajar namun melepas cadar atau mengenakan cadar namun berhenti mengajar. Atas pilihan itu sang dosen mengambil opsi berhenti mengejar. “Pilihan dia mengundurkan diri, bukan saya pecat,” kata Dede kepada tirto di UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (1/8).

Dede tidak ingat persis kapan peristiwa itu terjadi. Namun ia ingat saat itu ada pihak dekanat yang melapor kepadanya tentang seorang dosen perempuan yang mengajar menggunakan cadar. Dari laporan itulah Dede kemudian memberikan dua opsi: bercadar atau berhenti mengajar.

Bagi Dede bercadar saat mengajar akan mengganggu pola komunikasi antara dosen dan mahasiswa. Sebab mahasiswa tidak bisa melihat gerak bibir saat menyampaikan pelajaran. “Waktu itu saya hanya mengatakan bahwa pola komunikasi anda dengan mahasiswa terganggu,” ujar Dede seraya menolak jika dirinya dianggap memecat sang dosen.

Perkara pentingnya komunikasi antara dosen dan mahasiswa menurut Dede sudah tertuang dalam Keputusan Rektor Nomor 468 Tahun 2016 yang ia terbitkan pada 16 Juni 2016. Dalam keputusan itu pasal 5 butir 55 menyatakan tentang menghambat tugas universitas dan pasal 88 menyatakan tentang sanksi. Dede menganggap memakai cadar sebagai tindakan menghambat tugas universitas yang pantas diberi saksi pemecatan atau pemberhentian sebagai dosen UIN Jakarta.

Baca juga artikel terkait UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Jay Akbar